Oleh Kartika Candra (London)
Aktivis dan pemikir
globalisasi tentu tak asing dengan nama Samir Amin. Ia salah satu pemikir
terkemuka dalam studi pembangunan dan ekonomi internasional. Seorang Maoist dan
anti imperialist yang percaya pada kebangkitan negara berkembang, Samir Amin
terutama dikenal sebagai pencetus teori Center-Periphery (pusat dan pinggiran)
yang menggambarkan ketimpangan hubungan antara negara maju di utara dan
negara-negara miskin di selatan. 26 April 2013, saya menemui Direktur Third
World Forum ini di sela kesibukannya memberi kuliah umum di School of Oriental
and African Studies, University of London. Ia menguraikan kembali tentang
teorinya dan relevansinya dengan situasi terkini. Ia juga berbicara tentang
pertumbuhan ekonomi Indonesia dan apa yang membedakannya dengan Cina.
Kartika Candra:
Anda menulis di “Unequal Development: An Essay on the Social Formations of
Peripheral Capitalism” bahwa integrasi negara-negara berkembang dan kurang
berkembang ke dalam sistem ekonomi global hanya akan memperdalam kesenjangan
Utara-Selatan? Apakah ini juga yang terjadi saat ini?
Samir Amin:
Ini masih terjadi saat ini dan masih akan terus terjadi selama kita berada di
dalam frame sistem kapitalis. Bukan berarti trend ini berjalan linear atau
bahwa kesenjangan itu tumbuh terus-menerus dalam laju yang sama. Tingkat
kesenjangan itu pada satu waktu diwarnai dengan tingkat pertumbuhan yang sama
tinggi, sehingga mengesankan stabil atau tidak tumbuh atau bahkan menurun.
Lalu setiap orang melompat
dan berkata “Ini adalah akhir dari teori Center-Periphery Samir Amin. Ini
adalah ekspansi kapitalis untuk kebaikan orang-orang di pheripheri,” dan
seterusnya. Kita berada dalam periode di mana tingkat pertumbuhan di Eropa,
Amerika dan Jepang terus menurun hingga hampir menyentuh angka nol. Pada saat
yang sama tingkat pertumbuhan di tempat lain, walaupun tidak merata tetapi
sangat tinggi, di Cina yang tertinggi. Walaupun di tempat lain juga sama tinggi
seperti India, negara-negara Asia Tenggara, bahkan di Indonesia. Dan banyak
yang berkata ini adalah proses catching up.
Kartika Candra:
Menurut anda ini bukan proses mengejar ketertinggalan?
Samir Amin:
Akan terbukti dalam waktu dekat bahwa ini bukan catching up. Tetapi ini adalah
proses restrukturisasi relasi antara pusat dan pinggiran.
Kartika Candra:
Apa pendapat anda tentang Indonesia?
Samir Amin:
Indonesia sudah mendapatkan pengakuan dari Bank Dunia sebagai salah satu negara
yang sedang bangkit (emerging country). Indonesia bukan emerging countries,
karena tingkat pertumbuhan yang tinggi yang dicapai hampir sebagian besar
berasal dari penjualan sumber daya alam, kayu dan lain sebagainya, tanpa
menyebut minyak dan yang lain-lain. Dan apapun yang tumbuh bersama dengan ekspansi
sumber daya alam ini, apakah kelas menengah yang tumbuh, industri jasa dan
seterusnya, tidak lebih dari itu. Dan ini bukan emerging. Emerging membutuhkan
proyek yang berdaulat, yang akan berbenturan dengan akumulasi global.
Kartika Candra:
Tapi Indonesia dan negara-negara dengan tingkat pertumbuhan tinggi lainnya
cukup sukses membangun industri manufaktur, termasuk yang berteknologi tinggi.
Samir Amin:
Tidak. Kita perlu berhati-hati. Kita tidak bisa melompat pada kesimpulan
semacam itu seperti yang anda lakukan. Ini sangat tergantung. Memiliki industri tidak sama dengan
membangun sistem industri. Membangun sistem industri adalah membangun
komplementaritas antara bermacam-macam industri lokal dan pada saat yang sama
memegang kontrol atas industri tersebut, bahkan jika sampai level tertentu
mereka melakukan ekspor atau berorientasi ke dalam negeri. Ini adalah satu set
kebijakan yang sangat kompleks dan sistematis. Sekarang begini, anda bisa
memiliki industri seperti di Indonesia. Tapi secara de facto industri-industri
itu adalah bagian subkontrak dari monopoli kapital internasinal, de facto.
Kartika Candra:
Jadi meskipun memiliki industri, mereka tidak memiliki kontrol atas industri
itu?
Samir Amin:
Mereka memiliki industri tetapi tidak industrialisasi.
Kartika Candra:
Anda tidak percaya negara-negara berkembang akan menggantikan posisi negara
maju sebagai Center?
Samir Amin:
Tidak, sama sekali. Negara berkembang (Timur) sedang dalam konflik dengan the
historical center, dan konflik ini akan terus berkembang, tidak berkurang.
Kartika Candra:
Seperti apa konflik itu?
Samir Amin:
Saya tidak punya bola kristal untuk meramal. Tapi saya bisa melihat di mana
area-area konflik itu. Area ini dengan tepat akan mengakhiri kontrol teknologi
negara-negara barat, ini adalah Cina yang melakukannya dengan sangat luar biasa
cepat. Anda melihat kontrak mereka dengan Airbus? Negara lain seperti India
atau Indonesia tidak melakukan hal yang sama. Kedua, akses ke sumber daya alam.
Dalam hal ini, Indonesia adalah negara yang membuka dirinya untuk menguntungkan
the historical North. Cina melakukan hal yang sebaliknya, dia berusaha
mengakses sumber daya alam. Ketiga adalah konflik manajemen sistem finansial
global yang terintegrasi. Sistem ini tidak bisa dibentuk kembali dari atas
dengan membangun sistem moneter internasional yang cantik. Sistem ini sedang runtuh.
Dan pada masa transisi ini, model-model kerjasama regional seperti yang
diterapkan Amerika Latin dan akan berkonflik dengan yang beroperasi di Shanghai
yang terkoneksi dengan Asia Tengah, India dan Asia Tenggara. Tapi model ini
akan mengakhiri monopoli sistem moneter yang ada saat ini.
Kartika Candra:
Jadi relasi pusat dan pinggiran di sistem internasional ini tidak akan berubah?
Samir Amin:
Ini sedang berubah. Tetapi logika kapitalis merubah relasi ini supaya secara
fundamental tetap menempatkan negara-negara itu dalam posisi yang tidak setara
tidak setara, sementara pada saat yang sama strategi dari negara-negara
emerging yang serius adalah mengurangi ketidaksetaraan itu.
Kartika Candra:
Bahkan Cina tidak akan bisa menjadi pusat ekonomi dunia yang baru?
Samir Amin:
Tidak. Bahkan Cina tidak akan menjadi pusat. Dia akan menjadi negara utama yang
berbenturan dengan logika imperialisme. Itu yang mereka katakan karena mereka
tidak mau Cina menggunakan logika imperialis untuk melawan kekuatan hegemoni.
Inilah yang dinamakan pluri-centric global system.
Walaupun skeptis, Samir
Amin masih percaya dengan kebangkitan negara-negara berkembang. KTT Non Blok
yang berlangsung di Bandung 1955 silam adalah salah satu manifestasi
kebangkitan itu, walaupun kemudian redup. Tapi Samir Amin percaya akan ada
kebangkitan berikutnya. Ia mengatakan bersama timnya di Third World Forum
sedang merancang kebangkitan perlawanan itu. “Dan itu akan dimulai di Asia,”
katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar