Sabtu, 31 Mei 2014

Sejarah Kebrutalan Wahabi




Ketika Sufi Kenthir menyampaikan kepada para sufi tulisan KH. Thabary Syadzily al Bantani di Facebook tentang Syekh Abdul Hadi asal Jaha Cilegon Banten, keluarga Syekh Nawawi bin Umar Al-Bantany yang dibantai kaum badui Salafi-Wahabi di Makkah saat memangku cucunya, membuat Sufi Jadzab menangis tersedu-sedu. Lalu seperti tidak perduli dengan orang-orang di sekitarnya, dengan suara lantang seperti orang membaca puisi, Sufi Jadzab dengan terisak-isak berkata ,”Sewaktu ramalan Rasulullah Saw tentang bakal munculnya kaum sesat dari sebelah timur Madinah yang membahayakan umat Islam telah menampakkan tanda-tanda yang nyata, darah pun tumpah ruah membanjiri padang-padang gersang di atas gelak-tawa, raungan, jeritan, lenguhan, geraman kaum sesat terkutuk yang merampok, menjarah, menganiaya, memperkosa, membunuh, dan memangsa kaum muslimin dengan rasa bangga dan kepuasan maniac psikopat. Waspadalah wahai orang-orang beriman! Waspadalah, karena kaum sesat terkutuk yang diramalkan Nabi Saw itu sudah bergentayangan di sekitarmu dengan mulut meneteskan liur darah, lidah bercabang yang terjulur dan taring tajam yang berkilau karena haus darah kalian.”

Para sufi diam. Sebagian menarik nafas berat. Sebagian terperangah dengan mulut berdecak. Dullah yang duduk di samping Sufi tua, bertanya kepada Guru Sufi ingin tahu,”Mbah Kyai, apakah kaum Salafi-Wahabi sebuas dan seganas yang digambarkan Mbah Kasyful Majdzub?“

Setelah menarik nafas berat, Guru Sufi berkata menjelaskan,“Semenjak Wahabi-Sa’ud memproklamasikan jihad terhadap siapa pun yang berbeda pemahaman tauhid dengan mereka pada tahun 1746 Masehi, tindak kekerasan berupa penggerebegan, razia, penyiksaan, penjarahan, bahkan pembunuhan terhadap kaum muslimin yang mereka nilai telah musyrik dan kafir. Tahun 1761 Wahabi-Sa’ud telah menguasai sebagian besar Jazirah Arab, termasuk Najd, Arabiah tengah, ‘Asir, dan Yaman. Selama rentang masa itulah para sayyid, syarif, habib mengaku ahlul bait keturunan Sayidina Ali berduyun-duyun meninggalkan Jazirah Arab masuk ke Nusantara. Pendek kata, di bawah Malik Abdul Aziz ibnu Sa’ud, faham Wahabi-Sa’ud mengalami kejayaan sampai masa matinya Muhammad bin Abdul Wahab tahun 1791.”

“Bulan Dzulqa’dah tahun 1216 Hijriyyah atau 1802 Masehi, Sa’ud ibnu Sa’ud putera sulung Malik Abdul Aziz membawa 12.000 orang pasukan menyerang Karbala. Dengan ganas mereka merusak dan menjarah makam Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib, membantai siapa pun penduduk yang berada di sekitar makam dan membasmi siapa pun yang berusaha menghalangi. Sekitar 5000 orang penduduk Karbala tewas dibantai. Hartanya dijarah sebagai pampasan. Sewaktu kabar ini sampai ke negeri-negeri muslim lain, Khalifah Turki, Mahmud II, dikecam banyak pihak karena gagal menjaga makam Imam Husein dari keganasan kaum Wahabi. Jadi yang diucapkan Mbah Kasyful Majdzub tidak asal mengigau, tapi ada fakta sejarahnya.”

“Maaf Mbah Kyai, adakah buku rujukan yang bisa dipakai sebagai dasar pijakan tentang peristiwa kebiadaban Wahabi-Sa’ud itu?” tanya Dullah ingin penjelasan.

“Cari dan baca tulisan Charles Allen yang berjudul God’s Terrorist, The Wahhabi Cult and the Hidden Roots of Modern Jihad (2006),” kata Guru Sufi menjelaskan,”Semua memuat data sejarah dari tindak kebiadaban kaum badui biadab itu.”

“Tapi Mbah Kyai,” sahut Dullah berkilah,”Mana mau Salafi-Wahabi mengakui fakta sejarah yang ditulis orang kafir seperti Charles Allen? Mereka pasti akan menolak kenyataan historis yang dipaparkan Charles Allen itu sebagai fitnah, sebagaimana kita faham watak mereka.”

“Lho itu sejarah faktual bukan soal ditulis oleh siapa,” kata Guru Sufi menjelaskan lebih rinci,”Soalnya, sejarawan Wahabi sendiri, yaitu Utsman ibnu Abdullah ibnu Bisyr an-Najdi dalam tulisan berjudul Unwan al-Majd fi Tarikh Najd, menggambarkan tragedi pembantaian Karbala itu seperti ini,“Pasukan yang dipimpin Sa’ud yang menunggangi kuda-kuda pilihan yang terbaik, yang terdiri dari orang-orang badui Najd, orang-orang selatan, Hijaz, Tihamah dan lainnya, bergerak menuju Karbala,…maka orang-orang Islam memenuhi kota itu, mengepung dinding-dindingnya, dan masuk ke daerah tersebut dengan paksa. Mereka membunuhi hampir seluruh penduduknya di pasar-pasar dan di rumah-rumah. Mereka menghancurkan kubah yang ada di atas makam al-Husein, kubah yang dihiasi dengan zamrud, yakut, dan beragam permata indah lainnya. Mereka merampas semua yang ada di negeri itu seperti uang, senjata, pakaian, kuda, emas, perak, mushaf-mushaf mahal, dan sebagainya. Mereka melakukan penyerbuan itu dengan cepat, sehingga mendekati dhuhur, mereka telah keluar dengan membawa semua harta itu, dan telah membunuhi penduduk sekitar 2000 orang.”

“Weleh weleh, jadi orang Wahabi-Salafi sendiri mengakui fakta tentang pembantaian itu, ya Mbah Kyai, tetapi jumlah korbannya mereka kurangi sehingga hanya 2000 orang, begitukah?” tanya Dullah menyimpulkan.

“Ya watak mereka memang begitu, biasa memutar-balik, memanipulasi, menghapus, menambahi, dan menginterpolasi data dan fakta.”

“Kenapa Wahabi-Sa’ud begitu antipati dengan orang Syi’ah, dan menganggap halal darah orang Syi’ah, Mbah Kyai?” tanya Sukiran tiba-tiba menyela.

“Karena Muhammad ibnu Abdul Wahab menganggap Syi’ah musyrik dan kafir karena menyembah makam imam mereka dan menjadikan Ali ibnu Abi Thalib sebagai wasilah,” kata Guru Sufi memaparkan.

“Woo begitu ya, Mbah Kyai,” sahut Sukiran mengangguk-angguk heran.

“Ya Muhammad ibnu Abdul Wahab dalam Ad-Durar as-Saniyyah,” kata Guru Sufi menjelaskan,”Telah tegas-tegas menyatakan halalnya darah orang musyrik. Bahkan orang Islam yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, yaitu Khilafah Turki Utsmani, para penyembah kuburan, penyembah orang-orang saleh, pengganti sunnah dengan bid’ah, maka akan menjadi kafir juga. Ibnu Abdul Wahab dalam Nawaqidh al-Islam menyatakan bahwa barang siapa tidak mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu dalam mengkafirkan mereka, atau membenarkan mazhab mereka, maka dia kafir. Ibnu Taimiyyah juga telah berkata, bahwa siapa saja yang memanggil-manggil Ali ibnu Abi Thalib, maka dia benar-benar kafir, dan siapa saja yang ragu untuk mengkafirkannya maka dia juga telah kafir. Jadi orang-orang Syi’ah di Karbala yang dianggap menyembah kubur Imam Husein dijagal habis-habisan karena dianggap telah musyrik.”

“Bahkan dalam Ad-Durar as-Saniyyah, ibnu Abdul Wahab tegas-tegas menyatakan: sesungguhnya aku mengajak kalian kepada tauhid dan meninggalkan syirik kepada Allah. Semua yang ada di bawah tujuh lapis langit ini telah benar-benar musyrik, dan barangsiapa yang membunuh orang musyrik maka dia mendapat durga. Siapa saja yang masuk ke dalam dakwah kami, maka dia memiliki hak dan kewajiban sama dengan kami, dan siapa saja yang tidak masuk bersama kami, maka dia kafir, halal nyawa dan hartanya.”

“Itu pas sekali dengan faham jiwa dan semangat orang-orang badui gurun yang suka menggarong dan menyamun penduduk yang lewat wilayah mereka. Bedanya, Salafi-Wahabi ini merompak dan menyamun serta membunuh dengan mengatas-namakan agama,” kata Dullah berkomentar.

“Karena itu, “ sahut Sufi tua yang sejak tadi diam,”Orang-orang yang menganut faham Salafi-Wahabi, jiwa dan pikiran serta nalurinya tidak akan jauh dari badui gurun.”

“Tapi maaf Mbah Kyai,”sahut Dullah menyela,”Benarkah Nabi Saw pernah meramalkan bakal munculnya kaum sesat dari wilayah Nejd – daerah kelahiran kaum badui – yang terletak di timur kota Madinah seperti dikatakan Mbah Kasyful Majdzub?”

“Jangan terlalu serius bicara soal Salafi-Wahabi, santai saja,” kata Guru Sufi meminta kopi dan makanan ringan dikeluarkan,”Kita minum kopi sambil makan singkong bakar. Nanti soal Salafi-Wahabi, bisa disambung setiap waktu,” kata Guru Sufi meminta Sufi Sudrun untuk mengeluarkan kitab-kitab tentang Wahabi-Salafi dari perpustakaan.

Tak Perduli Bayi, Penduduk Thaif Dijagal Tanpa Ampun

Ketika sedang menikmati kopi dan singkong bakar tiba-tiba Johnson, keponakan Sufi tua datang menyampaikan titipan buku dari penerbit LKiS Jogja kepada Sufi Sudrun. Buku yang ditulis Syaikh Idahram itu ternyata mengupas sejarah berdarah Salafi Wahabi dalam membantai umat Islam. Tentu saja, diskusi jadi makin hangat.

Ketika perbincangan dimulai lagi, Sufi Kenthir yang ditugasi membaca tulisan Muhammad Muhsin al-Amin yang berjudul Kasyf al-Irtiyah mengungkapkan bagaimana setelah melakukan pembantaian di Karbala atas orang-orang Syi’ah, para badui Salafi-Wahabi bergerak dari gurun Najd menuju ke Thaif pada bulan Dzulqa’dah tahun 1217 Hijriyah atau 1803 Masehi. Saat itu Thaif di bawah kekuasaan gubernur Makkah as-Syarif Ghalib, yang sudah menjalin kesepakatan dengan pemuka Salafi-Wahabi. Namun seperti biasa, Salafi Wahabi ingkar. Begitu masuk Thaif, mereka menggiring para ulama untuk menyatakan sumpah setia mengikuti akidah Salafi Wahabi. Ulama yang menolak, pasti terhapus dari daftar hidup manusia.

“Selama menduduki kota Thaif,” kata Sufi Kenthir mengutip tulisan Muhammad Muhsin al-Amin,”Salafi Wahabi membunuh ribuan penduduk, termasuk wanita dan anak-anak. Bahkan yang paling biadab, badui-badui berakhlak bejat itu menyembelih bayi-bayi yang masih di pangkuan ibunya dan membunuhi wanita-wanita hamil. Setelah merampas, merusak, menjagal orang-orang tak bersalah, dan melakukan kebiadaban tak terbayangkan atas umat islam, binatang-binatang rendah penghuni gurun Najd itu bergerak menuju Makkah. Namun mereka berbalik ke Thaif, karena mengetahui saat itu umat Islam sedang menunaikan ibadah haji. Setelah para jama’ah haji kembali ke negeri masing-masing, barulah badui-badui Salafi Wahabi bergerak menuju Makkah.”

“Gubernur Makkah as-Syarif Ghalib tidak kuasa menahan kemarahan badui-badui Salafi Wahabi yang telah sampai di Jeddah. Pada akhir bulan Muharram 1218 Hijriyah, badui-badui biadab itupun masuk Makkah dan menetap di situ selama 14 hari. Selama waktu itu melakukan perusakan dan melakukan pelarangan menziarahi makan nabi-nabi dan makam orang-orang saleh.”

“Coba baca tulisan Mufti Makkah Sayyid Ahmad ibnu Zaini Dahlan!” kata Guru Sufi menunjuk Sufi Majnun untuk membaca kitab berjudul Umara ul-Baladil Haram.

Sufi Majnun dengan menahan perasaan membaca tulisan Sayyid Ahmad ibnu Zaini Dahlan itu dengan suara sesekali tersekat, yang intinya sebagai berikut:

“Ketika memasuki Thaif, Salafi Wahabi melakukan pembunuhan menyeluruh, termasuk orang tua, kanak-kanak, tokoh masyarakaty dan pemimpinnya, membunuhi golongan syarif dan rakyat biasa. Mereka menyembelih hidup-hidup bayi-bayi yang masih menyusu di pangkuan ibunya, membunuh umat Islam di dalam rumah-rumah dan kedai-kedai. Jika mereka mendapati satu jamaah umat Islam mengadakan kajian al-Qur’an, mereka cepat-cepat membunuhnya sehingga tidak tersisa lagi orang-orang dari kalangan mereka. Sewaktu memasuki masjid, mereka membunuhi orang-orang yang sedang rukuk dan sujud, merampas uang dan harta mereka. Mereka menginjak-injak al-Qur’an, kitab-kitab Imam Bukhari, Muslim, kitab fiqih, nahwu, dan kitab-kitab lain yang mereka robek-robek dan mereka tebarkan di jalan-jalan. Mereka merampas harta umat Islam, lalu membagi-bagikan di antara mereka seperti pembagian ghanimah dari harta orang kafir.”

Sufi Sudrun membaca tulisan Syaikh Idahram yang mengutip tulisan Dr Muhammad ‘Awadh al-Khatib dalam buku berjudul Shafahat min Tarikh al-Jazirah al-Arabiyah al-Hadits tentang bagaimana badui-badui Salafi Wahabi membunuh mereka yang menolak ajakan dakwahnya. Salafi Wahabi juga mengumpulkan mereka yang berusaha lari ke satu tempat untuk dipenggal, dan sebagian lagi digiring ke lembah Wadi Aluj, yang jauh dari hunian dalam keadaan telanjang antara laki-laki dan wanita. Mereka menggeledah dan menjarah harta benda penduduk. Setelah merampas harta penduduk dan membunuh mereka, badui-badui Salafi Wahabi meninggalkan Thaif, membagi rata hasil rampasan dan kemudian mengirimkan seperlima bagian kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab.

“Catatan sejarah tentang kebiadaban Salafi Wahabi itu,” lanjut Sufi Sudrun dengan suara ditekan tinggi,”Ternyata dibenarkan oleh sejarawan Wahabi, Syaikh Abdurrahman al-Jibrati dalam buku berjudul Tarikh ‘Ajaib al-Atsar fi at-Tarajum wa al-Akhbar. Dalam buku itu Syaikh Abdurrahman al-Jibrati menyatakan bahwa orang-orang Wahabi menyerang Thaif dan memerangi penduduknya selama tiga hari, sampai semua takluk. Orang-orang Wahabi mengambil alih kota itu dan memerintahnya dengan keras. Mereka membunuhi kaum lelakinya, menyandera perempuan dan anak-anaknya. Begitulah pandangan Wahabi terhadap orang-orang yang mereka perangi.”

“Biadab! Bejat! Binatang!” seru Dullah dengan dada naik turun menahan perasaan,” Bagaimana kawanan hewan buas yang tidak memiliki hati nurani itu bisa menepuk dada sambil menyatakan bahwa merekalah yang paling benar dan haqq dalam menjalankan agama. Jelas itu bukan kelakuan orang Islam. Rasulullah Saw tidak pernah mencontohkan kebiadaban seperti itu.”

“Benar kang,” sahut Sukiran dengan mata berkilat-kilat menimpali,”Mereka itu mesti penganut ajaran Musailamah al-Kadzab yang membalas dendam kepada umat Islam. Sungguh berbahaya agama baru dari Najd yang sesungguhnya adalah agama lama bikinan Musailamah.”

“Perhatian! Perhatian!” seru Sufi tua mengangkat tangan kanan ke atas,”Dilarang emosi dan marah-marah. Kepala boleh panas, hati harus tetap dingin. Mohon sabar, kita masih akan membahas kebiadaban badui-badui biadab itu pada perbincangan lanjutan.”

“Kebiadaban di mana lagi, pakde?” seru Dullah ingin tahu.

“Di mana lagi kalau bukan di Makkah dan Madinah?” sahut Sufi tua.

“Apa?” sergah Dullah dan Sukiran bersamaan,”Wahabi melakukan kebiadaban di Haramain?”

Jama’ah Haji Dibantai, Laki-laki Dibunuh, Anak-anak Disandera

Kebiadaban kawanan badui Salafi Wahabi di Thaif membuat Dullah dan Sukiran geleng-geleng kepala dan saling pandang satu sama lain. Johson yang duduk di samping Sufi tua garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Suasana hening. Tapi sejenak kemudian, Dullah bertanya,”Benarkah seperti yang dikatakan pakde, orang-orang badui biadab itu melakukan kebiadaban di Haramain?”

“Itu benar Dul,” sahut Sufi Kenthir,”Menurut sejarawan Abdullah ibnu Asy-Syarif Husain dalam kitab Sidqu al-Akhbari fi Khawariji al-Qarni ats-Tsani ‘Asyar, setelah menebar kebinasaan di Thaif pada bulan Dzulqa’dah kawanan badui Wahabi asal Nejd itu memasuki Makkah al-Mukarramah pada bulan Dzulhijjah tahun 1218 Hijriyah (1803 Masehi).”

“Apakah mereka melakukan kebiadaban di bulan suci itu?” tanya Dullah penasaran.

“Menurut tulisan Abdullah ibnu asy-Syarif Husain, badui-badui tak beradab itu membunuh ribuan umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji,” sahut Sufi Kenthir.

“Astaghfirullah!” sahut Dullah dan Sukiran dan Johnson bersamaan.

“Itu bukan fitnah,” sahut Sufi Kenthir,”Sebab sejarawan Wahabi sendiri, Utsman ibnu Abdullah ibnu Bisyr al-Hanbali an-Najdi dalam kitab ‘Unwan al-Majd fi Tarikh Najd memaparkan bagaimana pembantaian terhadap jama’ah haji itu dilakukan Wahabi. Hanya dia mencatat peristiwa itu terjadi pada bulan Muharram tahun 1220 Hijriyah (1805 Masehi). Kitab Tarikh al-Aqthar al-Arabiyah al-Hadits menuturkan bahwa yang dibantai Wahabi bukan hanya jama’ah haji, tapi penduduk Makkah al-Mukarramah juga. Bahkan banyak yang sekedar disiksa dan kemudian dipotong tangan dan kakinya karena menolak dakwah Wahabi. Para ibu warga Makkah al-Mukarramah dipaksa menjual hartanya untuk menebus bayi dan anak-anaknya yang masih kecil yang dijadikan sandera Wahabi. Dan seperti yang dilakukan di Thaif, kawanan badui Wahabi itu menjarah dan merampas semua harta dan makanan milik warga Makkah al-Mukarramah. Akibatnya, terjadi kelaparan. Anak-anak dan orang-orang tua mati kelaparan, mayatnya bergelimpangan di mana-mana. Badui Wahabi ketawa-ketiwi mengusung harta benda penduduk yang mereka anggap sebagai ghanimah.”

“Sejarawan Wahabi Utsman ibnu Abdullah ibnu Bisyr al-Hanbali an-Najdi dalam kitab ‘Unwan al-Majd fi Tarikh Najd menyatakan bahwa di tengah suasana Makkah al-Mukarramah krisis pangan, orang-orang Wahabi menjual daging keledai, daging anjing dan bangkai hewan kepada penduduk dengan harga tinggi. Banyak di antara mereka yang diam-diam meninggalkan kota Makkah karena takut. Saat itu bangkai manusia yang membusuk berserakan di mana-mana.”

“Teror badui-badui biadab atas Makkah al-Mukarramah berlangsung selama enam tahun setengah. Selama rentang waktu horor itu, badui-badui Wahabi melakukan pembunuhan-pembunuhan dan pemaksaan-pemaksaan kepada sisa-sisa penduduk agar menganut ajaran Wahabi. Pekuburan dan tempat-tempat bersejarah dihancurkan. Buku-buku selain Qur’an dan hadits, dibakar. Perayaan Maulid Nabi dilarang keras. Membaca Khasidah Barzanji dilarang. Pembacaan mau’idzah hasanah sebelum khotbah Jum’at dilarang. Demikian catatan sejarah yang ditulis Yusuf al-Hijiri dalam al-Baqi: Qishah Tadmir al-Sa’ud li al-Atsar al-Islamiyah fi Hijaj.”

“Maaf kang,” sahut Johnson menyela,”Saya kok seperti mendengar kisah penaklukan Jenghiz Khan yang ditandai pembantaian-pembantaian biadab di luar kemanusiaan. Apa ciri badui itu memang seperti itu? Soalnya, Jenghiz Khan itu kepala suku badui di padang rumput dan gurun Mongolia yang tidak cukup mengenal peradaban.”

“Ada kesamaan dan ada perbedaan,” sahut Sufi Kenthir,”Persamaannya, kawanan Wahabi di bawah Ibnu Sa’ud dan pasukan Mongol di bawah Jenghiz Khan adalah sama-sama badui tak beradab. Bedanya, badui Wahabi mengibarkan bendera Islam dan menganggap tindakannya sebagai amalan suci membersihkan agama Allah dari bid’ah dan khurafat. Jadi di mana pun mereka berada, mereka selalu berteriak “Ana Khoiru minhu” – “Aku lebih baik dari dia” sambil menebar kebinasaan pada orang-orang yang dianggap kafir dan musyrik.”

“Charles Allen dalam God’s Terrorist, The Wahhabi Cult and The Hidden Roots of Modern Jihad menuturkan bagaimana pada tahun 1803-1804 Masehi golongan Wahabi menyerbu Makkah dan Madinah, membunuhi para syaikh dan penduduk yang tidak bersedia mengikuti ajaran Wahabi. Perhiasan dan perabot indah yang mahal yang disumbangkan oleh para raja dan pangeran dari seluruh dunia untuk memperindah Masjidil Haram, makam Nabi Muhammad Saw, makam para wali dan makam orang-orang saleh di Makkah dan Madinah, dijarah dan dibagi-bagikan di antara kawaban Wahabi dan tokoh-tokohnya. Dunia Islam guncang ketika terdengar makam Nabi Saw dinodai dan dijarah, rute jama’ah haji ditutup, segala bentuk peribadatan yang tidak sesuai Wahabi dilarang.”

“Kebenaran tulisan Charles Allen itu bisa dirujuk pada fakta sejarah yang ditulis sejarawan Wahabi Utsman ibnu Abdullah ibnu Bisyr al-Hanbali an-Najdi dalam kitab ‘Unwan al-Majd fi Tarikh Najd dan tulisan sejarawan Ja’far ibnu Sayyid Ismail al-Madani al-Barzanji dalam Nuzhatu an-Nazhirin fi Tarikhi Masjidi al-Awwalin wal Akhirin yang menggambarkan bagaimana setelah menguasai Makkah al-Mukarramah, orang-orang Wahabi pada bulan Dzulqa’dah 1220 Hijriyah (1805 Masehi) menguasai Madinah. Mereka menggeledah Masjid Nabawi dan kediaman Nabi Saw. Harta benda sumbangan para raja dijarah. Kekejaman yang ditunjukkan di Karbala, Thaif dan Makkah al-Mukarramah dipamerkan lagi di Madinah, sehingga banyak penduduk melarikan diri termasuk Syaikh Ismail al-Barzanji dan Syaikh Dandrawi. Seperti kubah pekuburan Baqi’, kubah Ahlul Bait serta pekuburan kaum muslimin dihancurkan. Lampu-lampu yang menghiasi kota Madinah diambil, sebagian dihancurkan dan yang lain dibagi-bagikan kepada pengikut Wahabi. Madinah kemudian ditinggalkan dalam keadaan sunyi dan sepi, selama beberapa hari tanpa adzan, tanpa iqamah dan tanpa shalat.”

“Naudzubillah tsumma naudzubillahi min al-Wahabi rojiim!” sahut Dullah dan Sukiran dan Johnson.

Jumat, 30 Mei 2014

Amsal Akhir Jaman dalam Film Lord of the Rings


Dalam film Lord of the Rings itu, Sauron (sang antagonis) dilambangkan dengan “metafora mata satu”, yang mengingatkan pada simbol Dollar Amerika dan Zionisme. Namun, sebelum melangkah ke detil penjabaran hal ini, alangkah baiknya kita mulai dari latar kisah film Lord of the Rings itu sendiri. Dan berikut secuil kisah yang melahirkan “prosa” dan film-nya.

Sewaktu Dunia Tengah masih sepi, banyak kisah-kisah petualangan yang diceritakan turun-temurun di semua bangsa, termasuk sebuah bangsa mungil yang disebut hobbit. Tak ada yang tahu bahwa seorang hobbit akan membawa kisah petualangan yang akan dikenang sepanjang masa.

Adalah Bilbo Baggins, seorang hobbit yang tinggal nyaman di liangnya, di Bag End, di negeri Shire yang tenang dan damai. Kehidupannya biasa-biasa saja sampai pada suatu hari seorang penyihir bernama Gandalf bertamu ke rumahnya dengan tiga belas Kurcari (Dwarf), dan memaksa Bilbo ikut dalam petualangan para Kurcaci merebut kembali harta mereka yang hilang jauh di Pegunungan Sunyi di Timur sana.

Secara singkat, akhirnya, Bilbo menjadi pencuri mereka, suka atau pun tidak. Siapa sangka, hobbit yang memiliki darah Took sebagai petualang ini akhirnya justru banyak berperan dalam sejarah Dunia Tengah, termasuk menemukan kembali Cincin (The One Ring), cincin terkutuk yang sudah lama hilang, yang bisa membuat dirinya tak terlihat.

Selesai dari petualangan ini, akhirnya Bilbo Baggins menjadi sering berpetualang di Dunia Tengah, berbekalkan Cincin saktinya itu. Akhirnya, ia pun menjadi tua. Di sinilah cerita tentang The Lord of the Rings dimulai.

Pada ulang tahun Bilbo ke-sebelas puluh satu (eleventy one, maksudnya ke-111), secara misterius Bilbo menghilang (menggunakan Cincin) dan akhirnya mewariskan Cincin itu pada Frodo. Musim pun berlalu, Gandalf kembali datang dan menceritakan sejarah kelam Cincin serta bahaya yang sekarang mereka hadapi. Sauron, pemilik Cincin, sudah mengetahui bahwa Cincinnya ditemukan, dan sekarang ia amat ingin memilikinya kembali untuk tujuan jahatnya.

Satu-satunya cara adalah memusnahkan Cincin itu di Gunung Api di negeri musuh, Mordor. Maka, akhirnya Frodo pun berangkat, dan setelah Rapat Dewan Penasihat Elrond di Rivendell, sembilan orang pun berangkat: Frodo Baggins, Samwise Gamgee (Sam), Merry Brandybuck, Peregrin Took (Pippin), keempatnya bangsa hobbit; Aragorn (Strider), Boromir, keduanya bangsa manusia, Legolas (bangsa Elf), Gimli (bangsa Kurcaci), dan Gandalf, sang penyihir sendiri.

Dalam perjalanan mereka kelak, banyak yang akan terjadi: kematian salah satu Rombongan Pembawa Cincin, jatuhnya Gandalf, pecahnya Rombongan menjadi tiga, dan banyak lagi.

Itulah kisah Dunia Tengah, yang difilmkan menjadi sebuah film yang sempat “boom”, Lord of the Rings –di mana kiasan cincin itu sendiri mengingatkan kepada enigma cincin Nabi Sulaiman, yang ternyata hendak menuturkan metafora akhir zaman. Berikut detil penjabarannya.

Dalam film itu digambarkan ada koalisi (bersatunya) antara dua kekuatan besar untuk melawan imperium kejahatan (Mordor). Dalam kehidupan di Akhir Jaman nanti juga akan terjadi koalisi antara Umat Islam dengan kaum Nasrani, untuk menghadapi imperium kejahatan Zionis.

Dalam film itu digambarkan sosok Frodo sebagai pembawa cincin yang harus menghancurkan raja kejahatan.

Dalam film itu digambarkan munculnya seorang kesatria pemberani, pembela kebenaran, dan sangat konsisten melindungi Frodo. Setelah imperium kejahatan Mordor hancur, kesatria itu diangkat menjadi Kaisar (penguasa seluruh dunia). Posisi kesatria ini dalam Tanda-tanda Kiamat sangat mirip dengan posisi Imam Mahdi.

Di akhir cerita digambarkan imperium kejahatan hancur seluruhnya, tidak ada yang tersisa. Begitu pula, di Akhir Jaman nanti imperium Dajjal juga akan hancur.

Sebelum imperium kejahatan (Mordor) itu hancur, mereka mengalami kemajuan-kemajuan pesat dari sisi kekuatan militer. Puncaknya, mereka mampu mengepung kekuatan kebaikan di sebuah lembah. Di Akhir Jaman nanti demikian juga kondisinya. Kaum Zionis mendapat kekuatan yang sangat hebat, sehingga mendesak orang-orang beriman dalam situasi tersudut.

Kunci kekuatan imperium kejahatan adalah “sang mata satu” (Sauron). Semakin kuat dirinya, semakin kuat pula kerajaannya. Namun saat dia hancur, maka hancur pula seluruh imperium kejahatannya. Begitulah hubungan antara Dajjal dengan kaum Zionis di Akhir Jaman nanti.

Hancurnya kekuatan “sang mata satu” (lambang Zionisme dan mata uang Dollar Amerika) ditandai dengan melelehnya cincin yang dibawa Frodo di sebuah kawah gunung yang membara.

Dalam film itu digambarkan bahwa tokoh “sang mata satu” bukan muncul dari bangsa jin atau makhluk lain. Ia berasal dari sosok seorang raja di masa lalu. Dalam Tanda-tanda Kiamat disebutkan, bahwa Dajjal itu sejenis manusia, yang telah lahir ribuan tahun silam.

Sang pembawa cincin (Frodo) pada akhirnya meninggal juga. Dia harus berpisah dengan teman-teman setianya.

Di akhir perjalanan hidupnya, Frodo dihantarkan naik perahu untuk berlayar menuju suatu tempat yang sangat indah. Dia disambut oleh makhluk-makhluk ghaib dari dunia lain (semacam Malaikat). Begitu pula balasan bagi para Nabi dan orang-orang shalih dalam kehidupan di Akhirat nanti. 



Ruang Lingkup Sains


Dalam  cuaca yang dingin dan langit tak berawan, pada tanggal 28 Januari 1986, dari Tanjung Canaveral, Florida, Amerika Serikat, diluncurkan sebuah pesawat ulang-alik[1]. Diantara tujuh awak pesawat tersebut, salah satu yang ikut mengangkasa adalah Christa McAuliffe, seorang guru sekolah dasar dari daerah New England yang terpilih untuk menjadi “Guru di Ruang Angkasa”, suatu program khusus dari NASA untuk mendorong daya tarik siswa sekolah tentang sains dan teknologi. Challenger space shuttle menghidupkan dua roket pendorong untuk mulai mengangkasa, meninggalkan asap gelap di tempat peluncuran, bergerak ke arah timur di atas Samudera Atlantik dengan suara yang menggelegar. Suatu peluncuran yang sempat tertunda empat kali karena rendahnya suhu musim dingin.

Namun, tujuh puluh dua detik kemudian dua roket pendorong terlihat bergerak ke arah yang berbeda. Pada detik ke tujuh puluh tiga tangki bahan bakar yang ternyata bocor melepaskan hidrogen cair ke udara, yang dengan seketika meledakkan seluruh bagian pesawat ulang alik. Awan ledakan dan asap kebakaran terbentuk di angkasa. Beberapa detik kemudian berbagai serpihan Challenger berhamburan, dan semua awak pesawat dinyatakan meninggal dunia seketika. Peristiwa yang disiarkan langsung oleh televisi ini dan juga disiarkan berulang kali, menjadikan hal ini salah satu bencana teknologi yang disaksikan oleh banyak orang dalam sejarah manusia.

Komisi penyelidik yang terdiri dari para pakar dan ilmuwan yang dianggap netral dibentuk untuk meneliti kejadian tersebut oleh Presiden Reagan. Salah satu anggotanya adalah Richard P. Feynman, doctor fisika peraih hadiah nobel yang juga dosen di California Institute of Technology (Caltech). Setelah ditunjuk, Feynman mengumpulkan berbagai data dan informasi tentang peluncuran pesawat ulang alit, mesinnya, serta roket pendorong; salah satu yang terungkap adalah bahwa pada setiap peluncuran selalu terdapat resiko yang menyertainya. Kecurigaan akhirnya di arahkan pada bagian roket pendorong pesawat ulang alik. Roket pendorong dibuat secara bersusun karena sangat panjang, yang tiap bagian susunannya dihubungkan dengan pin yang terkunci rapat untuk mencegah timbulnya kebocoran bahan bakar keluar dari kedua roket pendorong. Sepasang ring berbentuk seperti hurup O yang bahan dasarnya dari karet, dengan ketebalan setengah sentimeter, mengelilingi roket sepanjang 12 meter (diameter roket) dipasang di sekitar pin untuk membuat tidak lepas dan terus melekat pada pin.

Percobaan sederhana Feynman


Untuk menjelaskan dugaannya, pada suatu konferensi press Komisi Penyelidik Challenger, Feynman menyiapkan air es yang suhunya sekitar OoC sesuai dengan suhu kondisi cuaca saat peluncuran Challenger, satu contoh ring terbuat dari karet dan klem, alat penjepit yang digunakan untuk memberikan tekanan. Di hadapan kamera televisi, dia memperagakan satu percobaan fisika sederhana: mencelupkan ring karet ke dalam air es beberapa saat, kemudian mengangkatnya dan memasangnya pada klem untuk diberi tekanan. Feynman kemudian berkata “Setelah saya mencelupkan ring ini ke dalam air es, saya menemukan bahwa ketika diberikan tekanan sebentar saja pada ring karet itu, kemudian melepaskannya lagi, ring karet ternyata tidak kembali ke bentuk semula. Saya percaya hal ini mempunyai sumbangan penting terhadap masalah kita”. Penelitian lanjutan membenarkan percobaan sederhana Feynman, ke-tidak-elastis-an ring karet memang menjadi penyebab bocornya hidrogen cair dari roket pendorong yang akhirnya meledakkan Challenger. Komentar atas demonstrasi Feynman tersebut pun bermunculan, salah satunya: “Masyarakat melihat dengan sendirinya bagaimana sains telah sukses, bagaimana seorang ilmuwan berpikir dan memperagakan hipotesa dengan tangannya; bagaimana alam akan memberikan jawaban yang jelas ketika seorang ilmuwan bertanya dengan pertanyaan yang tepat” kata Freeman Dyson.

Peristiwa di atas selain menggambarkan salah satu produk mutakhir pencapaian sains dan teknologi, yaitu pesawat ulang alik Challenger, juga jelas menunjukkan kekuatan sains sebagai metoda pemecahan masalah atas musibah yang dialaminya.

Ruang Lingkup Sains

Apa yang dimaksud dengan sains? Jawaban untuk pertanyaan ini akan sangat beragam, termasuk jawaban dari para ilmuwan sendiri. Namun, bagi seorang guru sains jawabannya akan sangat berarti, karena selain menunjukkan apa yang dia pahami juga akan mempunyai pengaruh yang menentukan terhadap apa yang dia ajarkan pada siswa, bagaimana cara dia mengajarkannya di kelas serta apa yang dia harapkan dari siswa melalui evaluasi/penilaian. Sebagai ilustrasi rangkuman riset tentang pengajaran sains yang dilakukan oleh Hodson (1993) menunjukkan hal yang menarik. Temuan riset tentang pemahaman siswa akan sains dalam satu kelas biasanya selalu konsisten, sedangkan pada siswa lain kelas sangat jauh berbeda, yang jelas menunjukkan bahwa pemahaman siswa tentang sains sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang ditentukan oleh pandangan guru tentang sains. Pada riset lain ditemukan, siswa-siswa dari tiga sekolah yang berbeda walaupun diajari materi pelajaran yang sama namun diberikan oleh guru yang berbeda menghasilkan pemahaman siswa yang beragam, hal ini terjadi karena pemahaman, cara mengajar dan perbedaan pandangan dari guru-guru sains yang juga berbeda-beda. Singkatnya hal ini menyimpulkan bahwa konsepsi siswa tentang sains sangat dipengaruhi oleh pandangan guru tentang sains.

Secara sederhana sains dapat berarti sebagai tubuh pengetahuan (body of knowledge) yang muncul dari pengelompokkan secara sistematis dari berbagai penemuan ilmiah sejak jaman dahulu, atau biasa disebut sains sebagai produk. Produk yang dimaksud adalah fakta-fakta, prinsip-prinsip, model-model, hukum-hukum alam, dan berbagai teori yang membentuk semesta pengetahuan ilmiah yang biasa diibaratkan sebagai bangunan dimana berbagai hasil kegiatan sains tersusun dari berbagai penemuan sebelumnya. Sains juga bisa berarti suatu metoda khusus untuk memecahkan masalah, atau biasa disebut sains sebagai proses. Metoda ilmiah merupakan hal yang sangat menentukan, sains sebagai proses ini sudah terbukti ampuh memecahkan masalah ilmiah yang juga membuat sains terus berkembang dan merevisi berbagai pengetahuan yang sudah ada.

Selain itu sains juga bisa berarti suatu penemuan baru atau hal baru yang dapat digunakan setelah kita menyelesaikan permasalahan teknisnya, yang tidak lain biasa disebut sebagai teknologi. Teknologi merupakan suatu sifat nyata dari aplikasi sains, suatu konsekwensi logis dari sains yang mempunyai kekuatan untuk melakukan sesuatu. Sehingga biasanya salah satu definisi popular tentang sains termasuk juga teknologi di dalamnya. Aspek-aspek lain dari sains dari kemungkinan lainnya pada jawaban pertanyaan di atas adalah: dampak sains melalui teknologi terhadap masyarakat, sifat sains yang terus berkembang, tujuan akhir dari sains, karakteristik seorang ilmuwan dan lainnya.

Sejarah perkembangan sains menunjukkan bahwa sains berasal dari penggabungan dua tradisi tua, yaitu tradisi pemikiran filsafat yang dimulai oleh bangsa Yunani kuno serta tradisi keahlian atau ketrampilan tangan yang berkembang di awal peradaban manusia yang telah ada jauh sebelum tradisi pertama lahir. Filsafat memberikan sumbangan berbagai konsep dan ide terhadap sains sedangkan keahlian tangan memberinya berbagai alat untuk pengamatan alam. Selanjutnya, sains modern bisa dikatakan lahir dari perumusan metoda ilmiah yang disumbangkan Rene Descartes yang menyodorkan logika rasional dan deduksi serta oleh Francis Bacon yang menekankan pentingnya eksperimen dan observasi.

Sumbangan konsep dan ide dalam sains terbukti telah banyak mengubah pandangan manusia terhadap alam sekitarnya. Contoh yang paling terkenal adalah teori relativitas dari Albert Einstein. Teori relativitas umum ini misalnya telah mengubah pandangan orang secara drastis akan sifat kepastian waktu serta sifat massa yang dianggap tetap. Disamping kekuatan konsep dan ide, melalui keampuhan alat dan telitinya pengamatan, kegiatan sains juga terbukti menjadi pemicu berbagai revolusi ilmiah. Pengamatan bintang-bintang oleh Edwin Hubble melalui teleskop di Gunung Wilson pada tahun 1920-an misalnya, membawa beberapa implikasi seperti adanya galaksi lain selain Bimasakti dan adanya penciptaan alam semesta secara ilmiah dengan makin populernya teori ledakan besar (Big Bang).

Teori-teori dalam sains terus berkembang dengan pesatnya, menggantikan berbagai teori yang ternyata terbukti salah setelah melalui konfirmasi percobaan ataupun memperbaiki dan melengkapi teori yang telah ada sebelumnya. Suatu teori adalah suatu konstruksi yang biasanya dibuat secara logis dan matematis yang bertujuan untuk menjelaskan fakta ilmiah tentang alam sebagai mana adanya. Suatu teori yang baik harus mempunyai syarat lain selain dapat menjelaskan, yaitu dapat memberikan adanya prediksi; contohnya dengan pertanyaan: Bila saya melakukan hal ini apa yang terjadi? Sebagai contoh, teori kuno yang menyatakan alam ini terdiri dari empat unsur yaitu tanah, udara, api dan air memenuhi syarat dapat menjelaskan komposisi alam, namun gagal bila mencoba memperkirakan dari mana semua unsur itu berasal dan bagaimana interaksinya dalam mahluk hidup misalnya. Sedangkan teori relativitas umum dari Einstein selain bisa menjelaskan bagaimana gaya gravitasi bekerja dan pergerakan benda langit secara tepat dibanding hukum gravitasi Newton, ternyata juga bisa memprediksikan adanya pembelokan cahaya bintang oleh matahari karena kuatnya gaya gravitasi dan hal itupun telah sukses dibuktikan.

Namun terkadang teori juga tidak bisa berbuat banyak karena konsekuensinya terlalu rumit bahkan untuk sekedar diramalkan. Untuk mengatasi hal ini para ilmuwan mengembangkan apa yang disebut dengan model. Model merupakan penyederhanaan dari suatu teori yang menjelaskan alam semesta misalnya secara lebih mudah akan satu aspek tertentu, namun menghilangkan aspek lainnya. Model berguna karena perilakunya yang cukup sederhana untuk dipahami dan diramalkan, walaupun terkadang model bisa menjadi tidak terlalu berguna karena banyak hal tidak berhubungan langsung dengan kenyataannya. Model atom merupakan salah satu contoh keterbatasan model yang terjadi dalam sejarah ilmu pengetahuan modern yang biasa disampaikan pada siswa pada pelajaran kimia dan fisika. Dimulai dengan model atom seperti bola yang dikemukakan oleh John Dalton. Model bola pada abad ke-19 direvisi oleh J.J. Thomson dari penelitiannya tentang sinar katoda, dia mengusulkan model atom berbentuk seperti roti kismis dimana bola bermuatan positif (roti) yang ditempeli oleh electron (kismis) yang bermuatan negatif. Awal abad ke-20, Rutherford mengusulkan model bahwa atom hampir mirip ruang kosong dengan inti yang merupakan pusat masa berisi proton dengan elektron berada pada orbit (tidak menempel seperti kismis seperti pada model Thomson) berdasarkan percobaannya yang menembakkan sinal alfa pada lempeng emas; lalu dikembangkan lagi oleh Bohr dengan model atom mekanika gelombang dimana orbit menjadi orbital dan kemudian hilangnya sifat partikel dari elektron dan lebih bersifat gelombang.

Perkembangan teori atom memberikan kita contoh nyata tentang tentatifnya suatu teori dalam ilmu pengetahuan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini disebabkan karena teori-teori atau hukum-hukum alam dalam sains adalah suatu generalisasi atau ekstrapolasi dari pengamatan, dan bukan pengamatan itu sendiri. Sedangkan pengamatan itu sendiri selalu tidak akurat atau tidak menjelaskan semua aspek yang seharusnya diamati. Apa yang dijelaskan dengan model atom Thomson contohnya, hanya berdasar pengamatan dari percobaan sinar katoda saja; model ini direvisi oleh Rutherford setelah dia membuktikan keberadaan inti. Sehingga unsur ketidakpastian dan kerelatifan menjadi hal yang penting dalam ilmu pengetahuan modern yang membuatnya terus berkembang.

Sumber: Gleick (1993). Genius, Richard Feynman and Modern Physics. 

Kamis, 29 Mei 2014

Saat Syi'ah Islam Mengalahkan Israel Tahun 2006




Satu ajaran moral yang bisa dipetik dari Perang Lebanon I dan masih relevan hingga kapanpun, yaitu semua orang bodoh bisa memulai perang dan hanya orang yang bijaksana-lah yang bisa mencegahnya. Suriah dan Lebanon, setidak-tidaknya sejak berdirinya Israel, dan konflik yang timbul bersamaan dengan kehadiran Israel tersebut, merupakan medan dan jazirah yang selalu mengundang perhatian para pengamat politik, jurnalis, tak ketinggalan akademisi. Sebutlah semisal Thomas L. Friedman, penulis buku terkenal yang berjudul From Beirut to Jerusalem itu.

Oleh Cahyono Adi (Jurnalis Lepas)

Dan, Juni tiga puluh satu tahun yang lalu, tentara Israel menerobos perbatasan Lebanon dan memulai apa yang kemudian dikenal sebagai Perang Lebanon I, untuk membedakannya dengan Perang Lebanon II tahun 2006 saat Israel babak belur “dihajar” gerilyawan Hizbullah. Ini adalah perang paling pahit dan lama bagi Israel. Berlangsung hingga 18 tahun saat Israel dipaksa meninggalkan kawasan Lebanon Selatan setelah, lagi-lagi, babak belur “dihajar” Hizbullah tahun 2000, ketika Israel harus kehilangan 1.500 prajurit terbaiknya di samping ribuan warga Lebanon dan Palestina.

Hampir seluruh peperangan didasari oleh kebohongan hingga kebohongan dianggap sebagai bagian yang sah dalam suatu peperangan. Dan Perang Lebanon I adalah contoh paling brilian tentang kebohongan dalam peperangan.

Kebohongan sudah diawali dari nama resmi operasi militer Israel yang menjadi pemicu peperangan, “Operasi Perdamaian Gelilea”. Jika kita tanyakan pada Israel tentang perang tersebut, mereka akan menjawab: “Kita tidak punya pilihan. Mereka meluncurkan roket katyusha ke Galilea dari Lebanon setiap hari. Kita harus menghentikan mereka.” Benarkah demikian? Ternyata tidak!

Fakta yang paling sederhana menunjukkan bahwa hingga 11 bulan sebelum perang, tidak ada 1 tembakan pun dilancarkan dari Lebanon ke Israel. Suatu gencatan senjata tengah berlangsung dan Yasser Arafat, pemimpin Palestina kala itu, sukses mengimplementasikan gencatan senjata itu di antara semua faksi perjuangan Palestina, termasuk faksi paling radikal-nya.

Pada akhir Mei tahun 1982 menhan Ariel Sharon bertemu menlu Amerika Alexander Haig di Washington DC. Kala itu Sharon meminta dukungan Amerika atas rencananya menyerang Lebanon. Haig menolak rencana tersebut kecuali terjadi provokasi nyata terhadap Israel.

Maka provokasi langsung dirancang dan dilaksanakan. Abu Nidal, saingan kotor Yasser Arafat yang dikenal sebagai gembong teroris, mengirimkan keponakannya sendiri untuk membunuh dubes Israel di London. Sang dubes selamat dari pembunuhan namun mengalami luka-luka cukup parah. Sebagai reaksinya Israel membom Beirut yang dibalas Palestina dengan tembakan roket dan altileri sebagaimana diharapkan. Maka PM Menachem Begin mengijinkan Sharon menginvasi Lebanon sejauh 40 km demi menjauhkan Galilea dari jangkauan roket.

Ketika seorang pejabat inteligen mengatakan kepada Begin dalam suatu rapat kabinet, bahwa Abu Nidal bukan anggota PLO pimpinan Arafat, Begin menjawab, “Mereka semua PLO!”. Tetapi faktanya adalah Nidal tidak lain adalah binaan Mossad, lembaga intelijen Israel.

Kebohongan yang dilancarkan setiap hari oleh Israel terkait perang sedemikian massif dan mendalam terbenam dalam pikiran orang terutama rakyat Israel. Ini adalah contoh bagaimana sebuah mitos bisa merasuk kuat dalam pikiran masyarakat dan dipandang sebagai suatu realita, termasuk bagi mereka yang melihat dengan mata kepala sendiri tentang realita yang berbeda. Sembilan bulan sebelum perang Ariel Sharon mengatakan kepada penulis biografinya, Uri Avnery, tentang pandangan-pandangannya pada “perdamaian” Timur Tengah. Menurut Uri, Sharon adalah perpaduan antara “pikiran kotor” yang didasari pada pengetahuan rendah tentang sejarah bangsa-bangsa serta obsesi mewujudkan sebuah “grand design”. Ia memandang rendah semua orang, termasuk PM Isreal kala itu, Menachen Begin.

Grand Design Sharon sebagaimana tertulis dalam biografinya yang terbit sebelum perang, adalah:

[1] Menyerang Lebanon dan mendudukkan pemimpin boneka diktator Kristen yang bekerja untuk kepentingan Israel.
[2] Mengusir Syria dari Lebanon.
[3] Mengusir Palestina dari Lebanon masuk ke Syria dimana di sana mereka akan diusir Syria ke Jordania.
[4] Mendorong Palestina memberontak terhadap Raja Jordania dan membentuk pemerintahan Palestina di Jordania.
[5] Membuat perjanjian damai dengan negara Palestina yang mengatur kekuasaan bersama atas Tepi Barat.

Dengan obsesinya itu Sharon meyakinkan Begin untuk memulai perang dengan janji hanya akan mengusir Palestina sejauh 40 km dari perbatasan. Namun yang terjadi kemudian adalah petualangan perang kotor yang dikutuk orang sepanjang sejarah. Setelah membunuhi ribuan warga sipil Lebanon, Sharon mengangkat diktator Kristen Bashir Gemayel sebagai presiden yang bekerja untuk kepentingan Israel. Kemudian ia mengkomandoi pembantaian Sabra dan Shatilla oleh milisi Gemayel terhadap pengungsi Palestina dengan tujuan membuat ketakutan orang-orang Palestina dan mengungsi ke Syria.

Namun hasil dari perang yang dilakukannya bertolak belakang dengan keinginannya itu. Bashir dibunuh oleh agen-agen Syria dan digantikan oleh saudaranya, Amien Gemayel yang “lemah”. Syria memperkuat kedudukannya di Lebanon, dan pembantaian Sabra dan Shatilla tidak membuat ketakutan orang-orang Palestina. Jordania tidak pernah menjadi negara Palestina. PLO memang terusir dari Lebanon dan mengungsi ke Tunisia, namun secara politis mereka berhasil menjadi satu-satunya perwakilan Palestina dan kemudian kembali ke Palestina.

Secara politik dan militer Israel tidak mendapatkan kemenangan perang. Israel terdepak dari Lebanon tahun 2000 dan dipukul mundur oleh Hizbullah tahun 2006. Dalam perang itu tidak ada 1 unit militer Israel pun yang berhasil mencapai targetnya, atau setidaknya sesuai dengan waktu yang ditargetkan. Perlawanan hebat Palestina di Sidon berhasil menahan pasukan Israel dan sampai gencatan senjata terjadi Beirut berada di luar jangkauan Israel. Sharon kemudian dengan licik melanggar gencatan senjata ketika musuh tidak menyangka hal itu dilakukan, kemudian mengepung Beirut dan masuk ke wilayah Timur Beirut, bagian yang dihuni oleh mayoritas warga Kristen.

Berbeda dengan janjinya kepada Begin untuk tidak “menyentuh” Syria, Sharon menyerang posisi-posisi pasukan Syria dan berusaha memutus jalur suplai Beirut-Damaskus. Namun militer Israel gagal mencapai sasarannya, bahkan dipukul mundur oleh Syria di daerah Sultan Yacoub. Satu aspek lain kekalahan Israel adalah terkait dengan keberadaan warga Syiah di Selatan Lebanon yang berbatasan dengan Israel. Dari tahun 1948 hingga 1970-an perbatasan Lebanon adalah daerah yang tenang di antara semua daerah perbatasan Israel. Orang-orang tanpa sengaja melintas perbatasan dan dikembalikan tanpa insiden. Bisa dikatakan Lebanon adalah negara Arab pertama yang siap untuk berdamai dengan Israel.

Kala itu, orang-orang Syiah adalah warga negara kelas 2 di Lebanon, yang lemah secara politik dan miskin secara ekonomi. Apalagi kala itu, ketika wilayah mereka diduduki oleh orang-orang Palestina yang terusir dari Jordania. Perbedaan mazhab serta tingkah orang-orang Palestina yang kurang simpatik membuat mereka tidak terlalu peduli ketika Israel menerobos perbatasan untuk mengusir Palestina. Namun tidak terlalu lama bagi mereka untuk memahami watak jahat orang-orang Israel, maka mereka pun memberontak dan membentuk satuan-satuan milisi: Amal dan Hizbullah.

Syiah Lebanon pun lambat laun tapi pasti berubah dari seekor tikus menjadi singa, tanpa terduga. Tidak siap dengan perang gerilya yang dilancarkan mereka, Israel pun hengkang dari Beirut dan sebagian besar Lebanon Selatan. Tidak hanya itu, Israel bahkan dipaksa meninggalkan seluruh Lebanon Selatan tahun 2000. Orang-orang Syiah moderat Lebanon itu memang telah berubah menjadi “radikal progresif”, menjelma menjadi Hizbullah yang disokong Iran, yang kemudian menjadi kelompok militer dan politik paling kuat di Lebanon. Untuk menghambat perkembangan mereka, Israel membunuh pemimpinnya, Abbas al-Musawi. Namun penggantinya, Sayid Hassan Nasrallah, ternyata lebih tangguh dan cerdas hingga berhasil menghajar Israel dalam Perang Lebanon II thn 2006.

Sementara itu, kembaran Sharon di Washington, George W. Bush yang sama-sama bodohnya, menghancurkan pemimpin Irak, Saddam Hussein, yang merupakan saingan Iran, yang juga dikenal sebagai figur sekuler yang keji dan banyak membunuh warga Syiah serta para ulama Syiah. Hancurnya Saddam Hussein hanya menjadikan Irak menjadi lebih dekat dengan Iran, negara yang sama-sama berpenduduk mayoritas Syiah. Maka kini yang ada adalah sebuah aliansi kuat: Syiah Iran, Syiah Irak (PM Maliki dan Muqtada al Sadr), Syiah Lebanon (Amal dan Hizbullah) serta pemimpin Alawit di Syria, Bashar al Assad, menjadi penghalang besar bagi dominasi Israel di Timur Tengah.

Maka jika saja, saat sebelum meninggalnya, Sharon sadar dari koma-nya yang telah berlangsung 6 tahun, dan melihat realita yang terjadi di Timur Tengah, ia mungkin akan langsung meninggal dan meninggalkan penderitaannya selama 6 tahun.

Penderitaan Sharon, yang selama 6 tahun jiwanya melayang-layang antara alam dunia dan alam akhirat karena pintu neraka terlalu sempit untuknya, lebih hebat dari Begin. Terkejut dengan ulah Sharon dalam pembantaian ribuan warga Palestina di Sabra dan Shatilla yang mengundang kecaman internasional terhadap Israel, Begin mundur dari dunia politik dan meninggal dalam keadaan depresi sepanjang 10 tahun. Satu ajaran moral yang bisa dipetik dari Perang Lebanon I dan masih relevan hingga kapanpun, yaitu semua orang bodoh bisa memulai perang dan hanya orang yang bijaksana-lah yang bisa mencegahnya.