Jumat, 30 Januari 2015

Lubang Hitam, Lubang Cacing, dan Mesin Waktu




Oleh Jim Al-Khalili

“Saatnya telah tiba,” kata Walrus,
“untuk membicarakan banyak hal”…
Lewis Caroll, Through the Looking Glass
…tentang atom, bintang, dan galaksi,
dan apa arti black hole;
dan apakah ruang Einstein bisa cukup
menekuk untuk jadi mesin waktu.

Buku ini diperuntukkan bagi semua orang—saya tahu setiap orang—yang penasaran mengenai konsep-konsep yang terdengar eksotis seperti black hole, lengkungan ruang, Big Bang, perjalanan waktu, dan alam semesta paralel. Dalam menulis buku ini saya bertanya pada diri sendiri apakah orang awam bisa memahami sedikit tentang beberapa ide fisika modern tanpa ingin sekali mengecek sebelumnya bahwa IQ mereka menjangkau tugas tersebut.

Subjek buku ini telah diliput di tempat lain pada banyak level berbeda. Yang paling puncak adalah teks tingkat tinggi atau karya ilmiah untuk praktisi di bidang tersebut. Ini adalah buku jampi penyihir, hanya bisa diurai oleh segelintir orang yang memiliki hak istimewa. Kemudian ada buku teks yang ditujukan kepada mahasiswa fisika. Ini juga memuat beberapa jampi, tapi tak terlalu kuat. Di bawahnya ada pasar sains populer. Buku-bukunya ditujukan kepada non-ilmuwan karena memuat sedikit matematika atau tidak sama sekali. Namun, buku tersebut hanya menarik mereka yang (a) ilmuwan atau (b) fans buku semacam itu, yang telah membaca buku-buku serupa mengenai subjek tersebut tanpa kecuali.

Jadi, saat menulis buku ini saya mengerahkan segala upaya untuk memangkas jargon ilmiah sebanyak mungkin. Belakangan ini para penulis sains populer, pada umumnya, semakin cakap dalam menjelaskan konsep-konsep kompleks memakai istilah sehari-hari. Tapi sekali-sekali kita akan memakai ‘bahasa Jargon’ sebab kita lupa bahwa ia tak mengandung makna yang sama untuk setiap orang.  

Sepuluh menit, pendek atau panjang?

Pada suatu musim panas, saat berusia sekitar sepuluh atau sebelas tahun, saya jadi tertarik dengan konsep waktu. Dari mana ia berasal? Apa kita menemukannya ataukah ia senantiasa ada? Apakah masa depan telah eksis di suatu tempat? Apakah masa lalu masih sedang dimainkan? Pertanyaan-pertanyaan yang mendalam bagi seorang anak kecil. Tapi, sebelum Anda mengira ini adalah bakat kanak-kanak saya, izinkan saya berbagi dengan Anda ide saya tentang perjalanan waktu. Saya tahu bahwa di sisi lain dunia, di suatu tempat di tengah-tengah Samudera Pasifik, terdapat garis tak nampak yang menjulur dari Kutub Utara ke Kutub Selatan yang membagi dunia ke dalam hari ini dan kemarin! Jika sebuah kapal dilabuhkan di tengah garis ini, maka di satu ujung kapal boleh jadi berpukul 09.00 Selasa pagi dan di ujung lainnya masih pukul 10.00 Senin pagi. Tentu ini merupakan contoh jelas perjalanan waktu, cuma dengan berjalan beberapa yard di sepanjang geladak!

Ok, saya tahu ada sesuatu yang mencurigakan dan saya ingat suatu malam ayah saya menjelaskan kepada saya bahwa zona-zona waktu di seluruh dunia hanyalah penemuan manusia. Contoh, bila diputuskan bahwa saat tengah malam di New York, Inggris sudah berpukul 05.00 pagi, ini hanyalah cara kita memastikan bahwa, seraya Bumi berputar, dan berbagai negara menghadap ke arah matahari, durasi siang kurang-lebih sama untuk setiap orang, jika tidak pada waktu yang sama. Saya mengikuti semua ini, tapi sedikit banyak membuat saya kecewa. Pasti konsep ‘waktu’ lebih dari sekadar itu, sesuatu yang lebih misterius. Saya berteori tentang waktu yang mengalir dengan laju berbeda-beda yang tergantung pada mood saya. Jam pasti melambat menuju akhir pelajaran sekolah dan, begitu hari ulangtahun saya mendekat, minggu dan hari hampir berhenti.

Kini giliran anak-anak saya yang sampai pada kesimpulan ini. Jika saya memberitahu mereka bahwa mereka punya waktu sepuluh menit lagi sebelum mereka harus menaruh mainan, mereka sungguh serius saat bertanya apakah itu adalah sepuluh menit pendek, menengah, atau panjang? Bagaimanapun, siapa yang bisa membantah observasi sederhana bahwa, bagi seorang anak kecil, waktu berjalan sangat lambat. Satu tahun adalah waktu yang sangat panjang bagi anak berusia lima tahun sebab angka itu menyusun seperlima hidup mereka, tapi semakin tua usia kita, semakin cepat rasanya tahun-tahun meluncur: dapatkah Anda percaya sekarang sudah Natal lagi!? Atau: benarkah sudah tiga tahun berlalu sejak saya terakhir kali berada di sini? Dan sebagainya.

Jauh dalam lubuk hati, kita merasa tahu bahwa waktu mengalir dengan laju tetap. Ketika ditanya seberapa cepat waktu mengalir, respon fasih dan lazim para ilmuwan adalah mengatakan bahwa lajunya satu detik per detik. Dalam kultur kita, kita percaya bahwa, tak peduli seberapa subjektif kita merasa tentang aliran waktu, terdapat jam kosmik yang menandai detik, menit, jam, hari, dan tahun di setiap tempat di Alam Semesta tanpa belas kasihan dan tanpa dapat ditawar dan tak ada yang bisa kita lakukan untuk mengubahnya.
Ataukah ada? Apakah waktu kosmik semacam itu betul-betul eksis? Fisika modern telah menunjukkan bahwa ia tidak eksis. Jangan khawatir, terdapat bukti amat kuat untuk mendukung ini. Sebelum saya beranjak lebih jauh, cobalah ini sebagai ukuran: kita merasa yakin bahwa perjalanan waktu ke masa depan adalah mungkin. Ilmuwan telah berhasil menjalankan banyak eksperimen yang menguji ini dan membuktikannya di luar dugaan. Jika Anda meragukan kepingan informasi yang mengagumkan ini, bahkan mungkin mengherankan, maka itu bukan akibat penutup-nutupan oleh pemerintah ala X-Files melainkan lebih karena Anda belum menjalani mata pelajaran relativitas khusus. Semua akan diungkap, saya harap, dalam buku ini.

Akal sehat

Barangkali wajar mengatakan bahwa kebanyakan orang tidak mempunyai hubungan yang baik dengan teori-teori relativitas Einstein (ya, ada dua teori). Jadi saya tak pernah terkejut oleh respon yang saya peroleh ketika memberitahu teman-teman non-ilmuwan bahwa tak ada yang bisa berjalan lebih cepat daripada cahaya. “Bagaimana kau tahu?” tanya mereka. “Hanya karena ilmuwan belum menemukan sesuatu yang bisa berjalan lebih cepat daripada cahaya bukan berarti bahwa kau tidak akan menarik kembali ucapanmu suatu hari nanti. Kau sebaiknya lebih berpikiran terbuka pada kemungkinan-kemungkinan lain yang mungkin belum terjadi padamu. Bayangkan memperlihatkan televisi kepada sebuah suku terpencil di pedalaman Amazon yang belum pernah melihatnya sebelumnya,” dan seterusnya. Saya tak sedikitpun terganggu oleh respon ini sebab sikap inilah yang saya harap dimiliki oleh pembaca buku ini. Yakni, berpikiran terbuka dan mempunyai kemampuan untuk menerima pandangan keduniaan yang baru sekalipun itu bertentangan dengan segala yang Anda yakini, atau apa yang biasa Anda sebut akal sehat.

Albert Einstein pernah dikutip mengatakan bahwa akal sehat hanyalah prasangka yang kita peroleh pada usia delapan belas. Jadi, bagi suku Amazon yang belum pernah melihat televisi sebelumnya, akan bertentangan dengan akal sehat mereka bahwa kotak semacam itu bisa berbicara kepada mereka dan mempertunjukkan kepada mereka seluruh dunia di dalamnya. (Ok, saya berasumsi mereka mempunyai listrik dan pembangkit listrik!) Tapi saya yakin Anda akan sependapat bahwa setelah kita menghabiskan cukup waktu dengan suku ini untuk menjelaskan gelombang radio dan elektronik modern dan segala hal lain yang membuat televisi bekerja, maka mereka akan dengan segan harus menyesuaikan pandangan keduniaan mereka sehingga informasi baru ini tak lagi bertentangan dengan akal sehat mereka.

Di permulaan abad 20, beberapa teori ilmiah baru dikembangkan dan terbukti benar sampai sekarang. Di antara mereka ada yang bertanggung jawab atas seluruh sains dan teknologi modern. Fakta bahwa kita mempunyai jam digital, komputer, televisi, microwave, pemutar CD, dan hampir semua alat modern lain merupakan saksi bahwa teori-teori ini, jika bukan seluruh cerita, sangat benar dalam cara mereka menggambarkan dunia di sekeliling kita. Teori-teori yang dibicarakan ini adalah relativitas dan mekanika quantum. Saya harus menjelaskan bahwa teori sukses adalah teori yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi di bawah keadaaan tertentu: jika saya melakukan ini, maka, menurut teori saya, akan terjadi itu. Jika saya menjalankan sebuah eksperimen dan menemukan bahwa prediksi teorinya benar, maka ini adalah bukti yang mendukung teori. Tapi teori tidak sama dengan hukum.

Hukum gravitasi menyatakan bahwa semua objek di Alam Semesta ditarik ke satu sama lain oleh sebuah gaya yang tergantung pada seberapa masif mereka dan seberapa jauh mereka terpisah. Ini tidak diragukan, dan seraya kita tahu bahwa itu perlu dimodifikasi manakala kita berurusan dengan objek-objek amat masif seperti black hole, kita mempercayainya seutuhnya manakala menggambarkan cara objek yang jatuh berperilaku terhadap Bumi. Namun, sebuah teori hanya bagus selama teori yang lebih baik tidak maju dan menyangkalnya. Kita tak pernah bisa membuktikan sebuah teori, hanya bisa menyangkalnya, dan teori sukses adalah teori yang tahan terhadap ujian waktu. Berlawanan dengan pandangan banyak non-ilmuwan, kebanyakan ilmuwan lebih suka membuktikan bahwa sebuah teori ilmiah itu salah, semakin terhormat semakin bagus untuk disangkal. Jadi, karena teori-teori seperti mekanika quantum dan relativitas Einstein telah bertahan selama sebagian besar abad ini, meski terdapat upaya tetap fisikawan untuk membuktikannya salah atau setidaknya menemukan celah atau kelemahan, kita harus mengakui bahwa kedua teori tersebut barangkali benar, atau setidaknya berada di jalur yang benar.

Kembali ke masa depan

Maaf, saya menyimpang dari cerita. Saya harus kembali ke hal menarik soal bahwa perjalanan waktu adalah memungkinkan. Nanti dalam buku ini saya akan menjelaskan lebih dalam apa itu teori relativitas. Sementara itu, berikut adalah contoh ajaran relativitas kepada kita. Jika Anda bepergian dalam sebuah roket yang bisa berjalan begitu cepat mendekati kecepatan cahaya, dan Anda mengitari Galaksi selama, katakanlah, empat tahun, maka saat pulang ke Bumi, Anda akan sedikit terguncang. Jika kalender di roket Anda menyatakan Anda berangkat Januari 2000 dan pulang Januari 2004, maka, tergantung kecepatan persis Anda dan seberapa berliku jalur Anda melintasi bintang-bintang, Anda mungkin menemukan bahwa menurut Bumi, tahun kepulangan Anda adalah 2040 dan semua orang di Bumi telah bertambah tua 40 tahun! Mereka akan sama-sama terguncang melihat betapa Anda masih tampak muda mengingat betapa lamanya Anda, menurut mereka, telah pergi.

Jadi jam roket Anda, yang bepergian dengan kecepatan amat tinggi, mengukur empat tahun, sedangkan jam Bumi telah menghitung empat puluh tahun. Bagaimana ini bisa terjadi? Bisakah waktu betul-betul melambat di dalam roket Anda akibat kecepatan tingginya? Bila demikian, ini artinya, praktisnya, Anda telah melompat 36 tahun ke masa depan!

Walaupun saya akan kembali membahas ini nanti, ide waktu yang melambat saat Anda bepergian pada kecepatan tinggi adalah sesuatu yang betul-betul telah dicek dan dikonfimasikan berkali-kali dalam eksperimen berlainan sampai derajat akurasi amat tinggi. Contoh, ilmuwan telah menyinkronkan dua jam atom berpresisi tinggi, kemudian menempatkan salah satunya di sebuah pesawat jet dan yang lainnya di sebuah laboratorium di Bumi. Setelah jet pulang, kedua jam dicek lagi. Ditemukan bahwa jam yang bepergian tertinggal sepecahan detik di belakang rekannya yang tinggal di rumah. Meski kecepatan sedang seribu kilometer per jam (kecepatan terbang jet) adalah kecil dibanding kecepatan cahaya (jutaan kali lebih cepat), selisih kecil, jika tidak disebut mengesankan, antara catatan kedua jam tersebut riil. Jam-jam tersebut begitu akurat sehingga kita tidak meragukan catatannya atau kesimpulan yang kita tarik darinya.

Pembaca yang tidak tahu sesuatu tentang teori relativitas mungkin ingin membantah pada poin ini bahwa contoh di atas tidak sesederhana kedengarannya. Itu benar, tapi seluk-beluk hal yang dikenal sebagai paradoks jam ini harus menunggu sampai saya membahas relativitas khusus di Bab 6. Untuk sekarang, cukup menjaga pembahasan pada level pernyataan sederhana, tapi tepat sempurna, bahwa kecepatan tinggi memperkenankan perjalanan waktu ke masa depan.

Bagaimana dengan perjalanan waktu ke masa lalu? Dalam banyak hal, ini lebih mempesona lagi. Tapi ternyata juga jauh lebih sulit. Mungkin mengejutkan Anda bahwa pergi ke masa depan lebih mudah daripada ke masa lalu. Anda mungkin berpikir bahwa gagasan pergi ke masa depan lebih menggelikan. Masa lalu mungkin tak dapat diakses, tapi setidaknya ada di luar sana; ia telah terjadi. Masa depan, di sisi lain, masih harus terjadi. Bagaimana Anda bisa pergi ke waktu yang belum terjadi?

Yang lebih buruk lagi, jika Anda percaya bahwa Anda mempunyai suatu kendali atas takdir Anda, maka semestinya terdapat versi masa depan dalam jumlah tak terhingga. Lantas apa yang mengatur versi mana yang akan Anda datangi? Tentu saja, mendatangi masa depan lewat perjalanan antariksa kecepatan tinggi tidak berarti bahwa masa depan sudah ada di luar sana menanti Anda. Itu hanya berarti Anda meninggalkan kerangka waktu orang lain dan memasuki kerangka waktu di mana waktu bergerak lebih lambat. Saat Anda berada dalam kondisi ini, waktu di luar berdetak lebih cepat dan masa depan menghampar dengan kecepatan tinggi. Saat Anda bergabung kembali dengan kerangka waktu asli Anda, Anda telah mencapai masa depan secara lebih cepat dibanding orang lain. Ini sedikit mirip dengan bangun dari koma setelah berlalu beberapa tahun dan berpikir bahwa Anda koma selama beberapa jam saja. Perbedaannya tentu saja adalah bahwa Anda akan terguncang saat pertama kali Anda memandang cermin dan melihat betapa Anda telah jauh menua, sedangkan dalam kasus perjalanan high speed, jam tubuh Anda dan segala sesuatu di roket betul-betul berada dalam kerangka waktu berbeda. Yang betul-betul aneh adalah bahwa Anda tidak melihat sesuatu yang berbeda saat Anda bergerak pada kecepatan ini. Bagi Anda, waktu berjalan pada laju normalnya di roket dan jika Anda bisa melihat ke luar jendela, Anda akan, paradoksnya, melihat waktu di luar berjalan lebih lambat!

Namun, ada pengecualian untuk ini. Sekali Anda mencapai masa depan, Anda terpaku di sana dan tak bisa pulang ke masa kini yang Anda tinggalkan. Tanggal keberangkatan Anda dengan roket kini berada di masa lalu Anda dan perjalanan waktu ke masa lalu agak menjadi persoalan. Tapi menyebutnya sebagai persoalan tidaklah sama dengan menyatakannya mustahil.

Bertemu diri Anda sendiri

Ada begitu banyak contoh mengherankan tentang betapa menggelikannya jika perjalanan waktu ke masa lalu dapat dilakukan sampai-sampai saya bisa mengisi seluruh buku ini dengan contoh tersebut. Contoh, bagaimana jika perjalanan waktu ke masa lalu dapat dilakukan dan Anda memutuskan mengunjungi diri Anda saat lebih muda di waktu persis sebelum Anda menginvestasikan tabungan Anda dalam bisnis patungan yang Anda tahu akan gagal. Jika Anda berhasil meyakinkan diri muda Anda agar tidak melaksanakannya, maka kiranya hidup Anda akan berbeda. Pada saat Anda mencapai usia di mana Anda pergi ke masa lalu untuk menasehati diri Anda agar membatalkan keputusan, tidak akan ada kebutuhan untuk berbuat demikian sebab Anda tak pernah melakukan investasi. Jadi Anda tidak pergi ke masa lalu. Tapi pada saat yang sama Anda harus mempunyai ingatan tidak menginvetasikan uang lantaran diberitahu oleh diri tua Anda yang mengunjungi Anda dari masa depan. Anda sekarang hidup di sebuah dunia di mana Anda membuat keputusan untuk tidak berinvestasi. Apakah ini gara-gara Anda bertemu diri tua Anda yang menasehati agar tidak melakukannya? Bila demikian, bagaimana Anda bisa menjadi orang tersebut yang merasa perlu pergi ke masa lalu untuk memperingatkan Anda terhadap sesuatu yang akhirnya tidak Anda lakukan?

Jika Anda sama sekali bingung dengan apa yang baru Anda baca, jangan khawatir, memang semestinya demikian. Itulah poin utuh sebuah paradoks. Berikut adalah, secara sekilas, kemungkinan solusi. Jika Anda pergi ke masa lalu untuk memperingatkan diri Anda agar tidak melakukan sesuatu, maka kedua hal tersebut adalah benar. Pertama, fakta bahwa Anda akan pergi ke masa lalu untuk menghentikan sesuatu yang telah terjadi mengandung arti bahwa Anda pasti gagal dalam upaya tersebut lantaran itu memang terjadi. Bagaimanapun, hanya ada satu versi sejarah. Kedua, Anda mesti mengingat sebuah waktu di masa lalu saat Anda dikunjungi oleh diri tua Anda dan Anda tahu bahwa itu adalah upaya sia-sia dan karenanya tahu bahwa itu tak layak dicoba. Di sinilah penjelasan ini mogok. Jika Anda tahu tidak ada baiknya pergi ke masa lalu untuk memperingatkan diri Anda dan kemudian memutuskan tidak pergi, lantas siapa yang pergi? Anda harus pergi ke masa lalu sebab Anda ingat pernah bertemu diri tua Anda yang mencoba meyakinkan Anda agar tidak masuk dalam bisnis patungan. Ini berarti Anda tidak punya kebebasan untuk memilih tindakan. Jadi, apa yang terjadi? Apakah suatu Penguasa Waktu muncul dan memaksa Anda memasuki mesin waktu yang memperingatkan Anda tentang konsekuensi mengerikan terhadap struktur ruangwaktu jika Anda tidak memasukinya?

Meski terdapat persoalan semacam itu, Anda mungkin tertarik untuk mengetahui bahwa perjalanan waktu ke masa lalu ternyata diperkenankan oleh teori relativitas umum Einstein, sebuah penemuan yang dibuat setengah abad silam. Dan karena relativitas umum saat ini merupakan teori terbaik kita mengenai sifat waktu, kita harus mempertimbangkan prediksi-prediksinya secara serius sampai kita bisa menemukan alasan bagus, barangkali berdasarkan pemahaman lebih mendalam akan teori tersebut, untuk mengesampingkan mereka. Karenanya, Anda mungkin bertanya-tanya mengapa sampai sekarang tak ada seorang pun yang mampu mengkonstruksi mesin waktu? Dalam buku ini saya menjelaskan alasannya, menyinggung beberapa topik paling mempesona dalam fisika.

Beberapa hal yang telah kita temukan mengenai Alam Semesta kita begitu mengagumkan dan luar biasa sampai-sampai saya berharap Anda akan merasa tertipu karena belum mengetahuinya hingga sekarang. Itulah yang saya harap Anda dapatkan dari buku ini; berbagi perasaan penasaran yang saya miliki tentang kosmos. Memberi Anda suatu amunisi ilmiah keras untuk membuat teman-teman pesta makan malam Anda terkesan ketika diskusi perjalanan waktu dimulai.

Terjemahan SeSa Media

Paradoks Perjalanan Waktu



Oleh Maggie Gaster (16 Mei 2008)

Ide tentang perjalanan menembus waktu selalu dianggap sebagai sains fiksi. Einstein tidak tahu bahwa teori relativitas khususnya akan mengarah pada kemungkinan aktual perjalanan waktu. Bila kita dapat memulai perjalanan menembus waktu, dunia penuh kemungkinan akan terbuka. Kita bisa kembali ke masa lalu dan melihat semua kenyataan dibanding berspekulasi berdasarkan dokumentasi yang ditinggalkan orang-orang. Karena kita belum pernah menganggap perjalanan waktu sebagai sebuah kemungkinan, dunia akan seperti sekarang bila kita tidak melakukannya.

“Menurut teori Relativitas Khusus Einstein, waktu melambat ketika sebuah objek mendekati kecepatan cahaya. Ini membawa banyak ilmuwan kepada keyakinan bahwa perjalanan yang lebih cepat dari kecepatan cahaya bisa membuka kemungkinan perjalanan waktu ke masa lalu dan masa depan” (How Time Travel Will Work, Kevin Bonsor).

Sekarang ini para ilmuwan menggunakan temuan dan riset Einstein untuk menyelidiki black hole (lubang hitam) dan wormhole (lubang cacing). Black hole adalah jalan masuk menuju wormhole dan mereka mengkondensasikan materi sampai sedemikian rupa sehingga cahaya sekalipun tidak dapat melarikan diri. Wormhole adalah seperti terowongan menembus lengkungan ruang dan waktu yang dapat membawa Anda menuju masa lalu, masa depan, atau tempat lain di alam semesta.

Ilmuwan berpikir bahwa jika mereka dapat memanipulasi wormhole (lubang cacing) dan black hole (lubang hitam), mereka dapat melintasinya. Walaupun kita belum punya informasi untuk melakukannya, di masa mendatang hal ini akan menjadi mungkin. Namun, seandainya ilmuwan memang berusaha menciptakan alat untuk perjalanan waktu, mereka mungkin memasuki beberapa paradoks umum yang telah digali oleh penulis-penulis sains fiksi dalam ceritanya.

“Satu masalah bandel terkait perjalanan waktu adalah bahwa ia diperbelit dengan beberapa macam paradoks. Contoh, paradoks orang tanpa orang-tua: Apa yang terjadi jika Anda kembali ke masa lalu dan kemudian membunuh orang-tua Anda sebelum Anda terlahir? Jika orang-tua Anda mati sebelum Anda lahir, maka bagaimana bisa Anda terlahir untuk membunuh mereka?” (Michio Kaku, Is Time Travel Possible?)

Kembalinya orang-orang ke masa lalu dan mengubah masa depan dari masa lalu mungkin tidak akan terlalu membantu kemajuan ras manusia. Bisa saja itu sangat merusak karena bisa mengubah dunia yang kita kenal hari ini. Boleh jadi bila sesuatu diubah, seperti Anda mengatakan kepada pilot sebuah pesawat komersial besar bahwa Anda berasal dari masa depan, itu bisa membuat mereka marah dan menyebabkan mereka mencelakakan pesawat. Semua orang dalam pesawat akan mati, dan mereka tidak bisa melakukan sesuatu untuk membuat masa depan. Contohnya, Steve Jobs bisa saja berada di pesawat tersebut sebelum dia memulai Apple, lalu bagaimana dengan dunia? Tanpa ipod, bukan mac book, bagaimana CAT akan berfungsi?

Perjalanan waktu adalah wilayah yang belum digali saat ini karena kita belum bereksperimen dengannya sama sekali. Kita masih belum tahu apakah kita bisa terperangkap dalam paradoks atau tidak. Michio Kaku menggambarkan paradoks orang yang kembali ke masa lalu dan membunuh orang-tuanya sendiri sebelum dirinya sempat hidup. Tapi bagaimana dia bisa membunuh mereka di masa lalu, bila dia tidak terlahir? Namun, teori lain mengenai paradoks adalah bahwa itu tidak mungkin terjadi karena alam semesta selalu mengkoreksi dirinya sendiri.

“Sebuah pendekatan teknis yang menarik untuk memecahkan persoalan paradoks adalah prinsip self-consistency Novikov yang diajukan oleh Dr. Igor Novikov. Pada esensinya prinsip ini mengatakan bahwa paradoks tidak akan terjadi – mustahil menciptakan paradoks sekeras apapun Anda mencoba. Menurut pandangan ini, alam semesta ‘memperbaiki diri’ dalam suatu cara. Bila Anda berupaya menembak kakek Anda, maka akan ada sesuatu yang keliru – Anda akan meleset, senapan Anda akan macet, dan lain-lain. Atau, seandainya Anda berhasil, Anda akan berpikir bahwa ayah Anda diadopsi; jadi dia masih bisa lahir dan masih bisa menikahi ibu Anda. Ini mengingatkan saya pada prinsip anthropic: beginilah alam semesta, karena jika tidak begini kita tidak akan di sini” (www.horologystuff.com/time/travel/paradox.html).

Ini membuktikan bahwa apa yang dikatakan Michio Kaku itu salah, dan juga membuktikan bahwa tak ada ilmuwan yang tahu pasti apa yang akan terjadi seandainya kita mampu kembali ke masa lalu. Mungkin itulah mengapa riset berjalan sedikit demi sedikit, sehingga kita tidak terburu-buru dan menciptakan bencana besar. Bila teori ini benar tentang alam semesta yang “memperbaiki diri”, maka akan lebih aman bagi kita untuk perlahan-lahan dalam perjalanan waktu. Kalau tidak, bisa berbahaya.

Teori lain yang bertentangan dengan teori Michio Kaku adalah bahwa Anda takkan pernah mampu mengejar aliran waktu. Anda tak bisa bergerak lebih cepat daripada aliran waktu, atau setidaknya, kita belum tahu bagaimana mengejarnya.

“Mari kita pikirkan lebih jauh apa yang akan terjadi seandainya Anda kembali ke masa lalu dan membunuh diri Anda sendiri yang masih muda. Akankah Anda segera menghilang seperti dalam film-film? Jawabannya tidak. Aliran waktu adalah satu detik per detik. Perubahan yang dimulai di masa lalu harus bergerak lebih cepat daripada aliran waktu untuk mengejar diri Anda yang sekarang. Inilah mengapa mengubah masa lalu tidak mengubah masa depan” (Michael Amaral, On the Feasibility of Time Travel and its Implications)(www.rosecroixjournal.org/issues/2004_vol_01/articles/vol1_01_09_amaral.pdf).

Kutipan ini menawarkan alasan lebih ilmiah tentang mengapa ide Michio Kaku mengenai paradoks perjalanan waktu tidak akan bekerja. Ini lebih bertalian dengan teori Einstein tentang mengejar kecepatan cahaya. Anda harus mengubah masa lalu lebih cepat daripada aliran waktu, atau Anda takkan mampu mengejar diri Anda sendiri. Kebanyakan ide yang mendukung atau menentang paradoks perjalanan waktu dan efek merusak dari perjalanan waktu hanyalah spekulasi. Secara teoritis perjalanan waktu dapat dilakukan, namun kita tidak tahu apa akibat dari pengacauan waktu.

Kesimpulannya, persamaan Einstein untuk relativitas yang memungkinkan black hole (lubang hitam), berkat pertolongan Karl Schwarzchild, adalah fondasi yang membuat perjalanan waktu menjadi mungkin. Fiksi menginspirasi para ilmuwan, yang bekerja untuk membuktikan bahwa perjalanan waktu adalah mungkin, untuk membawa ide itu lebih jauh.

Jadi, secara teori adalah mungkin untuk masuk ke black hole (lubang hitam), pintu masuk menuju wormhole (lubang cacing), dan berjalan dari satu titik dalam struktur waktu menuju titik lain mendahului kecepatan cahaya. Ini dimungkinkan karena waktu melengkung ke dalam, dan ada beberapa titik yang saling berdekatan lantaran lengkungan tersebut.

Bagaimanapun, sekalipun perjalanan waktu adalah mungkin, atau kelak kita akan paham bagaimana melintasi wormhole (lubang cacing), barangkali ada beberapa resiko bila kita mengubah masa lalu. Satu peristiwa kecil di masa lalu yang diubah, barangkali dapat mengubah seluruh masa depan. Atau alam semesta memang mengkoreksi dirinya sendiri seperti dinyatakan Novikov. Jadi, walau kita tidak tahu seberapa besar resiko melakukan perjalanan waktu, sains membuktikan bahwa itu bisa dilakukan. Kita hanya belum bisa melakukannya, tapi di masa depan, kita mungkin mampu berjalan menembus waktu. 



Rabu, 21 Januari 2015

Celah Quantum dalam Teori Big Bang



Oleh Paul J. Steinhardt (Sumber: Scientific American, April 2011, hal. 36-43)

Apakah teori di jantung kosmologi modern mengandung cacat?



Kosmologi berdeflasi? Para kosmolog sedang meninjau ulang apakah alam semesta betul-betul mengalami semburan pertumbuhan dahsyat (kawasan kekuningan) segera setelah big bang (Ilustrasi oleh Malcolm Godwin).

Tiga puluh tahun silam, Alan H. Guth, kala itu berjuang menjalani pasca-doktoral fisika di Stanford Linear Accelerator Center, memberi serangkaian seminar di mana dia memperkenalkan “inflasi” ke dalam kosakata kosmologi. Istilah tersebut mengacu pada semburan singkat perluasan hiperakselerasi yang menurutnya pernah terjadi selama jenak-jenak awal setelah big bang. Salah satu seminar ini berlangsung di Universitas Harvard, di mana saya sendiri menempuh pasca-doktoral. Saya segera terpikat oleh ide tersebut, dan sejak saat itu saya memikirkannya nyaris setiap hari. Banyak kolega saya dalam astrofisika, fisika gravitasi, dan fisika partikel turut terpikat. Sampai hari ini, perkembangan dan ujicoba teori inflasi alam semesta merupakan salah satu area paling aktif dan sukses dalam penyelidikan ilmiah.

Tujuannya adalah mengisi celah dalam teori asli big bang. Ide dasar big bang adalah, alam semesta perlahan-lahan mengembang dan mendingin sejak ia bermula sekitar 13,7 miliar tahun lampau. Proses perluasan dan pendinginan ini menjelaskan banyak fitur detil alam semesta yang dijumpai hari ini, tapi ada jebakannya: alam semesta harus berawal dengan atribut tertentu. Contoh, ia harus sangat seragam, dengan variasi amat kecil pada distribusi materi dan energi. Juga, alam semesta harus flat secara geometris, artinya lengkungan struktur ruang tidak menekuk lintasan berkas cahaya dan objek bergerak.

Tapi mengapa alam semesta purba mesti begitu seragam dan flat? Secara apriori, kondisi-kondisi pemulai ini sangat tidak mungkin. Di sinilah ide Guth masuk. Dia berargumen, sekalipun alam semesta berawal dengan kekacauan total—distribusi energi yang sangat tak seragam dan bentuk yang berkenjal-kenjal—semburan pertumbuhan spektakuler akan menebarkan energi sampai tersebar merata dan meluruskan lengkungan di ruang. Ketika periode inflasi ini berakhir, alam semesta akan terus mengembang dengan laju yang lebih pelan daripada teori big bang semula tapi kini memiliki kondisi yang tepat untuk berevolusinya bintang-bintang dan galaksi-galaksi ke status yang kita saksikan hari ini.

Ide ini begitu memaksa, sampai-sampai para kosmolog, termasuk saya, rutin mendeskripsikannya kepada mahasiswa, jurnalis, dan publik sebagai fakta yang tidak bisa dipungkiri. Tapi hal aneh terjadi pada teori inflasi tiga puluh tahun sejak Guth memperkenalkannya. Bukti penentang inflasi semakin menguat, sebagaimana bukti pendukungnya. Salah satu dari keduanya lebih dikenal: bukti pendukung inflasi sangat familiar di kalangan luas fisikawan, astrofisikawan, dan penggila sains. Yang mengejutkan, beberapa orang menuruti bukti penentang inflasi, kecuali sekelompok kecil dari kami yang diam-diam berusaha mengatasi tantangan ini. Kebanyakan astrofisikawan menguji prediksi-prediksi teori inflasi dalam buku teks tanpa merisaukan isu-isu mendalam ini, berharap pada akhirnya bisa terpecahkan. Sialnya, persoalan ini mengalahkan upaya terbaik kami sampai sekarang.

Sebagai orang yang telah berkontribusi pada teori inflasi (lihat “Alam Semesta Berinflasi”, tulisan Alan H. Guth dan Paul J. Steinhardt, Scientific American, Mei 1984) dan teori-teori pesaing, saya merasa terkoyak, dan banyak kolega saya juga tidak yakin dengan pendapat mereka tentang bukti penentang ini. Untuk mendramatisir keadaan aneh kami, saya akan mengadili kosmologi inflasi, menghadirkan poin-poin dari kedua pandangan esktrim tersebut. Pertama-tama, saya akan bertindak sebagai advokat “pendukung” yang gigih, menyajikan keunggulan-keunggulan teori ini, lalu dengan sama gigihnya, saya akan bertindak sebagai advokat “penentang”, menyajikan persoalan-persoalan paling serius yang tak terpecahkan.

Singkatnya

Inflasi kosmik diterima secara luas, hingga sering dianggap sebagai fakta. Idenya adalah, geometri dan keseragaman kosmos terbentuk selama semburan pertumbuhan awal yang dahsyat.

Tapi sebagian pencipta teori ini, termasuk penulis, berpikir ulang. Seraya teori asil berkembang, retak-retak muncul dalam fondasi logisnya.

Kondisi yang amat improbabel diperlukan untuk memulai inflasi. Yang lebih buruk, inflasi berlangsung abadi, membuahkan hasil tak terhingga, sehingga teori ini tidak membuat prediksi observasional yang kokoh.

Para ilmuwan berdebat di antara sesama mereka (dan di dalam diri mereka sendiri) apakah persoalan-persoalan ini merupakan kesulitan awal ataukah pertanda kebusukan yang lebih dalam. Beragam proposal beredar untuk mencari cara memperbaiki inflasi atau menggantinya.

Bukti Pendukung Inflasi

Saking populernya Inflasi, bukti pendukungnya bisa sangat ringkas. Beberapa detil lain diperlukan untuk memahami keunggulannya secara utuh. Inflasi bersandar pada komponen khusus yang dikenal sebagai energi inflasi, yang, berkombinasi dengan gravitasi, dapat mendorong alam semesta untuk mengembang luar biasa dalam waktu singkat. Energi inflasi harus amat besar, dan densitasnya harus tetap konstan selama masa inflasi. Atributnya yang paling tak lazim adalah bahwa gravitasinya menolak bukan menarik. Tolakan inilah yang menyebabkan ruang membengkak begitu pesat.

Yang memberi daya tarik pada ide Guth adalah bahwa para teoris telah mengidentifikasi banyak kemungkinan sumber energi demikian. Contoh teratas adalah kerabat medan magnet yang dikenal sebagai medan skalar, yang, dalam kasus inflasi tertentu, dikenal sebagai medan “inflasi”. Partikel Higgs yang masyhur, yang kini sedang diusahakan di Large Hadron Collider milik CERN dekat Jenewa, berasal dari sebuah medan skalar lain.

Seperti semua medan lain, inflasi memiliki kekuatan tertentu di tiap titik di ruang, yang menentukan gaya yang dikerahkannya terhadap diri sendiri dan medan-medan lain. Selama fase inflasi, kekuatannya nyaris konstan di setiap tempat. Tergantung seberapa kuat sebuah medan, terdapat besaran energi tertentu di dalamnya—yang disebut fisikawan sebagai energi potensial. Relasi antara kekuatan dan energi bisa dilambangkan dengan kurva pada grafik di bawah. Untuk inflasi, para kosmolog berhipotesis kurvanya mirip tampang-lintang (cross section) yang melintasi lembah dan dataran tinggi melandai [lihat boks di bawah]. Jika medan ini berawal dengan kekuatan yang ekuivalen dengan suatu titik di dataran tinggi, lambat-laun ia akan kehilangan kekuatan maupun energi, seperti meluncur turun lereng. Bahkan, persamaan-persamaannya serupa dengan persamaan bola yang menggelinding turun bukit yang bentuknya sama dengan kurva energi potensial. 


Energi potensial inflasi dapat menyebabkan alam semesta mengembang dengan laju mencepat. Dalam prosesnya, itu bisa menghaluskan dan memflatkan alam semesta, asalkan medannya tetap di atas dataran tinggi cukup lama (sekitar 10-30 detik) guna meregangkan alam semesta sebesar faktor 1026 atau lebih ke segala arah. Inflasi berakhir ketika medan mencapai ujung dataran tinggi dan bergegas menuruni bukit menuju lembah energi di bawah. Pada titik ini, energi potensial berkonversi ke dalam bentuk-bentuk energi yang lebih familiar—yakni dark matter, materi panas biasa, dan radiasi yang memenuhi alam semesta hari ini. Alam semesta memasuki periode perluasan menengah melambat, dan selama itu material bersatu membentuk struktur-struktur kosmik.

Inflasi menghaluskan alam semesta sebagaimana peregangan tilam karet menghaluskan kerutan-kerutannya, tapi itu tidak berlangsung sempurna. Ketidakteraturan kecil tersisa akibat efek quantum. Hukum fisika quantum mendikte bahwa medan semisal inflasi tidak memiliki kekuatan yang sama persis di setiap tempat di ruang melainkan mengalami fluktuasi acak. Fluktuasi-fluktuasi ini menyebabkan inflasi berakhir pada waktu sedikit berlainan di kawasan ruang berlainan, memanaskan mereka ke suhu sedikit berlainan. Variasi spasial ini merupakan benih yang akhirnya akan tumbuh menjadi bintang dan galaksi. Teori inflasi memprediksi variasi ini nyaris invarian-skala. Artinya, mereka tidak bergantung pada ukuran kawasan; mereka terjadi dengan magnitudo setara pada semua skala.

Bukti pendukung inflasi hanya dapat diringkas dengan tiga diktum. Pertama, inflasi tidak terelakkan. Perkembangan fisika teoritis sejak proposal Guth justru memperkuat hipotesis bahwa alam semesta awal mengandung medan-medan yang dapat mendorong inflasi. Ratusan mereka muncul dalam teori-teori fisika terpadu, seperti teori string. Di alam semesta purba yang balau (chaos), pasti ada suatu petak ruang di mana salah satu dari medan ini memenuhi kondisi untuk inflasi.

Kedua, inflasi menjelaskan mengapa hari ini alam semesta begitu seragam dan flat. Tak ada yang tahu seberapa seragam atau flat alam semesta kita ketika muncul dari big bang, tapi dengan inflasi, tak ada keharusan untuk tahu sebab periode percepatan perluasan meregangkannya ke dalam bentuk yang tepat.

Ketiga, dan mungkin paling memaksa, teori inflasi sangat prediktif. Contoh, banyak observasi radiasi gelombang mikro kosmik latar dan distribusi galaksi-galaksi telah mengkonfirmasi bahwa variasi spasial pada energi di alam semesta awal nyaris invarian-skala.

Bukti Penentang Inflasi

Tanda-tanda pertama gagalnya sebuah teori biasanya berupa diskrepansi kecil antara observasi dan prediksi. Di sini situasinya tidak demikian: data-data justru sangat selaras dengan prediksi inflasi yang diajukan di awal 1980-an. Tapi bukti penentang inflasi malah menantang fondasi logis teori. Apakah teori ini betul-betul bekerja sesuai yang digembar-gemborkan? Apakah prediksi yang dibuat di awal 1980-an merupakan prediksi model inflasi yang kita pahami hari ini? Ada argumen bahwa jawaban terhadap kedua pertanyaan tersebut adalah tidak.

Diktum pertama berpandangan bahwa inflasi tidak terelakkan. Tapi jika ini benar, maka timbul akibat janggal: inflasi buruk jauh lebih mungkin daripada inflasi baik. “Inflasi buruk” berarti periode percepatan perluasan yang hasilnya bertentangan dengan observasi kita. Contoh, variasi/perbedaan temperatur mungkin terlalu besar. Perbedaan antara baik dan buruk bergantung pada bentuk presisi kurva energi potensial, yang dikendalikan oleh parameter numeris yang dapat, secara prinsip, memikul harga berapapun. Namun variasi temperatur yang teramati hanya bisa dihasilkan oleh kisaran harga yang sangat sempit. Pada model inflasi tipikal, harganya harus mendekati 10-15—yakni, 15 nol desimal. Pilihan yang kurang halus, misalnya 12 atau 10 atau 8 nol desimal, akan menghasilkan inflasi buruk: derajat percepatan perluasannya sama (atau lebih) tapi variasi temperaturnya besar, yang mana tidak konsisten dengan observasi.

Kita bisa abaikan inflasi buruk andai tidak cocok dengan kehidupan. Sekalipun variasi temperatur sebesar itu bisa timbul secara prinsip, kita takkan dapat mengobservasi mereka. Penalaran jenis ini dikenal sebagai prinsip antropik. Tapi ini tidak berlaku di sini. Variasi temperatur yang besar akan menghasilkan lebih banyak bintang dan galaksi—alam semesta akan lebih ramah untuk dihuni dibanding sekarang. 


Bukan hanya bahwa inflasi buruk jauh lebih mungkin daripada inflasi baik, tapi juga bahwa tak ada inflasi yang lebih mungkin daripada keduanya. Fisikawan Universitas Oxford, Roger Penrose, pertama kali mengemukakan poin ini di tahun 1980-an. Dia menerapkan prinsip termodinamika, seperti yang dipakai untuk mendeskripsikan konfigurasi atom dan molekul pada gas, untuk menghitung kemungkinan konfigurasi awal medan-medan inflasi dan gravitasi. Sebagian dari konfigurasi ini membawa pada inflasi dan karenanya pada distribusi materi yang flat dan nyaris seragam serta bentuk geometris flat. Konfigurasi lain langsung mengarah pada alam semesta flat yang seragam—tanpa inflasi. Kedua set konfigurasi sangat langka, jadi untuk mendapatkan alam semesta flat sangatlah tidak mungkin. Tapi, kesimpulan Penrose yang menggemparkan adalah, memperoleh alam semesta flat tanpa inflasi jauh lebih mungkin daripada dengan inflasi—dengan selisih faktor 10 pangkat googol (10100)!

Resiko Inflasi Abadi

Pendekatan lain, yang mencapai kesimpulan serupa, mengekstrapolasi sejarah alam semesta dari kondisinya yang sekarang menuju masa lampau dengan menggunakan hukum fisika kokoh. Ekstrapolasi ini tidaklah unik: berdasarkan kondisi hari ini yang rata-rata flat dan halus, mungkin saja sebelumnya timbul banyak urutan peristiwa berlainan. Pada 2008, Gary W. Gibbons dari Universitas Cambridge dan Neil G. Turok dari Perimeter Institute for Theoretical Physics di Ontario menunjukkan bahwa banyak ekstrapolasi memiliki jumlah inflasi yang tak signifikan. Kesimpulan ini konsisten dengan kesimpulan Penrose. Dua-duanya kontraintuitif karena alam semesta flat dan halus sangat tidak mungkin, dan inflasi merupakan mekanisme kuat untuk memperoleh penghalusan dan pemflatan yang dibutuhkan. Tapi keuntungan ini rupanya diimbangi dengan fakta bahwa kondisi untuk berawalnya inflasi begitu improbabel. Manakala semua faktor diperhitungkan, alam semesta jauh lebih mungkin untuk mencapai kondisinya yang sekarang tanpa inflasi, daripada dengan inflasi.

Banyak fisikawan dan astrofisikawan merasa argumen-argumen teoritis ini tak meyakinkan dibanding argumen pendukung inflasi yang lebih memaksa: yakni keserasian antara prediksi awal tahun 1980-an dan observasi kosmologis hebat yang tersedia hari ini. Eksperimen-eksperimen serasi dengan argumen teoritis manapun. Tapi corak aneh dari kisah ini adalah, prediksi awal 1980-an didasarkan pada pemahaman polos tentang bagaimana inflasi bekerja—gambaran yang ternyata salah besar. 


Pergeseran pandangan diawali dengan kesadaran bahwa inflasi bersifat abadi: sekali dimulai, tak pernah berakhir [lihat “Alam Semesta Berinflasi yang Mereproduksi Diri”, tulisan Andrei Linde, Scientific American, November 1994]. Sifat inflasi yang mengekalkan diri merupakan akibat langsung dari kombinasi fisika quantum dan percepatan perluasan. Ingat, fluktuasi-fluktuasi quantum dapat tertunda sedikit ketika inflasi berakhir. [Di kawasan] di mana fluktuasi ini kecil, maka begitu pulalah efeknya. Tapi fluktuasi-fluktuasi acak tak terkendali. Di kawasan ruang tertentu, mereka sangat besar, mengakibatkan penundaan yang substansial.

Kawasan-kawasan jahat penangguh semacam itu amat langka. Anda mungkin merasa aman untuk mengabaikan mereka. Jangan berpikir begitu, sebab mereka berinflasi. Mereka terus tumbuh dan, dalam hitungan jenak, mengerdilkan kawasan bertingkah baik, sampai mengakhiri inflasi tepat pada waktunya. Hasilnya, lautan ruang berinflasi mengepung sebuah pulau kecil yang dipenuhi materi panas dan radiasi. Lebih dari itu, kawasan-kawasan jahat menelurkan kawasan jahat baru, serta pulau materi baru—masing-masing merupakan alam semesta yang berdiri sendiri. Proses ini berlanjut tanpa akhir, menciptakan pulau-pulau dalam jumlah tak terbatas yang dikelilingi ruang yang semakin berinflasi. Jika Anda tak gelisah dengan gambaran ini, jangan cemas—sewajarnya demikian. Kabar menggelisahkan datang berikutnya.

Pulau-pulau tersebut tidak semuanya sama. Sifat acak fisika quantum menjamin bahwa sebagian sangat tidak seragam atau sangat lengkung. Ketidakseragaman mereka terdengar seperti persoalan inflasi buruk yang tadi dibahas, tapi penyebabnya lain. Inflasi buruk terjadi karena parameter pengendali bentuk kurva energi potensial kemungkinan terlampau besar. Di sini ketidakseragaman bisa diakibatkan oleh inflasi abadi dan fluktuasi quantum acak, tak peduli berapapun harga parameternya.

Persisnya, secara kuantitatif, kata “sebagian” di atas mesti diganti dengan “sejumlah tak terhingga”. Di alam semesta yang berinflasi abadi, sejumlah tak terhingga pulau-pulau akan mempunyai atribut seperti pulau-pulau yang kita amati, tapi sejumlah tak terhingga [lainnya] tidak. Hasil inflasi diringkas dengan baik oleh Guth: “Di alam semesta yang berinflasi abadi, apapun yang dapat terjadi akan terjadi; bahkan, akan terjadi tak terhingga kali.”

Jadi, apakah alam semesta kita merupakan pengecualian atau pembatasan? Di sekumpulan pulau tak terhingga, ini sulit dipastikan. Sebagai analogi, asumsikan Anda punya sebuah karung berisi kwarter dan péni dalam jumlah terhingga (kwarter dan péni adalah jenis uang receh—penj). Jika Anda merogoh dan memungut satu koin secara sembarang, Anda bisa membuat prediksi pasti tentang koin mana yang kemungkinan besar terpilih. Tapi jika karung menampung kwarter dan péni dalam jumlah tak terhingga, Anda tidak bisa [memprediksi]. Untuk menaksir probabilitas, Anda menyortir koin-koin ke dalam tumpukan. Anda mulai dengan meletakkan satu kwarter ke tumpukan, lalu satu péni, lalu kwarter kedua, lalu péni kedua, dan seterusnya. Prosedur ini memberi Anda kesan bahwa masing-masing denominasi memiliki jumlah setara. Tapi, cobalah sistem lain, pertama-tama tumpuk sepuluh kwarter, lalu satu péni, lalu sepuluh kwarter, lalu satu péni lagi, dan seterusnya. Sekarang Anda mendapat kesan ada seratus kwarter untuk setiap péni.

Manakah metode penghitungan koin yang benar? Jawabannya, bukan dua-duanya. Untuk sekumpulan koin tak terhingga, ada jumlah cara penyortiran tak terhingga yang menghasilkan rentang probabilitas tak terhingga. Jadi tak ada cara sah untuk menilai koin mana yang lebih mungkin. Dengan pertimbangan yang sama, tak ada cara untuk menilai jenis pulau mana yang lebih mungkin di sebuah alam semesta yang berinflasi abadi.

Nah, Anda pasti bingung. Kalau begitu untuk apa menyebut inflasi menghasilkan prediksi-prediksi pasti—bahwa, contoh, alam semesta adalah seragam atau mempunyai fluktuasi-fluktuasi invarian-skala—jika apapun yang dapat terjadi akan terjadi tak terhingga kali? Dan jika teori tidak menghasilkan prediksi yang bisa diuji, bagaimana mungkin kosmolog mengklaim teori ini selaras dengan observasi, sebagaimana rutin mereka lakukan?


Takaran Kegagalan Kita

Para teoris tidak lalai akan persoalan ini, tapi mereka yakin dapat memecahkannya dan memulihkan gambaran inflasi naif di awal 1980-an yang telah menarik mereka pada teori ini. Banyak teoris tetap menyimpan asa, meskipun sudah bergulat dengan isu ini selama 25 tahun terakhir dan masih harus menghasilkan solusi masuk akal.

Sebagian mengusulkan mengkonstruksi teori-teori inflasi yang tak abadi, untuk memberangus ketakterhinggaan alam semesta. Tapi keabadian merupakan konsekuensi alami inflasi plus fisika quantum. Untuk menghindarinya, alam semesta harus bermula dalam status awal yang sangat istimewa dan dengan bentuk energi inflasi yang istimewa, agar inflasi berakhir di mana-mana di ruang sebelum fluktuasi-fluktuasi quantum sempat membakarnya kembali. Tapi, dalam skenario ini, hasil yang teramati bergantung pada status awal tadi. Itu menggagalkan seluruh tujuan inflasi: yakni menjelaskan hasilnya, tak peduli bagaimanapun kondisi yang ada sebelumnya.

Sebuah strategi alternatif berasumsi pulau-pulau seperti alam semesta teramati yang kita miliki merupakan hasil inflasi yang paling mungkin. Para pendukung pendekatan ini memberlakukan apa yang disebut takaran, sebuah batasan spesifik untuk menimbang jenis-jenis pulau mana yang paling mungkin—analogis dengan menyatakan kita harus mengambil tiga kwarter untuk setiap lima péni ketika menarik koin dari karung. Gagasan takaran, sebagai penambahan ad hoc, merupakan pengakuan terbuka bahwa teori inflasi sendiri tidak menjelaskan atau memprediksi apa-apa.

Yang lebih parah, para teoris sudah menghasilkan banyak takaran yang sama-sama masuk akal, yang membawa pada kesimpulan berbeda-beda. Contohnya adalah takaran volume, yang menyatakan pulau-pulau mesti ditimbang berdasarkan ukuran mereka. Sepintas, pilihan ini masuk akal. Ide intuitif yang mendasari inflasi adalah bahwa ia menjelaskan keseragaman dan keflatan yang kita amati dengan menciptakan volume-volume ruang besar beratribut tersebut. Sayangnya, takaran volume gagal. Alasannya, ini lebih mengkonfirmasi penangguhan/penundaan (procrastination). Pikirkan dua jenis kawasan: pulau-pulau seperti pulau kita dan pulau lainnya yang terbentuk kemudian, setelah lebih banyak inflasi. Berdasarkan pangkat pertumbuhan eksponensial, kawasan-kawasan terakhir akan menempati volume total yang jauh lebih luas. Karenanya, kawasan-kawasan yang lebih muda daripada kita akan jauh lebih lazim. Menurut takaran ini, kita bahkan tak mungkin eksis.

Para penggemar takaran mengambil pendekatan trial-and-error di mana mereka menemukan dan menguji takaran-takaran sampai, mereka harap, menghasilkan jawaban yang diinginkan: bahwa alam semesta kita sangat probabel. Anggap saja kelak mereka akan berhasil. Maka mereka akan butuh prinsip lain untuk menjustifikasi penggunaan takaran tersebut ketimbang takaran lain, bahkan prinsip lain untuk memilih prinsip tersebut, dan seterusnya.

Pendekatan alternatif yang lain lagi melibatkan prinsip antropik. Sementara konsep takaran berpandangan kita hidup di pulau tipikal, pinsip antropik berasumsi kita hidup di pulau non-tipikal dengan kondisi-kondisi minimal yang tepat yang diperlukan untuk menopang kehidupan. Ia mengklaim, kondisi-kondisi di pulau-pulau yang lebih tipikal tidak cocok dengan galaksi atau bintang atau prasyarat lain untuk kehidupan yang kita kenal sekarang. Meskipun pulau-pulau tipikal menempati lebih banyak ruang daripada pulau-pulau seperti kita, mereka dapat diabaikan karena kita hanya tertarik pada kawasan yang berpotensi dihuni manusia.

Sial bagi ide ini, kondisi-kondisi di alam semesta kita tidaklah minimal—alam semesta lebih flat, lebih halus, dan lebih invarian-skala daripada yang semestinya untuk menopang kehidupan. Pulau-pulau yang lebih tipikal, seperti pulau-pulau muda itu, hampir sama-sama dapat dihuni tapi jauh lebih banyak.

Menagih Para Penangguh

Berdasarkan argumen ini, klaim yang sering dikutip bahwa data kosmologi sudah memverifikasi prediksi-prediksi sentral teori inflasi ternyata menyesatkan. Boleh dibilang, data sudah mengkonfirmasi prediksi teori inflasi naif yang kita pahami sebelum 1983, tapi teori ini bukan kosmologi inflasi yang dipahami hari ini. Teori naif itu menduga, inflasi membuahkan hasil yang dapat diprediksi yang diatur oleh hukum fisika klasik. Kenyataannya, fisika quantumlah yang mengatur inflasi, dan apapun yang dapat terjadi akan terjadi. Lantas, jika teori inflasi tidak membuat prediksi tegas, apa gunanya?

Masalah dasarnya adalah, penangguhan tidak memikul hukuman—sebaliknya, ia diberi ganjaran positif. Kawasan-kawasan jahat yang menunda penghentian inflasi terus tumbuh dengan laju mencepat, sehingga mereka mengambil alih tanpa kecuali. Dalam situasi ideal, kawasan jahat manapun akan mengembang lebih pelan—atau, yang lebih baik, menyusut. Sebagian besar semesta akan terdiri dari kawasan-kawasan bertingkah baik yang mengakhiri fase penghalusan tepat pada waktunya, dan alam semesta teramati milik kita akan sangat normal.

Sebuah alternatif untuk kosmologi inflasi yang diusulkan saya dan kolega, dikenal sebagai teori siklik, persis mempunyai atribut ini. Menurut gambaran ini, big bang bukanlah permulaan ruang dan waktu [lihat Mitos Permulaan Waktu, tulisan Gabriele Veneziano, Scientific American, Mei 2004], melainkan “lambungan” dari fase penyusutan terdahulu menuju fase perluasan baru, diiringi pembentukan materi dan radiasi. Teori ini siklik karena, setelah setriliun tahun, perluasan beralih ke penyusutan, dan lambungan baru menuju perluasan lagi. Poin kuncinya adalah, penghalusan alam semesta berlangsung sebelum bang, selama periode penyusutan. Kawasan penangguh jahat manapun terus menyusut sedangkan kawasan bertingkah baik melambung tepat waktu dan mulai mengembang, sehingga kawasan jahat tetap tergolong kecil dan tak berarti.

Penghalusan selama penyusutan memiliki konsekuensi yang nyata. Selama fase penghalusan, entah dalam teori inflasi ataupun teori siklik, fluktuasi-fluktuasi quantum menghasilkan distorsi-distorsi kecil acak yang menjalar di ruangwaktu, dikenal sebagai gelombang gravitasi, yang meninggalkan jejak khas pada radiasi gelombang mikro latar. Amplitudo gelombang-gelombang ini berbanding dengan densitas energi. Inflasi akan terjadi ketika alam semesta amat padat/rapat, sedangkan proses sepadan dalam model siklik akan terjadi ketika alam semesta nyaris hampa, sehingga jejak-jejaknya akan sangat berbeda. Tentu saja, teori siklik relatif baru dan mungkin mengandung masalah, tapi ia mengilustrasikan adanya alternatif-alternatif masuk akal yang tidak didera inflasi abadi tak terkendali. Penelitian pendahuluan kami menyiratkan model siklik juga menghindari masalah-masalah lain yang dikemukakan di awal.

Saya sudah menyajikan bukti pendukung dan penentang inflasi sebagai dua ekstrim tanpa kemungkinan pemeriksaan silang atau sedikit perbedaan. Dalam sebuah pertemuan yang diadakan bulan Januari di Princeton Center for Theoretical Science untuk mendiskusikan isu-isu ini, banyak teoris terkemuka berargumen bahwa persoalan-persoalan inflasi hanyalah kesulitan awal dan tidak boleh menggoyahkan keyakinan kita terhadap ide dasarnya. Yang lain (termasuk saya) berpendapat persoalan ini menusuk inti teori, dan [teori ini] perlu perbaikan besar atau harus diganti.

Pada akhirnya, perkara ini akan diputuskan dengan data. Observasi mendatang terhadap radiasi gelombang mikro latar akan bicara. Eksperimen untuk mencari jejak gelombang gravitasi sedang dijalankan di puncak-puncak gunung, pada balon-balon tinggi, dan satelit-satelit onboard, dan hasilnya semestinya muncul dalam dua sampai tiga tahun ke depan. Terdeteksinya jejak gelombang gravitasi akan mendukung inflasi; kegagalan mendeteksinya akan menjadi langkah mundur besar. Agar inflasi masuk akal, terlepas dari hasil nihilnya, kosmolog harus menduga bahwa medan inflasi memiliki tenaga amat ganjil dengan bentuk yang tepat untuk memberangus gelombang gravitasi yang bekerja keras. Banyak periset akan condong pada alternatif-alternatif, seperti teori alam semesta siklik, yang secara alami memprediksi sinyal gelombang gravitasi kecil dan tak teramati. Hasilnya akan menjadi momen kritis dalam upaya kita untuk menentukan bagaimana alam semesta menjadi seperti sekarang dan apa yang akan terjadi padanya di masa depan.