Oleh Gordon H. Clark
Pertanyaan-pertanyaan
menyolok yang saat ini menjadikan filsafat sejarah sebagai bidang yang menarik
minat umum tidak selalu menarik perhatian pemikir-pemikir besar di masa lampau.
Walaupun ada orang Yunani Kuno yang merupakan filsuf, ilmuwan, dan seniman
besar, mereka hampir tidak berminat sama sekali terhadap sejarah. Dalam
beberapa abad terakhir juga beberapa filsuf tampaknya menganggap sejarah
sebagai bidang yang relatif tidak penting. Mereka menganggap filsafat sejarah
tidak punya arti penting sama sekali atau kalaupun ada nilai pentingnya –maka
dianggap tidak pantas untuk menyita waktu bila
dibanding fisika, matematika, dan kosmologi yang mengungkap rahasia alam
semesta. Namun setelah munculnya Hegel pada awal abad keduapuluh, sejarah
menjadi bidang yang dianggap penting dan sejak itu daya tariknya terus
meningkat.
Walaupun Hegel adalah
orang pertama di jaman moderen yang mempelajari sejarah dengan segala bidang
yang terkait, pandangannya terlalu rumit dan terlalu tergantung pada sebuah
sistem filsafat yang terlalu luas serta tidak terlalu bermanfaat untuk dibahas
saat ini. Setelah dia meninggal, para muridnya terbagi ke dalam kelompok sayap
kanan dan kelompok saya kiri. Pemimpin sayap kiri, Karl Marx and Friedrich
Engels menerbitkan Communist Manifesto pada
tahun 1848 dan membahas sebuah sistem dialektika materialisme yang dipraktekkan
di Russia oleh Lenin dan terus berupaya menguasai dunia. Dialektika materialisme
juga merupakan teori tentang alam semesta. Teori ini memprediksi bahwa akan
adanya kepunahan kehidupan dan akan ada saat dimana yang ada hanya atom yang
bergerak secara tidak beraturan di alam semesta. Karena bagian ini melampaui
sejarah, maka tidak akan dibahas di sini. Pertimbangan tentang etika akan
dibahas di bagian lain sehingga di sini kita bisa memusatkan perhatian pada
filsafat sejarah.
Menurut Marx, sejarah
bukanlah serangkaian kejadian acak tetapi kejadian yang satu mengikuti kejadian
lain, satu negara menggantikan negara lain atau lebih tepat lagi satu peradaban
menggantikan peradaban lain karena ada penyebab yang pasti dan tidak berubah.
Penyebab itu adalah tekanan ekonomi. Karena adanya kepemilikian pribadi
terhadap barang, maka masyarakat terbagi menjadi dua kelas yaitu yang punya dan
tidak punya. Sejarah adalah kisah perjuangan untuk mendapatkan kekayaan dan
jika seorang kaya maka yang lain harus miskin. Perjuangan kelas seperti ini
menjelaskan jalannya sejarah.
Proposisi mendasar yang
yang menjadi dasar dari Marxisme dinyatakan oleh Engels dalam Pengantar Communist Manifesto: Dalam setiap babak sejarah, modus produksi dan
pertukaran [produk] yang berlaku serta perubahan sosial yang diakibatkannya
merupakan dasar bagi terbangunnya sejarah politik dan intelektual dan
satu-satunya dasar bagi penjelasan terhadap keduanya (sejarah politik dan intelektual)
pada jaman itu. Prinsip ini tidak dipahami secara benar
kalau dibatasi pada sejarah politik bangsa-bangsa. Filsafat sosial yang
mendahului filsafat Marx, termasuk filsafat sejarah Hegel menganggap bangsa
sebagai unit terpenting dalam studi sosial. Bahkan Hegel sampai menyimpulkan
bahwa sejarah memuncak dalam Negara Prussia. Namun demikian, Marx tidak hanya
mengejek Hegel terkait hal ini, tetapi juga berhenti memandang bangsa-bangsa
sebagai satuan-satuan yang terpisah. Sejumlah bangsa yang saling berdekatan
memiliki budaya yang pada umumnya sama, sehingga satuan studi yang tepat adalah
peradaban atau budaya.
Marx tidak hanya berkata
bahwa bangsa-bangsa bangkit dan jatuh karena tekanan ekonomi. Prinsip Communist Manifesto adalah
bahwa seluruh kecenderungan intelektual dari satu jaman [dapat] dijelaskan
sepenuhnya dengan mengacu kepada metode produksi dan pertukaran [produk] yang
berlaku saat itu. Sebagai contoh, filsafat dan politik abad pertengahan itu
demikian adanya karena metode produksi kaum petani saat itu mendukung serta
pandangan moderen tentang kehidupan diakibatkan industrialisme borjuis. Contoh
lain, Marx berpandangan bahwa agama orang Ibrani berbeda dari agama Mesir dan
Assiria karena mereka memiliki pertanian dan perdagangan yang berbeda. Metafisika
dogmatik Aristotle dan Stoa pada abad kedua dan abad pertama sebelum Kristus
runtuh dan digantikan skeptisisme karena adanya perubahan dalam metode produksi
dan pertukaran [produk].
Jelas bahwa faktor ekonomi
memiliki pengaruh yang dalam dan luas terhadap karakter peradaban. Tidak
hanya rincian undang-undang yang ajukan tetapi juga nilai-nilai, pandangan
dunia, bahkan seni dan agama banyak orang dipengaruhi oleh pertimbangan
ekonomi. Namun pengkuan bahwa motif ekonomi memiliki dampak yang luas bagi
bentuk dan perkembangan peradaban, sangat jauh berbeda dari pengakuan bahwa
segala sesuatu dapat dijelaskan atas dasar motif ekonomi. Pengakuan ini juga
tidak berarti bahwa saya mengakui bahwa satu-satunya prinsip yang dapat
digunakan untuk memahami sejarah politik dan intelektual dari sebuah jaman
adalah motif ekonomi.
Tentu saja Marx tidak
menyangkal bahwa faktor-faktor non ekonomi menghasilkan produk sosial. Tidak
dapat disangkal bahwa gagasan agama terkait dengan Reformasi Protestan. Namun
walaupun faktor non ekonomi seperti itu ada dan memainkan peranan, sebenarnya
faktor-faktor ini juga merupakan hasil dari metode produksi yang berlaku saat
itu. Ekonomi bukan satu-satunya faktor tetapi satu-satunya faktor mendasar.
Pengakuan akan adanya faktor lain, walaupun hanya bersifat sekunder dibanding
metode produksi dan pertukaran [produk], mempertahankan kemasuk-akalan teori
ini dibanding kalau faktor seperti itu tidak diakui sama sekali. Tetapi sebuah
perenungan akan mengingatkan kita terhadap contoh-contoh berikut:
Metode produksi budak di
Rusia yang dibawah para Czar dan para budak di Selatan sebelum perang pada
dasarnya sama. Kalaupun berbeda, maka perbedaannya tidaklah sebesar yang
mungkin untuk menjelaskan dan menyebabkan perbedaan yang sangat besar antara
demokrasi Protestanisme dan Jefersonian di Selatan dan otokrasi di Rusia dan
Katolisisme Yunani. Bahkan sampai beberapa tahun terakhir semua negara
pada dasarnya merupakan negara agraris dan metode yang digunakan pada dasarnya
sama. Namun demikian, sejarah intelektual Cina, Persia, Rusia, dan Perancis
menunjukkan perbedaan besar yang tidak dapat dijelaskan dengan teori Marxis.
Demikian pula, industrialisasi komunis di Rusia sebanding dengan industri di
Amerika. Tetapi jelas bahwa gagasan sosial, politik, intelektual, dan keagamaan
antara kedua negara berbeda jauh satu dengan yang lain.
Tentu saja contoh-contoh
di atas dan contoh-contoh lain tidak merupakan bantahan formal terhadap prinsip
Marx. Mungkin Marx dapat mempertahankan posisinya dengan menunjukkan bahwa
metode pengelasan di Rusia berbeda dari metode pengelasan di Amerika Serikat
dan bahwa peng-kelasan di Rusia menghasilkan ateisme sedangkan peng-kelasan di
Amerika Serikat memungkinkan kebebasan yang cukup besar bagi gereja-gereja.
Tetapi jika contoh-contoh di atas tidak secara formal membantah Marxisme, maka
contoh-contoh tersebut mungkin mengurangi kemasukakalan teori tersebut.
Contoh-contoh tersebut mungkin membuat Marxisme kelihatan sebagai sebuah
penyederhanaan masalah yang berlebihan sehingga mendorong kita mempelajari
filsafat sejarah yang lain. Namun walaupun seandainya Marx gagal, setidaknya
dia memandang sejarah sebagai masalah dan berupaya keras memecahkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar