Rabu, 30 Juli 2014

Setelah Ali Sang Asadullah Menaklukkan Pusat Khaibar




Oleh Muhammad Husain Haekal

Kemudian setelah Ali Sang Asadullah berhasil menaklukkan pusat Khaibar itu, dan ketika mendapat ijin dari Nabi Saw, Muhammad b. Maslama tampil kedepan dan mulai   mereka  saling  menyerang  sehingga  hampir-hampir  ia sendiri dapat dibunuh oleh Marhab. Tetapi pedangnya itu  dapat ditahan  dengan  perisai  oleh  Ibn  Maslama  dan  pedang  itu tersangkut dan tertahan. Dengan demikian  orang  itu  dihantam oleh Muhammad Ibn Maslama sampai menemui ajalnya. Demikianlah  perang  antara  Yahudi  dan  Muslimin itu terjadi sangat seru sekali, ditambah  lagi  ketahanan  benteng-benteng Yahudi ketika itu memang sangat kuat dan keras.

Sekarang  pihak Muslimin mengepung benteng Zubair. Pengepungan ini tampaknya cukup  lama  disertai  dengan  pertempuran  yang sengit  pula.  Sungguh  pun  begitu mereka tidak juga berhasil menaklukkannya. Baru setelah akhirnya saluran air  ke  benteng itu  diputuskan,  pihak  Yahudi  terpaksa  keluar  dan  dengan mati-matian mereka memerangi kaum  Muslimin sekalipun  mereka itu  akhirnya  lari  juga. Dengan demikian benteng-benteng itu satu demi satu jatuh ke tangan  Muslimin  yang  berakhir  pada benteng  Watih dan Sulalim dalam kelompok perbentengan Katiba, dua buah benteng terakhir yang kukuh dan kuat.

Sejak itulah perasaan putus-asa mulai merayap  ke  dalam  hati mereka.  Kini  mereka  minta  damai.  Semua harta-benda mereka didalam  benteng- benteng asy-Syiqq, Natat   dan   Katiba diserahkan   kepada  Nabi  untuk  disita,  asal  nyawa  mereka diselamatkan. Permohonan   ini   oleh   Muhammad   diterima. Dibiarkannya  mereka  itu  tinggal  di kampung halaman mereka, yang  menurut  hukum  penaklukan   sudah   berada   di   bawah kekuasaannya.  Mereka  akan mendapat separoh hasil buah-buahan daerah itu sebagai imbalan atas tenaga kerja mereka.

Muhammad  memperlakukan  Yahudi  Khaibar  tidak  sama  seperti terhadap  Yahudi  Banu  Qainuqa dan Banu Nadzir tatkala mereka dikosongkan dari kampung halaman itu;  sebab  dengan  jatuhnya Khaibar ini ia sudah merasa terjamin dari adanya bahaya Yahudi dan yakin pula bahwa mereka samasekali tidak  akan  bisa  lagi mengadakan  perlawanan.  Di  samping  itu di Khaibar terdapat pula beberapa perkebunan, ladang dan kebun-kebun kurma.  Semua ini  masih  memerlukan  tenaga-tenaga  ahli  yang cukup banyak untuk mengolahnya dan yang akan dapat pula mengurus pengolahan itu    dengan    cara    yang    sebaik-baiknya.    Kendatipun pengikut-pengikut Medinah terdiri dari penduduk yang  bercocok tanam,  tanah mereka pun sangat pula memerlukan tenaga mereka, namun mengingat, bahwa Nabi  juga  sangat memerlukan  tentara untuk angkatan perangnya, maka ia tidak suka membiarkan mereka semua itu dalam bercocok tanam.  Dalam  pada  itu  orang-orang Yahudi Khaibar tetap bekerja meskipun kekuasaan politik mereka sudah runtuh demikian rupa  yang  juga  mempengaruhi  kegiatan mereka,  sehingga dari segi pertanian dan perkebunan pun cepat sekali Khaibar mengalami kemunduran  dan  kehancuran;  padahal sudah  begitu  baik Nabi memperlakukan penduduk daerah itu, di samping Abdullah b. Rawaha  utusan  Nabi  kepada  mereka  yang cukup  adil,  setiap  tahun  mengadakan pembagian hasil dengan mereka. Demikian baiknya Nabi  memperlakukan  penduduk  Yahudi Khaibar  itu  sehingga  tatkala kaum Muslimin menyerbu mereka, dan diantara barang-barang rampasan perang itu  terdapat  juga ada  beberapa  buah  kitab  Taurat,  ketika  oleh pihak Yahudi diminta, maka oleh Nabi diperintahkan supaya  kitab-kitab  itu diserahkan  kembali  kepada  mereka.  Ia  tidak sampai berbuat seperti  yang  pernah  dilakukan  oleh  pihak  Rumawi   ketika menaklukkan   Yerusalem.  Kitab-kitab  suci  itu  oleh  mereka dibakar dan diinjak-injak dengan telapak kaki. Juga  ia  tidak melakukan  perbuatan seperti yang dilakukan oleh pihak Nasrani dalam  perang  menindas  kaum  Yahudi Andalusia   (Spanyol). Kitab-kitab Taurat itu oleh mereka juga dibakar.

Setelah Yahudi Khaibar minta damai - selama Muslimin mengepung mereka di perbentengan Watih dan Sulalim, Nabi telah  mengutus orang  kepada  penduduk Fadak dengan maksud supaya mereka mau menerima  ajakannya  atau  menyerahkan   harta-benda   mereka. Mengetahui  peristiwa  yang sudah terjadi di Khaibar, penduduk Fadak sudah  merasa  ketakutan  sekali.  Persetujuan  diadakan dengan  menyerahkan  separo  harta  mereka  tanpa pertempuran. Kalau daerah Khaibar menjadi milik Muslimin karena mereka yang telah  berjuang membebaskannya,  maka  Fadak  untuk  Muhammad karena pihak Muslimin tidak memperolehnya dengan pertempuran.

Selesai semua itu Rasul pun berkemas-kemas hendak  kembali  ke Medinah  melalui Wadi'l-Qura. Akan tetapi pihak Yahudi daerah ini sudah  menyiapkan  diri  hendak  menyerang  Muslimin.  Dan pertempuran segera pecah. Tetapi mereka juga terpaksa menyerah dan  minta  damai  seperti  halnya dengan   pihak Khaibar. Sebaliknya  golongan  Yahudi  Taima,  mereka bersedia membayar jizya (pajak) tanpa terjadi peperangan atau pertempuran.

Dengan demikian semua orang  Yahudi  tunduk  kepada  kekuasaan Nabi,  dan  berakhir pulalah semua kekuasaan mereka di seluruh jazirah. Dari jurusan utara ke Syam  sekarang  Muhammad  sudah tidak  kuatir  lagi,  sama  halnya  seperti dulu, dari jurusan selatan  juga  ia  sudah  tidak  kuatir  lagi  setelah  adanya Perjanjian Hudaibiya.

Dengan  habisnya  kekuasaan  Yahudi  itu, maka kebencian pihak Muslimin - terutama kaum Anshar - terhadap kepada mereka  jadi berkurang sekali. Bahkan mereka menutup mata terhadap beberapa orang  Yahudi  yang  kembali  ke  Yathrib.  Dan  Nabi  berdiri bersama-sama  dengan  orang-orang Yahudi yang sedang berkabung terhadap kematian  Abdullah  b.  Ubayy  dan  menyatakan  turut berdukacita  pula  kepada  anaknya. Kepada Mu'adh b. Jabal pun dipesannya untuk tidak membujuk orang-orang  Yahudi  itu  dari agama  Yahudinya.  Juga  pajak  jizya  tidak  dikenakan kepada orang-orang Yahudi Bahrain  meskipun  mereka  tetap  berpegang pada  keyakinan  agama  mereka.  Dengan Yahudi Banu Ghazia dan Banu  'Aridz  dibuat  pula  persetujuan  bahwa   mereka   akan memperoleh  dhimma  (perlindungan) dan kepada mereka dikenakan pula pajak.

Ringkasnya, pihak Yahudi itu sekarang tunduk kepada  kekuasaan kaum  Muslimin.  Kedudukan  mereka di negeri-negeri Arab sudah berantakan dan mereka pun terpaksa  meninggalkan  daerah  itu. Tadinya  mereka di tempat itu sebagai golongan yang dipertuan, sampai selesai  mereka  itu  dikeluarkan,  yang  menurut  satu pendapat  sejak  semasa  hidup Rasul, pendapat lain mengatakan setelah Rasul wafat.

Akan tetapi tunduknya penduduk  Khaibar  dan  golongan  Yahudi lainnya di seluruh jazirah itu tidak terjadi sekaligus setelah mereka jatuh. Bahkan akibat kejatuhan mereka itu  hati  mereka masih  penuh  memikul  kebencian dan dendam yang kotor sekali. Zainab  bint'l-Harith  isteri   Sallam b. Misykam pernah menyampaikan  hadiah daging domba kepada Muhammad - setelah ia merasa aman dan setelah ada perjanjian perdamaian dengan pihak Khaibar.  Ketika  ia  dan  sahabat-sahabat sedang duduk hendak memakan daging itu, Nabi 'a.s. mengambil  bagian kakinya  dan sudah  akan  mulai  di  kunyah,  tapi tidak sampai ditelannya. Dalam pada itu Bisyr bin'l-Bara' yang duduk makan bersama-sama telah  pula  mengambil  daging  itu  sekerat.  Tapi Bisyr lalu menelannya  sekaligus.  Sedang  Rasul  memuntahkannya  kembali seraya katanya.

"Ada tanda-tanda tulang ini beracun." Kemudian Zainab dipanggil, dan ia pun mengaku. Lalu katanya: "Tuan telah mengadakan tindakan terhadap golongan saya seperti sudah tuan ketahui." Lalu kataku: "Kalau dia seorang raja, aku sudah  lega;  kalau  dia  seorang  nabi  tentu dia akan diberi tahu!" Akibat makan daging itu Bisyr kemudian meninggal dunia.

Dalam hal ini ahli-ahli sejarah masih berbeda pendapat. Tetapi sebahagian besar menyatakan, bahwa Nabi telah memaafkan Zainab,  dan  sangat  menghargai  sekali  alasannya  mengingat malapetaka yang telah menimpa ayah dan suaminya itu. Disamping itu  ada  juga  yang mengatakan  bahwa dia pun dibunuh karena Bisyr yang telah mati diracun itu.

Sebenarnya perbuatan Zainab itu telah menimbulkan  kesan  yang dalam  sekali di dalam hati kaum Muslimin. Peristiwa-peristiwa yang timbul sesudah Khaibar membuat mereka tidak percaya  lagi kepada  orang-orang  Yahudi.  Bahkan mereka kuatir akan segala akibat tipu muslihat yang akan dilakukan secara  perseorangan, setelah  secara  massal  mereka  dapat dihancurkan. Shafia bt. Huyayy b. Akhtab  dari  Banu  Nadzir  termasuk  salah  seorang tawanan  yang oleh kaum Muslimin diambil dari benteng Khaibar. Dia isteri  Kinana  bin'l-Rabi'.  Setahu  pihak  Muslimin,  di tangan  Kinana  inilah  harta-benda  Banu Nadzir itu disimpan. Ketika   Nabi   menanyakan    harta    itu    kepadanya,    ia bersumpah-sumpah bahwa dia tidak mengetahui tempatnya.

Salah seorang dari mereka ini  pernah  melihat  Kinana  sedang mundar-mandir  pada  sebuah puing,  dan  hal  ini disampaikan kepada Nabi. Oleh Nabi diperintahkan supaya puing  itu  digali dan  dari  dalam  puing itulah harta simpanan itu dikeluarkan.  Sekarang Shafia berada di tangan Muslimin sebagai salah seorang tawanan perang. "Shafia  adalah  ibu  Banu Quraidza dan Banu Nadzir. Dia hanya pantas buat tuan," demikian dikatakan kepada Nabi Saw.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar