Selasa, 29 April 2014

Religiusitas Romo Mangunwijaya



Pada bulan Juli, sekitar 19 tahun silam, Mahkamah Agung mengabulkan tuntutan ganti rugi puluhan warga korban penggusuran Kedung Ombo. Di masa Soeharto berkuasa, mengkritik dan melawan kehendak pemerintah yang sewenang-wenang bukanlah hal yang biasa. Di belakang gerakan warga itu, berdiri seorang rohaniawan Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau akrab dipanggil Romo Mangun.

Kali ini kita akan belajar dan mengingat kembali sosok multidimensi. Dia seorang tokoh agama Katolik, seorang imam atau romo projo, yang selama ini lebih banyak menghabiskan hidupnya untuk melayani masyarakat kecil.

Dia dikenal sebagai pembela warga korban gusuran Waduk Kedungombo, sebuah waduk terbesar di Jawa Tengah. Romo Mangun juga menjadi inspirator pemulihan pemukiman kumuh di bantaran Kali Code Yogyakarta menjadi lebih manusiawi.

Di bulan puasa ini, kita ingin belajar banyak dari seorang Romo Mangun terutama tentang religiusitas atau sikap beragama yang tidak sekadar beragama. Agama lebih menunjukkan kelembagaan kebaktian kepada Tuhan. Sedangkan religiusitas, lebih dari sekadar agama.

Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan di Konferensi Waligereja Indonesia, Romo Antonius Benny Susetyo Projo, mengaku mengenal Romo Mangun sejak lama. Selama mengenal sosoknya, laki-laki yang akrab disapa Romo Benny ini menyebutkan, dari sekian banyak ciri khas yang dimiliki oleh Romo Mangun, ada sejumlah ciri yang sangat dikenal oleh masyarakat secara luas; yakni sifat dermawan dan rendah hatinya.

“Saat kasus Kedungombo mencuat, ia sibuk mengumpulkan barang-barang bekas dan pakaian-pakaian untuk diberikan kepada ribuan warga yang terkena gusuran akibat pembangunan waduk itu. Ia memiliki prinsip bahwa menjadi seorang pastur tidak hanya melayani umatnya, melainkan semua umat,” kata Romo Benny.

Selain itu, lanjut Romo Benny ia juga dikenal sebagai sosok yang anti kemapanan. Ia kerap mengkritik pola hidup para rohaniwan yang memiliki pola hidup seperti kaum borjuis. “Yang saya ingat komentarnya pada saat itu adalah bahwa seorang pastur tidak pantas memiliki gaya hidup seperti itu. Karena tugas seorang pastur adalah melayani masyarakat yang heterogen. Yang terdiri dari kaum miskin dan kaya,” ujarnya.

Bagi Romo Benny, sosok seorang Romo Mangun juga dapat dijadikan sebagai panutan. Romo Mangun, kata dia, tak segan-segan memberikan motivasi kepada juniornya. Termasuk kepada dirinya. Ia mengingat, Romo Mangun pernah memintanya untuk menjadi seorang penulis. “Pada saat itu, saya habis mengalami kecelakaan dan untuk sementara menghentikan aktivitas saya di gereja. Kemudian Romo Mangun dating dan menyemangati saya untuk memiliki kegiatan sebagai penulis,” kenangnya.

Seorang peneliti, penulis juga salah seorang sahabat Romo Mangun, Mohamad Sobari berpendapat, sosok Romo Mangun patut disandingkan dengan nama besar tokoh pluralisme Indonesia—Gus Dur. “Karena baik Gus Dur dan Romo Mangun memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat. Namun, mereka memiliki cara sendiri dalam menerapkan idealismenya,” tutur laki-laki yang akrab disapa Kang Sobari ini

Senada dengan Sobari, Romo Benny sepakat dengan apa yang diungkapkan oleh Sobari. Menurutnya, pemikiran Romo Mangun jauh ke depan. Seolah-olah dia bisa meramalkan apa yang akan terjadi di kemudian hari. Makanya, banyak yang beranggapan bahwa pemikirannya kontoversi. Satu hal yang juga lekat pada Gus Dur. “Romo Mangun memang memiliki ide yang ke depan,” katanya singkat.

Sebagai seorang rohaniawan Katolik, Romo Mangun menurut Kang Sobari, sangat getol dalam memanifestasikan teologi progresif revolusioner atau sering juga disebut teologi pembebasan. Teologi yang memihak kaum kecil atau membebaskan kaum tertindas dari berbagai macam penindasan layaknya penindasan ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya.

“Romo Mangun terkenal sebagai orang yang ngopeni (perhatian) terhadap sesuatu yang tidak terawat. Sikap perhatian romo mangun tersebut sebagian terlihat dari karya-karya arsitektur beliau yang telah mendapat lusinan penghargaan,” katanya.

Kang Sobari juga menganggap bahwa sosok Romo Mangun merupakan sosok yang pantas dikagumi. Beliau merupakan rohaniwan yang kerjaannya penuh pesona. Ia juga menganggap Romo Mangun sebagai sosok yang unik. “Sosok seperti Romo Mangun merupakan sosok yang unik. Yang belum tentu bisa dijumpai dalam kurun waktu 100 tahun,” katanya.

Senin, 28 April 2014

Adegan Kolosal di Tatar Banten

 


“Saat itu, semua yang hadir dan menyaksikan adu tanding kesumat itu merasa takjub dan heran ketika kedua ayam yang sama gagah dan perkasanya belum menandakan ada yang akan kalah di tengah arena. Bila ayam yang satu terpantik atau terjangkar oleh ayam yang lainnya, maka para pendukungnya akan bersorak gembira, dan begitu juga sebaliknya”

Ketika kedua belah pihak telah bersepakat, dan telah menyiapkan ayam yang akan disabungkan, maka di hari itu, pada 11 Rabiul Awal, orang-orang dari istana Pakuan Banten Girang dan para adjar dan pandita di Gunung Pulosari telah berkumpul untuk menyaksikan pertandingan sabung ayam antara Maulana Hasanuddin dan Prabu Pucuk Umun. Saat itu, ayam keduanya saling mematuk, menghantam, mencabik, atau sesekali menghindari serangan lawannya, sebelum saling menyerang satu sama lain, yang diiringi oleh sorak-sorai para pendukung Maulana Hasanuddin dan Prabu Pucuk Umun secara bergantian atau pun bersamaan.

Saat itu, semua yang hadir dan menyaksikan adu tanding kesumat itu merasa takjub dan heran ketika kedua ayam yang sama gagah dan perkasanya belum menandakan ada yang akan kalah di tengah arena. Bila ayam yang satu terpantik atau terjangkar oleh ayam yang lainnya, maka para pendukungnya akan bersorak gembira, dan begitu juga sebaliknya.

Adu-tanding sabung ayam itu juga disaksikan oleh Prabu Seda Sakti dan Jang Kangkalang dari Pakuan Pajajaran dan Agus Jong dan Agus Ju dari Pakuan Banten Girang. Sementara itu, Maulana Hasanuddin dan Prabu Pucuk Umun saling mengadu doa dan mantra agar ayam-ayam jalu mereka tetap gagah dan perkasa saat saling menyerang secara bersamaan dan bergantian. Anehnya, tanding sabung ayam yang telah berlangsung sejak pagi hingga sore itu belum juga menampakkan mana yang kalah. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan adu tanding sabung ayam itu keesokan harinya.

Dan begitulah selanjutnya, adu tanding sabung ayam antara ayam Maulana Hasanuddin dan Prabu Pucuk Umun itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dengan kekalahan ayam jalu milik Prabu Pucuk Umun. “Sekarang sudah terbukti ayam milikku yang menang? Lalu apa keinginanmu selanjutnya?” Ujar Maulana Hasanuddin. “Tentu saja saya tetap tidak akan takluk dengan agama yang engkau bawa, dan saya akan beradu tanding di medan laga!” Jawab Prabu Pucuk Umun. Ketika itu, Maulana Hasanuddin memberi isyarat kepada dua pengikutnya yang bernama Ki Santri untuk menghadapi dan melawan Prabu Pucuk Umun, dan ketika dua Ki Santri hendak memegang lengan Prabuk Pucuk Umun, seketika Prabu Pucuk Umun pun melompat ke atas pohon kelapa dan masuk ke dalam cumplung kelapa, sembari berteriak: “Silahkan cari di mana gerangan aku berada?”

Namun Maulana Hasanuddin pun kembali memberi isyarat kepada dua Ki Santri agar memanjat pohon kelapa tersebut, dan mereka pun segera meluruhkan dan melepaskan cumplung kelapa tempat persembunyian Prabu Pucuk Umun itu hingga jatuh ke tanah. Dan ketika itu pula Prabu Pucuk Umun kembali memekik sambil keluar dari cumplung kelapa tersebut. Melihat keadaan itu, giliran Ki Mas Jong yang melompat untuk menangkap Prabu Pucuk Umun, yang pada saat itu pun Prabu Pucuk Umun menantang Ki Mas Jong untuk dapat mencari dirinya yang memang segera menghilang dan bersembunyi itu. Ketika itulah Maulana Hasanuddin memerintahkan dua Ki Santri untuk mencarinya di setiap bunga melati yang hendak mekar, dan bantinglah bila menemukan bunga tersebut.

Betul saja. Prabu Pucuk Umun memang bersembunyi di dalam bunga melati, dan saat Ki Santri mendapatkan bunga melati tempat persembunyiannya itu, Ki Santri pun menyerahkannya kepada Maulana Hasanuddin, yang segera membanting bunga melati tersebut hingga terlontarlah kilatan-kilatan api yang diiringi pekikan suara Prabu Pucuk Umun. Saat itu, Maulana Hasanuddin cepat-cepat memberi isyarat kepada Ki Santri untuk menangkapnya, meski Ki Santri gagal melakukannya karena Prabu Pucuk Umun ketika itu melompat dan terbang ke udara, bersembunyi di balik awan putih, yang segera diikuti oleh dua Ki Santri, hingga mereka bertarung di angkasa.

Setelah Ki Santri merasa tak punya lagi kesempatan untuk menangkap Prabu Pucuk Umun, segera pula memutuskan kembali ke Waringin Kurung. Sebagian cerita menyatakan bahwa Prabu Pucuk Umun terpukul kepalanya hingga jatuh ke bumi, dan kemudian menyelam ke dalam bumi hingga sampai ke Tamansari, Pandeglang atau pergi ke Ujung Kulon.

Begitulah diceritakan bahwa Maulana Hasanuddin selama bertahun-tahun ada di daerah Gunung Pulosari demi menyebarkan agama Islam. Juga ke Gunung Karang, Gunung Aseupan, dan tempat-tempat di sekitarnya hingga sebanyak 798 orang resmi menganut agama Islam, yang di dalamnya termasuk para ajar dan kaum pandita. Sedangkan mereka yang tetap tak mau menganut agama Islam adalah: Prabu Pucuk Umun yang tinggal di Ujung Kulon, Prabu Anggalarang yang tinggal di Tanjung Tua, Lampung. Prabu Linggawastu yang tinggal di Gunung Raja Basa, Lampung. Prabu Langga Buana yang tinggal di Gunung Gede, Cilegon. Prabu Munding Kalongan yang tinggal di Gunung Kadesa, Puncakmanik. Prabu Bramakandil yang tinggal di Gunung Pulosari. Prabu Seda Sakti yang tinggal di Tanjung Pujut atau di kawasan Teluk Banten. Prabu Mundalati yang tinggal di Gunung Kendeng, Lebak. Prabu Jang Kangkaleng Jang Kangkarang yang tinggal di Gunung Karang, dan Prabu Dewa Ratu yang tinggal di Gunung Panaitan.

Prabu Pucuk Umun, yang merupakan keturunan Pajajaran itu, dapat disilsilahkan sebagai berikut: Kudalalean memiliki anak bernama Banjaran Sari memiliki anak bernama Mundingsari memiliki anak bernama Mundingwangi memiliki anak bernama Sari Pamekas. Juga dapat disilsilahkan sebagai berikut: Prabu Seda memiliki anak tiga orang, yaitu Hariang Banga yang menjadi Ratu di Galuh, yang kedua Jaka Susuruh atau Raden Tanduran, dan yang ketiga adalah Ciung Wanara yang meniliki anak bernama Lutung Kasarung memiliki anak bernama Prabu Darmaraja memiliki anak bernama Prabu Sakti memiliki anak Prabu Dewata memiliki anak Prabu Jaya Dewa memiliki anak Prabu Manditi memiliki anak Prabu Dewa Pakuan memiliki anak Prabu Raja Dewa memiliki anak Prabu Guru Tunggal Sakti memiliki anak Prabu Guru Tunggal Seda memiliki anak Prabu Tunggal Buana memiliki anak Prabu Seda Raja memiliki anak Prabu Pucuk Umun atau Ragamulya Surya Kencana memiliki anak Sang Kangkaleng penunggu periuk tembaga atau Dalung di Banten Girang yang juga tidak mau menganut agama Islam.

Dari putra yang lain menurunkan Prabu Anggalarang yang mempunyai anak Prabu Lingga Wastu yang memiliki anak Pangeran Lingga Tunggal yang memiliki anak Susuk Tunggal yang memiliki anak Susuk Djati yang memiliki anak-anak Pakuan dan yang kemudian memiliki anak Lingga Lumaya. Demikianlah diceritakan Prabu Pucuk Umun atau Panembahan Pulosari akhirnya tinggal di Ujung Kulon hingga akhir hayatnya. 





Sabtu, 26 April 2014

Hikayat Ki Ragil dan Silat Bandrong Banten

Ketika Sultan Maulana Hasanudin dinobatkan menjadi Sultan di Banten (1552-1570), beliau mempunyai seorang patih yang bernama Kiayi Semar (Ki Semar), yang berasal dari kampung Kemuning Desa Tegal Luhur. Sang patih pada hari Jum’at selalu izin kepada sultan untuk kembali ke kampungnya karena pada hari tersebut ia berdagang daging kerbau di pasar Balagendong, Desa Binuangeun (Serang Timur). Pada suatu hari ketika Ki Semar sedang berjualan di lapaknya dan tiba–tiba datanglah seseorang yang akan membeli dagangannya, orang itu bernama Kiayi Asyraf (Ki Sarap) yang tujuannya untuk membeli limpa atau sangket. Tapi oleh Ki Semar keinginan si pembeli disepelekan karena dianggapnya orang miskin tak akan mampu membeli sangket yang harganya sangat mahal, padahal Ki Sarap sebenarnya ingin membelinya. Karena Ki Sarap memaksa untuk membeli sedangkan Ki semar tetap bertahan tidak mau menjualnya, sehingga suasana menjadi tegang, kemudian terjadilah pertangkaran mulut, dan akhirnya terjadilah bentrokan fisik.

Tangan Ki Sarap dikelit dan ditekuk di belakang punggung, dan dengan angkuh serta melecehkan, Ki Semar mengatakan “tak mungkin orang miskin seperti kamu mampu membeli barang daganganku ini”. Ki Sarap sangat marah disebut sebagai orang miskin, namun ia diam saja menahan amarah karena kejadian tersebut di tempat umum. Akhirnya dia pulang dengan tangan hampa tanpa membawa sangket yang diinginkannya, sementara pikirannya dipenuhi perasaan tersinggung oleh ucapan Ki semar yang sangat menyakitkan hatinya. Demikian, timbulah rencana untuk menghadang Ki Semar dalam perjalanan pulang ke rumahnya.

Sekitar pukul 10.00 pagi, ketika para pedagang di pasar mulai bubar dan Ki Semar mulai beranjak pulang pula menuju rumahnya di kampung Kemuning. Di tempat yang sepi antara Balagendong dan kampung Kemuning, tiba–tiba muncul Ki Sarap di tengah jalan menghadang Ki Semar, saat itu Ki Sarap yang hatinya sudah dipenuhi kemarahan tanpa basa–basi lagi langsung menyerang Ki Semar yang berusaha membela dirinya sehingga terjadilah adu kekuatan ilmu kemonesan alias ilmu kesaktian atawa kanuragan bin kadigdayaan.

Begitulah, saat itu, masing–masing mengeluarkan ilmu ketangkasan dan kehebatannya. Memang, mereka berdua sama–sama kuat, tangkas dan sakti dalam hal kanuragan. Perkelahian antara keduanya itu berlangsung sejak jam 11.00 siang sampai jam 18.00 sore menjelang magrib. Ki Sarap telah mengeluarkan seluruh kemampuannya, semua jurus, kelit, seliwa kurung, lima pukul, sepak kombinasi, sodok dan seribu satu langkah telah dikeluarkannya. Tapi Ki Semar juga sama tangguhnya, setiap kali kena benturan pukulan keras Ki Sarap, setiap kali itu pula benturannya mengeluarkan suara seperti gendring dan juga mengeluarkan kilatan api dari tubuh Ki Semar.

Begitu pula Ki Sarap yang tangguh, yang menguasai ilmu pencak Silat Bandrong itu, tubuhnya sama sekali tak dapat disentuh oleh serangan–serangan Ki Semar yang datang beruntun seperti air bah. Pencak Silat Bandrong sangat ampuh sebab dalam langkah dan jurusnya terdapat banyak versi dan variasi pukulan, mampu berkelit dari pukulan atau tendangan musuh, bacokan golok, tusukan pisau atau senjata apapun. Seorang pesilat Bandrong akan dapat berkelit dengan sangat indah, licin dan gesit luar biasa. Bahkan serangan baliknya sangat membahayakan bagi lawan–lawanya.

Semakin keras serangan musuhnya, semakin keras pula jatuhnya, bahkan pesilat Bandrong dapat menawarkan kepada musuhnya ingin jatuh terlentang atau telungkup, bahkan terpelanting. Hal seperti ini akan membuat musuh–musuhnya kewalahan.

Dan kembali kepada duel antara Ki Sarap dan Ki Semar, di mana keduanya ternyata sama–sama sakti. Ki Semar sangat kebal pukulan, sementara Ki Sarap sangat licin bagai belut dan tangkas menyerang seperti ikan bandrong yang melesat terbang dan menukik. Ketika alam mulai gelap dan senja telap lenyap berganti magrib, tiba–tiba Ki Sarap menghadapkan tubuhnya ke arah kiblat dan kepalanya menengadah ke langit bermunajat dan melakukan istighosah kepada Allah Swt, dan setelah selesai berdo’a terlihat kakaknya yang bernama Ki Ragil (kelak menjadi nama Kecamatan Kragilan, Serang, Banten) sedang duduk di pelepah pohon Aren yang tinggi, yang ternyata sudah lma memperhatikan pertarungan dua pendekar tersebut.


Melihat itu Ki Sarap pun berteriak: ”Kakak! Sudah sejak pagi hingga sore aku bertarung melawan orang ini, tapi belum ada yang kalah” . Ki Ragil pun bertanya: ”Apa kamu sudah lelah atau kewalahan?”, “Hai adikku, ini ambillah golokku dan tebaslah leher musuhnmu!” ujar Ki Ragil sambil menjatuhkan goloknya. Kemudian Ki Sarap mengambil golok itu dan menebas leher Ki Semar, dengan sekali tebas kepala Ki Semar pun terpental puluhan meter, lalu kepala itu berputar seperti gangsing dan kemudian menghujam ke dalam tanah. Hingga saat ini tempat kepala terkubur itu terletak di pinggir sungai di tepi hutan antara Balagendong dan kampung Kemuning yang kemudian menjadi tempat yang sepi dan angker karena banyak gangguan mahluk halus hingga sekarang ini. 

Senin, 21 April 2014

Makna Simbolik dan Misi Politis Dollar Amerika



“Kekuasaan kita adalah ketika mata kita mengawasi dunia, dan seluruh dunia terarah kepada mata uang kita”. Itulah inti misi simbolik One Dollar. “Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutang ” (Amsal 22:7). Itulah rumus IMF dan Bank Dunia.

Tentu saja, mata uang sebagai “poros inti” pertukaran dan modus ekonomi adalah hal yang paling utama sebagai instrument kekuasaan: “Manusia harus memandang pada satu arah yaitu kekuatan mata uang, sebagaimana yang dilambangkan oleh mata uang satu Dollar Amerika”. Dan sebagaimana kita tahu, seluruh struktur perekonomian global telah dikuasai oleh kaum Zionis, semisal World Bank dan IMF. Hingga Prof. J. S. Malan, seorang ahli ekonomi dari Universitas Sao Paolo mengatakan: “Setiap bangsa akan menanggung hutang yang berat dan mereka tidak akan mampu membayarnya sehingga mereka menjadi budak yang setia dan patuh terhadap perintah. Kekuatan IMF sangat absolut sehingga tidak akan ada satu negara pun yang mampu mendapatkan satu sen pun, kecuali atas persetujuan atau arahan IMF.”

Kekuasaan IMF adalah puncak dari tangan dan kekuatan gerakan Zionis yang ternyata mendapatkan inspirasinya dari Kitab Amsal, “Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutang”  (Amsal 22:7) dan Kitab Kejadian: “Mereka harus menguasai seluruh ladang kerana terlalu kelaparan yang ditanggung bangsa di muka bumi. Kaum Zion akan menjadikan seluruh bangsa merangkak dan mengemis kepada kekuasaannya” (Kejadian 47:13-20).

Barangkali kita lupa makna simbolik Hari Kemerdekaan Amerika Serikat, yaitu itu 4 Juli. Pada saat itu dibentuk panitia untuk membuat mata uang Amerika (Dollar) yang terdiri dari: Benyamin Franklin, Thomas Jefferson, John Adams, dan Pierre du Simitiere yang semuanya adalah para anggota Komunitas Zion tingkat ke 33. Bahkan Thomas Jefferson adalah pengikut agama Desime yang menjadi pelopor lahirnya pemikiran unitarian. Pada saat itu, pemikiran Adam Weishaupt melalui bukunya yang berjudul Novus Ordo Seclorum telah merasuki seluruh jiwa para anggota Zion (Freemason). Sebagai penghargaan kepada Adam Weishaupt, seorang tokoh sentral Zionis, mereka menyepakati bahawa lambang satu dollar Amerika memakai simbol-simbol Zion dan mencantumkan nama judul buku Weishaupt tersebut sebagai motto pada uang dolar Amerika.

Mereka tidak memilih mata uang dalam bentuk pecahan lima, sepuluh atau dua puluh karena pecahan satu dollar mewakili pemikiran “satu dunia baru”. Itulah sebabnya pada pecahan satu dollar tersebut sarat dengan falsafah Zionis. Barangkali di sini masih tepat untuk kembali mengutip Prof. J. S. Malan dalam tulisannya, New Age Reforms: “Seluruh sumber daya alam dunia seperti monitor dan industri harus dikontrol sepenuhnya oleh “pemerintahan dunia” karena dengan cara seperti ini, seluruh dunia hanya mempunyai satu sistem monitor yang pengawasannya di bawah satu badan yang tersentralisasi. Dengan cara sepertii ini memungkinkan “pemerintahan dunia” menjalankan kebijaksanaannya untuk mengendalikan seluruh negara dan rakyat di seluruh dunia.” Dengan kata lain, dunia harus “tunduk” dan “menyembah” kepada dollar.

Dalam hal inilah, seluruh Lembaga Keuangan Internasional yang telah dirintis oleh Mayer Rothchild harus menunjukkan keperkasaannya dalam bidang keuangan. Pemilikan saham perbankan, perusahaan multinasional dan teknologi termasuk mikrochip harus dimiliki secara mayoritas oleh persaudaraan anggota Zionis (Freemason). Begitulah, Pakar Teologi Protestan Amerika, Batt Robertson, mengatakan bahawa lambang yang ada pada lembaran uang dollar Amerika itu sama sekali tidak berhubungan dengan kemerdekaan Amerika. Melainkan hanya penegas misi kaum Zion. Batt Robertson menyatakan bahwa yang merancang uang dollar Amerika itu adalah seorang bernama Charles Thompson, anggota Kongres dan seorang penganut Zionis (Freemason) tulen.

Tak hanya itu, Pean Happies menulis sebuah buku menarik berjudul ‘”Jalan Menuju Dunia Diktator Yahudi”, mengatakan bahwa dollar Amerika adalah murni mata uang Zionis Israel karena itulah tidaklah aneh kalau Raja Zionis meletakan copnya pada mata uang Amerika tersebut. Sebelum itu, tepatnya pada 1848, Menteri Kehakiman Perancis yang juga seorang keturunan asli Yahudi (Zionis), anggota elit kelompok Masuniyyah tingkat ke 33 dan salah seorang tokoh Gerakan Puak Yahudi (Zionis) Sedunia menulis:Hari inii telah dekat masanya, ketika Orchalma menjadi rumah sembahyang (bait as-solah). Di sini akan berkibar satu-satunya bendera Israel,  dan akan naik di atas pantai-pantai yang sangat jauh”. 


Minggu, 20 April 2014

Silsilah Islam, Zoroaster, Hindu, dan Yahudi



Penulisan silsilah ini meskipun rentan pemalsuan untuk kepentingan legitimasi agama baru Baha’i. Apalagi mengaku keturunan Imam Mahdi yang Ghaib sehingga data dan validitasnya sebagai keturunan Imam yang ghaib pun ikut ghaib, namun penulisan data silsilah ini menjadi penting sekedar untuk pelestarian data genealogis khususnya bagi keluarga Ba’alawy / Al-alawy Al-Husaini; karena ternyata keluarga Ba’alawy selain bersambung silsilahnya ke Nabi Muhammad SAW, lantas ke Nabi Ismail AS, Nabi Ibrahim AS (+ Siti Hajar/Hagar), Nabi Nuh AS, Nabi Syits AS dan Nabi Adam AS; yang dari silsilah tersebut bersambungnya ke nama Imam Ja’far as Shadiq melalui putra bungsunya Ali Uraidi (dapat disambungkan ke silsilah keluarga besar Ba’alawy masing-masing sampai ke nama kita).

Yang menarik lagi, melalui silsilah ini, keluarga Ba’alawy/Al-alawy Al-Husaini secara tautan leluhur garis perempuannya / genealogis (bukan ilmu nasab yang patrinealistik) dapat menyambungkan silsilah genealogisnya ke jalur leluhurnya yang lain, yakni kepada:

1. Keturunan Raja-raja Persia Dinasti Sassanid yang bersambung ke Cyrus the great (konon dianggap sebagai nabi Zulkarnain); Zoroaster / Zaratustra / Nabi-nya kaum Zoroaster (Monoteisme Kuno) yang keturunan Midian bin Nabi Ibrahim + Keturah. Jalur silsilah genealogis ini bersambung ke keluarga Ba’alawy melalui ibu Imam Ali Zainal Abidin, yakni Bibi Shahrbanu putri Yazdegird III (Raja Terakhir Persia Dinasti Sassanid) istri dari Imam Husein cucu baginda Rasul Muhammad SAW.

2. Keturunan Raja-raja dan Nabi-nabi Bani Israil / Yahudi, Davidic Dynasti, keturunan Nabi Sulaiman AS, Nabi Daud AS, Nabi Yaqub AS, Nabi Ishaq AS, Nabi Ibrahim AS + Siti Sarah. Jalurnya melalui ibunda Imam Ali Zainal Abidin pula, Shahrbanu yang keturunan Raja Yazdegird I yang menikahi putri pemimpin pengasingan Etnis Yahudi di Babylonia dan kemudian Persia yakni “Shushandukt binti Nathan bin Abba bin Mar Ukban III dst… sampai ke Nabi Sulaiman bin Nabi Daud dst. Jalur genealogis keluarga Alawiyyin ke Bani Israel selain melalui jalur silsilah di atas, juga melalui jalur ibunda dari kakeknya Nabi Muhammad, yakni ibunda dari Abdul Muthalib, Salmah binti ‘Amr dari Bani Najjar, salah satu suku Yahudi-Arab di Yatsrib/Madinah pada masa itu.

3. Keturunan tokoh suci Hindu, Krishna / Prabu Kresna keturunan Ishbak / Ishvaku bin Nabi Ibrahim AS + Keturah. Jalurnya melalui ibunda Imam Ali Zainal Abidin pula, Shahrbanu yang keturunan Peshotan putra Vishtaspa II, Peshotan / Pershotan beribukan Kassaradese-Vasthi putri Krishna.