Sejauh ini ilmuwan belum
menemukan sesuatu yang kecepatannya bisa melebihi kecepatan cahaya. Tapi apa
itu kecepatan cahaya? Kecepatan cahaya merupakan sebuah konstanta yang
disimbolkan dengan huruf c, singkatan dari celeritas (yang
dirujuk dari dari bahasa Latin) yang berarti "kecepatan". Kecepatan
cahaya dalam sebuah ruang hampa udara didefinisikan saat ini pada 299.792.458
meter per detik (m/s) atau 1.079.252.848,8 kilometer per
jam (km/h) atau 186.282.4 mil per detik (mil/s) atau
670.616.629,38 mil per jam (mil/h), yang ditetapkan pada tahun 1975
dengan toleransi kesalahan sebesar 4×10−9.
Pada tahun 1983, satuan meter didefinisikan kembali dalam Sistem Satuan Internasional (SI) kemudian ditetapkan pada 17th Conférence Générale des Poids et Mesures sebagai ... the length of the path travelled by light in vacuum during a time interval of 1⁄299.792.458 of a second, sehingga nilai konstanta c dalam meter per detik sekarang tetap tepat dalam definisi meter, sebagai jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam ruang hampa pada 1⁄299.792.458 detik.
Sebagai contoh, Cahaya Matahari diperkirakan memerlukan waktu 8 menit untuk mencapai Bumi. Beragam ilmuwan sepanjang sejarah telah mencoba untuk mengukur kecepatan cahaya.
Pada tahun 1983, satuan meter didefinisikan kembali dalam Sistem Satuan Internasional (SI) kemudian ditetapkan pada 17th Conférence Générale des Poids et Mesures sebagai ... the length of the path travelled by light in vacuum during a time interval of 1⁄299.792.458 of a second, sehingga nilai konstanta c dalam meter per detik sekarang tetap tepat dalam definisi meter, sebagai jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam ruang hampa pada 1⁄299.792.458 detik.
Sebagai contoh, Cahaya Matahari diperkirakan memerlukan waktu 8 menit untuk mencapai Bumi. Beragam ilmuwan sepanjang sejarah telah mencoba untuk mengukur kecepatan cahaya.
Pada tahun 1629,
Isaac Beeckman melakukan observasi sinar flash yang dipantulkan oleh cermin
dari jarak 1 mil (1,6 kilometer).
Pada tahun 1638,
Galileo Galilei berusaha untuk mengukur kecepatan cahaya dari waktu tunda
antara sebuah cahaya lentera dengan persepsi dari jarak cukup jauh.
Pada tahun 1667,
percobaan Galileo Galilei diteliti oleh Accademia del Cimento of Florence,
dengan rentang 1 mil, tetapi tidak terdapat waktu tunda yang dapat diamati.
Berdasarkan perhitungan modern, waktu tunda pada percobaan itu seharusnya
adalah 11 mikrodetik. Dan Galileo Galilei mengatakan bahwa observasi itu tidak
menunjukkan bahwa cahaya mempunyai kecepatan yang tidak terhingga, tetapi hanya
menunjukkan bahwa cahaya mempunyai kecepatan yang sangat tinggi.
Pada tahun 1676,
sebuah percobaan awal untuk mengukur kecepatan cahaya dilakukan oleh Ole
Christensen Rømer, seorang ahli fisika Denmark dan anggota grup astronomi dari French Royal Academy of
Sciences. Dengan menggunakan teleskop, Ole Christensen Rømer mengamati gerakan planet Jupiter dan salah satu Bulan satelitnya,
bernama Io. Dengan menghitung pergeseran periode orbit Io, Rømer memperkirakan
jarak tempuh cahaya pada diameter orbit bumi sekitar 22 menit. Jika pada saat
itu Rømer mengetahui angka diameter orbit bumi, kalkulasi kecepatan cahaya yang
dibuatnya akan mendapatkan angka 227×106 meter/detik. Dengan data
Rømer ini, Christiaan Huygens mendapatkan estimasi kecepatan cahaya pada
sekitar 220×106 meter/detik. Penemuan awal penemuan grup ini
diumumkan oleh Giovanni Domenico Cassini pada tahun 1675, periode Io, Bulan satelit planet Jupiter dengan orbit
terpendek, nampak lebih pendek pada saat Bumi bergerak mendekati Jupiter daripada pada
saat menjauhinya. Rømer mengatakan hal ini terjadi karena cahaya bergerak pada
kecepatan yang konstan. Pada
Bulan September 1676, berdasarkan asumsi ini, Rømer memperkirakan bahwa
pada tanggal 9 November 1676, Io akan muncul dari bayang-bayang Jupiter 10 menit lebih
lambat daripada kalkulasi berdasarkan rata-rata kecepatannya yang diamati pada Bulan Agustus 1676.
Setelah perkiraan Rømer terbukti, dia diundang oleh French Academy
of Sciences[17] untuk menjelaskan metode yang digunakan untuk hal
tersebut. Diagram di samping adalah replika diagram yang digunakan Rømer dalam
penjelasan tersebut.
Pada tahun 1704,
Isaac Newton juga menyatakan bahwa cahaya bergerak pada kecepatan yang konstan.
Dalam bukunya berjudul Opticks, Newton menyatakan besaran kecepatan cahaya
senilai 16,6 x diamater Bumi per detik (210.000 kilometer/detik).
Pada tahun 1725,
James Bradley mengatakan, cahaya bintang yang tiba di
Bumi akan nampak seakan-akan berasal dari sudut yang kecil, dan dapat
dikalkulasi dengan membandingkan kecepatan Bumi pada orbitnya dengan kecepatan
cahaya. Kalkulasi kecepatan cahaya oleh Bradley adalah sekitar 298.000 kilometer/detik
(186.000 mil/detik). Teori Bradley dikenal sebagai stellar aberration.
Pada tahun 1849,
pengukuran kecepatan cahaya, yang lebih akurat, dilakukan di Eropa oleh
Hippolyte Fizeau. Fizeau menggunakan roda sprocket yang berputar untuk
meneruskan cahaya dari sumbernya ke sebuah cermin yang diletakkan sejauh
beberapa kilometer. Pada kecepatan rotasi tertentu, cahaya sumber akan melalui
sebuah kisi, menempuh jarak menuju cermin, memantul kembali dan tiba pada kisi
berikutnya. Dengan mengetahui jarak cermin, jumlah kisi, kecepatan putar roda,
Fizeau mendapatkan kalkulasi kecepatan cahaya pada 313×106
meter/detik.
Pada tahun 1862, Léon
Foucault bereksperimen dengan penggunaan cermin rotasi dan mendapatkan angka
298×106 meter/detik.
Albert Abraham
Michelson melakukan percobaan-percobaan dari tahun 1877 hingga tahun 1926 untuk
menyempurnakan metode yang digunakan Foucault dengan penggunaan cermin rotasi
untuk mengukur waktu yang dibutuhkan cahaya pada 2 x jarak tempuh antara Gunung
Wilson dan Gunung San Antonio, di California. Hasil pengukuran menunjukkan
299.796.000 meter/detik. Beliau wafat lima tahun kemudian pada tahun 1931.
Pada tahun 1946, saat
pengembangan cavity resonance wavemeter untuk penggunaan pada radar, Louis
Essen dan A. C. Gordon-Smith menggunakan gelombang mikro dan teori
elektromagnetik untuk menghitung kecepatan cahaya. Angka yang didapat adalah
299.792±3 kilometer/detik.
Pada tahun 1950,
Essen mengulangi pengukuran tersebut dan mendapatkan angka
299.792.5±1 kilometer/detik, yang menjadi acuan bagi 12th General Assembly
of the Radio-Scientific Union pada tahun 1957.
Angka yang paling
akurat ditemukan di Cambridge pada pengukuran melalui kondensat Bose-Einstein
dengan elemen Rubidium. Tim pertama dipimpin oleh Dr. Lene Vestergaard Hau dari
Harvard University and the Rowland Institute for Science. Tim yang kedua
dipimpin oleh Dr. Ronald L. Walsworth, dan, Dr. Mikhail D. Lukin dari the
Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics.
Notasi kecepatan
cahaya (c) mempunyai makna "konstan" atau tetap yang digunakan
sebagai notasi kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara, namun terdapat juga
penggunaan notasi c untuk kecepatan cahaya dalam medium material sedangkan c0
untuk kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara.[22] Notasi subskrip
ini dimaklumkan karena dalam literatur SI sebagai bentuk standar notasi pada
suatu konstanta, ada juga berbentuk seperti: konstanta magnetik µ0,
konstanta elektrik e0, impedansi ruang kamar Z0.
Menurut Albert
Einstein dalam teori relativitas, c adalah konstanta penting yang menghubungkan
ruang dan waktu dalam satu kesatuan struktur dimensi ruang waktu. Di dalamnya,
c mendefinisikan konversi antara materi dan energi[24] E=mc2,
dan batas tercepat waktu tempuh materi dan energi tersebut. c juga merupakan
kecepatan tempuh semua radiasi elektromagnetik dalam ruang kamar[28]
dan diduga juga merupakan kecepatan gelombang gravitasi.[29][30]
Dalam teori ini, sering digunakan satuan natural units di mana c=1, sehingga notasi
c tidak lagi digunakan.
Sumber: Astronomi.us - Blog Astronomi Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar