Sabtu, 04 Oktober 2014

Amerika di Balik Kejatuhan Para Pemimpin Negara di Dunia



(Pengarang : Hendrajit dkk -- Diresensi oleh Yudha P Sunandar)

Akhirnya, selesai juga saya membaca buku “Tangan-Tangan Amerika: Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia” karya mas Hendrajit dari Global Future Institue. Kesan frontal yang terlintas, ternyata dunia ini tak lepas dari kekuasaan Amerika. Jujur, saya merasa sedikit takut dan resah dengan fakta ini. Meskipun begitu, saya merasa masih punya harapan dunia terbebas dari belenggu neo-liberalisme ini.

Amerika memulai berbagai operasi intelijen usai perang dunia kedua. Umumnya, operasi ini bertujuan menggulingkan pemimpin-pemimpin negara di dunia yang bertentangan pola ekonomi neo-liberalis yang dianut Amerika. Bahkan, bila tidak digulingkan, pemimpin negara tersebut mengancam aset perusahaan Amerika di negara bersangkutan.

Proses kolonialisasi gaya baru Amerika ini dimulai ketika Harry Truman menjabat sebagai presiden Amerika pada 1947. Ketika itu, Truman mencanangkan kebijakan bernama containment policy (strategi pembendungan). Kebijakan ini diterapkan Truman guna mencegah meluasnya pengaruh komunisme di dunia yang kala itu didominasi oleh Uni Soviet dan China.

Ketika itu, Amerika memberikan 2 opsi kepada negara-negara di dunia, “Bergabung dengan Kami” atau “Anda Adalah Musuh Kami”, dan tidak ada kata tidak memilih. Tak heran bila gerakan Non-Blok yang dianut oleh Indonesia dan banyak negara di Asia-Afrika lainnya, tidak disukai Amerika. Lebih dari itu, gerakan Non-Blok adalah ancaman bagi Amerika.

Meskipun berjudul membendung komunis, tetapi yang digulingkan justru negara-negara dengan pemimpin bergaya nasionalis kerakyatan. Umumnya, pemimpin nasionalis kerakyatan ini mempunyai kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat seperti tanah untuk rakyat, nasionalisasi perusahaan asing, pendidikan gratis hingga universitas, dan undang-undang tenaga kerja yang pro-buruh.

Amerika dan beberapa negara-negara Eropa yang memiliki aset di bidang perminyakan dan pertambangan di berbagai negara Asia-Afrika, merasa terancam dengan kebijakan para pemimpin berhaluan nasionalis kerakyatan ini. Jalan satu-satunya bagi Amerika untuk melanggengkan kekuasaannya adalah dengan menggulingkan para pemimpin berhaluan nasionalis kerakyatan dan menggantinya dengan orang-orang yang menguntungkan Amerika.

Beberapa pemimpin berhaluan nasionalis kerakyatan yang berhasil tumbang oleh Amerika, di antaranya adalah presiden Indonesia Soekarno, presiden Cile Salvador Allende, presiden Guatemala Jacobo Arbenz Guzman, dan Perdana Menteri Iran Muhammad Mossadeq.

Adapun mereka yang mampu bertahan dari gelombang penumbangan Amerika adalah presiden Venezuela Hugo Chavez dan presiden Mesir Gamal Abdel Nasser. Dari pemaparan penyusun buku, saya suka dengan kedua pemimpin negara ini.

Gamal Abdel Nasser misalnya. Dirinya berani merebut dan menasionalisasikan Terusan Suez yang melintasi wilayahnya. Keputusan ini tentu saja membuat Inggris, Perancis, dan Israel berang yang membuahkan Perang Enam Hari pada 1967 dan Operasi Kadesh pada Oktober 1956.

Nasser memiliki kelugasan bertindak dan kelihaian berpolitik. Berkawan dengan Uni Soviet dan tidak menghapus Amerika dari peta persahabatannya, tetapi Nasser punya pendirian terhadap nasib negaranya. Bahkan, ketika dibujuk menandatangani pakta antikomunis di Timur Tengah oleh John Foster Dulles, menteri luar negeri Amerika Serikat, Nasser menolak.

“Bagaimana mungkin saya akan bilang kepada rakyat Mesir bahwa saya mengabaikan Inggris yang jaraknya hanya sekitar 60 mil dari negara kami di Terusan Suez, dan mencemaskan ancaman bahaya dari Soviet yang jaraknya 500 mil dari negara kami,” papar Nasser kepada Dulles. Dalam buku ini, Nasser digambarkan sebagai pemimpin negara yang pandai memainkan kartunya.

Sedangkan Hugo Chavez, saya suka karena di abad milenium ini, masih tersisa pemimpin negara yang mampu melawan hegemonisasi Amerika di bidang politik dan ekonomi. Hebatnya, Chavez, beserta presiden Bolivia Evo Moralez dan presiden Kuba Fidel Castro, melakukan gerakan anti-Amerika di “halaman belakang” Amerika.

Meskipun begitu, ada juga pemimpin negara yang awalnya didukung Amerika, tetapi diturunkan juga oleh Amerika. Beberapa di antaranya yang dibahas di buku ini adalah Saddam Husein dari Irak dan Ferdinand Marcos dari Filipina.

Saddam Husein memimpin Irak sejak 1979 hingga 2003, ketika Amerika menginvasi Irak. Dirinya melakukan kontak dengan agen-agen CIA ketika melarikan diri ke Mesir pada 1959 setelah terjadi pembunuhan atas presiden Irak ketika itu, Abdul Karim Qasim.

Pada 1980, Irak menjadi kaki-tangan Amerika dalam memerangi Iran yang ketika itu baru saja melakukan revolusi Islam. Amerika membantu Irak dengan berbagai persenjataan buatan Amerika. Fungsinya agar asupan minyak dari Iran bisa mengalir lagi ke Inggris dan Amerika.

Meskipun begitu, pada 1990, Irak menginvasi Kuwait. Kejadian ini membuat Amerika berang. Puncaknya, Amerika menginvasi Irak pada 2003 dengan dalih Irak memiliki senjata pemusnah masal. Meskipun pada akhirnya alasan tersebut tidak terbukti.

Amerika sebagai sebuah negara adidaya tidak dapat dipungkiri memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan berbagai negara di dunia. Ada yang mampu bertahan dari gempurannya, tetapi tidak sedikit yang akhirnya kalah dan terjajah secara ekonomi dan politik. Indonesia adalah salah satunya. Soekarno digulingkan oleh Soeharto melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 1966 yang disusul penyerahan kekuasaan pada 12 Maret 1967 melalui parlemen. Sababiah penggulingan ini adalah Gerakan 30 September (G30S) yang mengakibatkan 6 perwira tinggi dan seorang perwira pertama angkatan darat dibunuh.

Buku ini memaparkan bahwa Soeharto merupakan orang yang dipersiapkan Amerika untuk menggantikan Soekarno. Soeharto sendiri mulai dididik Amerika melalui Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung ketika hampir dipecat oleh jenderal Abdul Haris Nasution gara-gara terlibat penyelundupan gula di Semarang.

Orang-orang yang terlibat dalam G30S pun disinyalir binaan Amerika dan dekat dengan Soeharto. Brigjen Suparjo misalnya. Pembawa maut perwira tinggi angkatan darat ini tercatat pernah mengenyam pendidikan kemiliteran di Fort Bragg, Amerika Serikat, dan Okinawa Jepang. Begitu pun dengan Letnan Kolonel Untung dan Kolonel Latif yang sama-sama terlibat dalam G30S.

Selain dari unsur kemiliteran, agen-agen perubahan yang dipersiapkan Amerika untuk Indonesia juga datang dari kalangan perguruan tinggi. Amerika memberikan beasiswa mahasiswa pascasarjana Indonesia untuk sekolah di berbagai perguruan tinggi di Amerika seperti Berkeley University, Massachusetts Institute of Technologi (MIT), dan Harvard University. Pada gilirannya, alumnus ini dikenal dengan Mafia Berkeley.

Amerika juga menggunakan yayasan-yayasan nirlaba untuk melancarkan aksinya di Indonesia. Tercatat beberapa yayasan menjadi sarana operasi terselubung CIA, seperti Ford Foundation, Asia Foundation, USAID, dan Fullbright Foundation.

Usai Orde Lama tumbang dan Orde Baru berkuasa, Indonesia memulai babak baru penjajahan neo-liberalisme gaya Amerika. Berbagai sumber daya alam Indonesia dikuasai oleh Amerika. Salah satunya adalah pertambangan emas di Irian yang dikuasai Freeport dan beberapa pengeboran minyak yang dikuasai oleh beberapa perusahaan milik Amerika.

Kebijakan politik dan ekonomi Indonesia pun menjurus pada terciptanya padangan yang sejalan dengan Amerika. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, seperti yang terjadi di berbagai negara “jajahan” Amerika, terjadi juga di Indonesia. Pada akhirnya, negara ini adalah negara boneka Amerika, meskipun reformasi telah terjadi 12 tahun lalu.

Di bagian akhir buku ini, mas Hendrajit dan kawan-kawan merekomendasikan beberapa hal terkait masalah invasi terselubung Amerika terhadap negara-negara di dunia. Dari beberapa rekomendasi, tampaknya rekomendasi untuk memasukan informasi tentang keterlibatan pemerintah Amerika di Indonesia ke dalam kurikulum pelajaran di sekolah di Indonesia, lebih masuk akal untuk saya dibandingkan rekomendasi lainnya.


Sumber: http://www.theglobal-review.com/bb_detail.php?lang=id&id=21&type=0

Tidak ada komentar:

Posting Komentar