(Foto: Tentara Republik "Islam Syi'ah" Iran)
Permusuhan
Israel dan Iran semakin berkobar beberapa bulan terakhir. Pembunuhan Ilmuan
Nuklir Iran hingga serangkaian ledakan bom yang menyasar kepentingan Israel di
Tbilisi, New Delhi dan Bangkok dikaitkan dengan operasi intelejen masing-masing
negara. Ketegangan hubungan Israel dan Iran memang bukan berita baru. Kedua
negara memang sama-sama tak sudi menjalin hubungan diplomatik, dan menyimpan
bara api permusuhan. Israel dan Iran berada pada dua kutub ekstrem berlawanan. Seperti
sama-sama kita tahu, Republik “Islam Syi’ah” Iran adalah pendukung perjuangan
Palestina, sekaligus penentang Zionisme. Sedangkan Zionis Israel –yang acapkali
disokong Rezim Saud itu, memandang Palestina seperti duri dalam daging, dan
pihak-pihak yang menyokong perjuangan Palestina, khususnya di Timur Tengah sebagai
ancaman.
Perang
urat syaraf antara keduanya dalam diplomasi internasional sangat vulgar dan
kasar. Tentu saja, Israel sudah maphum bahwa Iran adalah penyokong utama Hezbollah
di Lebanon Selatan, dan mendukung gerakan perlawanan Palestina.
Peningkatan kekuatan militer sebuah negara yang arah politiknya berlawanan dapat ditafsirkan sebagai ancaman oleh pihak lain. Sebenarnya peningkatan kekuatan militer Iran dan pembangunan fasilitas nuklirnya juga mencemaskan negara-negara Teluk yang khawatir ekspansi pengaruh Islam Syi’ah Iran yang terkenal revolusioner dan anti-Amerika, tak lain karena Negara-negara Timur Tengah yang berada di bawah pengaruh Rezim Saud Saudi Arabia memiliki hubungan mesra dengan Amerika, sementara Iran malah sebaliknya. Namun, secara khusus Israel memandang kekuatan militer Iran dan pembangunan fasilitas nuklirnya tidak lain bertujuan menghancurkan Israel.
Pertanyaannya adalah apakah ancaman Israel menyerang reaktor nuklir Iran akan benar-benar terjadi. Di atas kertas, kekuatan militer Zionis Israel itu jauh mengungguli Iran, bahkan negara-negara Arab sekalipun, kendati mereka menyatukan kekuatan. Israel juga menjadi satu-satunya negara di Timur-Tengah yang mempunyai bom nuklir. Namun, perang bisa menjadi sebuah “Mission Imposible”. David (Daud) berhasil mengalahkan Goliath (Jalut) dengan berbekal keyakinan dan semangat juang. Faktanya dalam agresi ke Gaza, Israel bukanlah David sebagaimana yang mereka dengungkan, namun sebagai Goliath yang melawan Hamas. Meski mampu membuat Gaza porak-poranda, misi Israel melumpuhkan Hamas dan membebaskan Kopral Gilad Shalit, gagal total. Dan yang juga tidak dapat dilupakan adalah Hezbollah yang disokong Iran pernah mengalahkan Israel pada tahun 2006.
Peningkatan kekuatan militer sebuah negara yang arah politiknya berlawanan dapat ditafsirkan sebagai ancaman oleh pihak lain. Sebenarnya peningkatan kekuatan militer Iran dan pembangunan fasilitas nuklirnya juga mencemaskan negara-negara Teluk yang khawatir ekspansi pengaruh Islam Syi’ah Iran yang terkenal revolusioner dan anti-Amerika, tak lain karena Negara-negara Timur Tengah yang berada di bawah pengaruh Rezim Saud Saudi Arabia memiliki hubungan mesra dengan Amerika, sementara Iran malah sebaliknya. Namun, secara khusus Israel memandang kekuatan militer Iran dan pembangunan fasilitas nuklirnya tidak lain bertujuan menghancurkan Israel.
Pertanyaannya adalah apakah ancaman Israel menyerang reaktor nuklir Iran akan benar-benar terjadi. Di atas kertas, kekuatan militer Zionis Israel itu jauh mengungguli Iran, bahkan negara-negara Arab sekalipun, kendati mereka menyatukan kekuatan. Israel juga menjadi satu-satunya negara di Timur-Tengah yang mempunyai bom nuklir. Namun, perang bisa menjadi sebuah “Mission Imposible”. David (Daud) berhasil mengalahkan Goliath (Jalut) dengan berbekal keyakinan dan semangat juang. Faktanya dalam agresi ke Gaza, Israel bukanlah David sebagaimana yang mereka dengungkan, namun sebagai Goliath yang melawan Hamas. Meski mampu membuat Gaza porak-poranda, misi Israel melumpuhkan Hamas dan membebaskan Kopral Gilad Shalit, gagal total. Dan yang juga tidak dapat dilupakan adalah Hezbollah yang disokong Iran pernah mengalahkan Israel pada tahun 2006.
Jika
opsi menyerang Iran benar-benar diambil Israel, seperti halnya Operasi Ossirak,
Israel kemungkinan akan melancarkan operasi udara. Namun Tel Aviv dihadapkan
kendala jauhnya jarak ke Iran —burung besi Israel harus melewati wilayah udara
Yordania, Arab Saudi, Irak, belum lagi besarnya budjet operasional mengingat
target begitu jauh--, pertahanan Iran tentu juga sudah bersiap mengantisipasi
serangan Israel. Bila perang berkembang lebih jauh, stabilitas regional
terganggu dan dunia internasional juga akan terkena imbasnya. Bukan tidak mungkin
Iran akan menyerang membabi-buta dengan rudal-rudal jarak jauhnya, dan
memblokade selat Hormuz yang mengakibatkan terhambatnya pasokan minyak dunia
serta berdampak buruk pada perekonomian dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar