Allah
SWT berfirman: "Kaum Luth telah mendustakan rasul-rasul. Ketika saudara
mereka Luth, berkata kepada mereka, Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya
aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada
Allah dan taatlah kepadaku" (QS. asy-Syu'ara: 160-163). Dengan kelembutan
dan kasih sayang semacam ini, Nabi Luth (as) berdakwah kepada kaumnya. Beliau
mengajak mereka untuk hanya menyembah kepada Allah SWT yang tiada sekutu
bagi-Nya. Dan melarang mereka untuk melakukan kejahatan dan kekejian. Namun
dakwah beliau berhadapan dengan hati yang keras dan jiwa yang sakit serta
penolakan yang berasal dari kesombongan.
Kaum
Nabi Luth (as) melakukan berbagai kejahatan yang tidak biasa dilakukan oleh para
penjahat manapun. Mereka merampok dan berkhianat kepada sesama teman serta
berwasiat dalam kemungkaran. Bahkan catatan kejahatan mereka ditambah dengan
kejahatan baru yang belum pernah terjadi di muka bumi. Mereka memadamkan
potensi kemanusiaan mereka dan daya kreativitas yang ada dalam diri mereka, yaitu
kejahatan yang belum pernah dilakukan seseorang pun sebelum mereka di mana
mereka berhubungan seks dengan sesama kaum pria (homo seks).
Allah
SWT berfirman: "Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata kepada
kaumnya, "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu sedang kamu
melihat(nya). Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu),
bukan mendatangi wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak dapat mengetahui
(akibat perbuatanmu)" (QS. an-Naml: 54-55). Nabi Luth (as) menyampaikan
dakwah kepada mereka dengan penuh ketulusan dan kejujuran, namun apa gerangan
jawaban dari kaumnya: "Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan
mengatakan, 'Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena
sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (mendakwahkan dirinya) bersih'"
(QS. an-Naml: 56).
Mengapa
mereka menjadikan sesuatu yang patut dipuji menjadi sesuatu yang tercela yang
kemudian harus diusir dan dikeluarkan. Tampak bahwa jiwa kaum Nabi Luth (as) benar-benar
dekaden, sakit dan mereka justru menganiaya diri mereka sendiri serta bersikap
angkuh terhadap kebenaran. Akhirnya, kaum pria cenderung kepada sesama jenis
mereka, bukan malah cenderung kepada wanita. Sungguh aneh ketika mereka
menganggap kesucian dan kebersihan sebagai kejahatan yang harus disirnakan.
Mereka
orang-orang yang sakit yang justru menolak obat dan memeranginya. Tindakan kaum
Nabi Luth (as) membuat hati beliau bersedih. Mereka melakukan kejahatan secara
terang-terangan di tempat-tempat mereka. Ketika mereka melihat seorang asing
atau seorang musafir atau seorang tamu yang memasuki kota, maka mereka
menangkapnya. Mereka berkata kepada Nabi Luth, "sambutlah tamu-tamu
perempuan dan tinggalkanlah untuk kami kaum pria." Mulailah perilaku
mereka yang keji itu terkenal.
Nabi
Luth (as) memerangi mereka dalam jihad yang besar. Nabi Luth (as) mengemukakan
argumentasi. Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun berlalu,
dan Nabi Luth (as) terus berdakwah. Namun tak seorang pun yang mengikutinya dan
tiada yang beriman kepadanya kecuali keluarganya, bahkan keluarganya pun tidak
beriman semuanya. Istri Nabi Luth kafir (inkar dan menolak) seperti istri Nabi
Nuh (as):
"Allah
membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya
berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba
Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua
suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan
dikatakan (kepada keduanya), 'Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk
neraka'" (QS. at-Tahrim: 10).
Jika
rumah adalah tempat istirahat yang di dalamnya seseorang mendapatkan
ketenangan, maka Nabi Luth (as) tersiksa, baik di luar rumah maupun di
dalamnya. Kehidupan Nabi Luth (as) dipenuhi dengan mata rantai penderitaan yang
keras namun beliau tetap sabar atas kaumnya.
Berlalulah
tahun demi tahun tetapi tak seorang pun yang beriman kepadanya, bahkan mereka
mulai mengejek ajarannya dan mengatakan apa saja yang ingin mereka katakan: "Datangkanlah
kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-arang yang benar" (QS.
al-'Ankabut: 29). Ketika terjadi hal tersebut, Nabi Luth (as) berputus asa
kepada mereka dan ia berdoa kepada Allah SWT agar menolongnya dan menghancurkan
orang-orang yang membuat kerusakan. Akhirnya, para malaikat keluar dari tempat
Nabi Ibrahim (as) menuju desa Nabi Luth (as). Mereka sampai saat Asar. Mereka
mencapai pagar-pagar Sudum. Sungai mengalir di tengah-tengah tanah yang penuh
dengan tanaman yang hijau.
Sementara
itu, anak perempuan Nabi Luth (as) berdiri sedang memenuhi tempat airnya dari
air sungai itu. Ia mengangkat wajahnya sehingga menyaksikan mereka. Ia tampak
keheranan melihat kaum pria yang memiliki ketampanan yang mengagumkan. Salah
seorang malaikat bertanya kepada anak kecil itu, "Wahai anak perempuan,
apakah ada rumah di sini?" Ia berkata (saat itu ia mengingat kaumnya),
"Hendaklah kalian tetap di situ sehingga aku memberitahu ayahku dan
kemudian akan kembali pada kalian." Ia meninggalkan wadah airnya di sisi
sungai dan segera menuju ayahnya.
"Ayahku,
ada pemuda-pemuda yang ingin menemuimu di pintu kota. Aku belum pernah melihat
wajah-wajah seperti mereka," kata anak itu dengan nada gugup. Nabi Luth (as)
berkata kepada dirinya sendiri: Ini adalah hari yang dahsyat. Beliau segera
berlari menuju tamu-tamunya. Ketika Nabi Luth (as) melihat mereka, beliau
merasakan keheranan yang luar biasa. Beliau berkata: "Ini adalah hari yang
dahsyat." Beliau bertanya kepada mereka: "Dari mana mereka datang dan
apa tujuan mereka?" Mereka malah terdiam dan justru memintanya untuk
menjamu mereka."
Nabi
Luth (as) tampak malu di hadapan mereka, kemudian beliau berjalan di depan
mereka sedikit, lalu beliau berhenti sambil menoleh kepada mereka dan berkata:
"Saya belum mengetahui kaum yang lebih keji di muka bumi ini selain
penduduk negeri ini." Beliau mengatakan demikian dengan maksud agar mereka
mengurungkan niat mereka untuk bermalam di negerinya. Namun mereka tidak peduli
dengan ucapan Nabi Luth (as) dan mereka tidak memberikan komentar atasnya.
Nabi
Luth (as) kembali berjalan bersama mereka dan beliau selalu berusaha untuk
mengalihkan pembicaraan tentang kaumnya. Nabi Luth (as) memberitahu mereka
bahwa penduduk desanya sangat jahat dan menghinakan tamu-tamu mereka. Disamping
itu, mereka juga membuat kerusakan di muka bumi dan seringkali terjadi
pertentangan di dalam desanya. Pemberitahuan tersebut dimaksudkan agar para
tamunya membatalkan niat mereka untuk bermalam di desanya tanpa harus melukai
perasaan mereka dan tanpa menghilangkan penghormatan pada tamu.
Nabi
Luth (as) berusaha dan mengisyaratkan kepada mereka untuk melanjutkan
perjalanannya tanpa harus mampir di negerinya. Namun tamu-tamu itu sangat
mengherankan. Mereka tetap berjalan dalam keadaan diam. Ketika Nabi Luth (as) melihat
tekad mereka untuk tetap bermalam di kota, beliau meminta kepada mereka untuk
tinggal di suatu kebun sehingga datang waktu Maghrib dan kegelapan menyelimuti
segala penjuru kota. Nabi Luth sangat bersedih dan dadanya menjadi sempit.
Karena
rasa takutnya dan penderitaanya, ia lupa untuk memberi mereka makanan.
Kegelapan mulai menyelimuti kota. Nabi Luth (as) menemani tiga tamunya itu
berjalan menuju rumahnya. Tak seorang pun dari penduduk kota yang melihat
mereka. Namun istrinya melihat mereka sehingga ia keluar menuju kaumnya dan
memberitahu mereka kejadian yang dilihatnya. Kemudian tersebarlah berita dengan
begitu cepat dan selanjutnya kaum Nabi Luth menemuinya. Allah SWT berfirman: "Dan
tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa
susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata, 'Ini
adalah hari yang amat sulit.' Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan
bergesa-gesa. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang
keji" (QS. Hud: 77-78).
Mulailah
terjadi hari yang sangat keras. Kaum Nabi Luth (as) bergegas menuju padanya.
Nabi Luth (as) bertanya pada dirinya sendiri: "Siapa gerangan yang
memberitahu mereka?" Kemudian ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk
mencari istrinya, namun ia tidak menemuinya. Maka bertambahlah kesedihan Nabi
Luth (as).
Kaum
Nabi Luth (as) berdiri di depan pintu rumah. Nabi Luth (as) keluar kepada
mereka dengan penuh harap, bagaimana seandainya mereka diajak berpikir secara
sehat? Bagaimana seandainya mereka diajak menggunakan fitrah yang sehat?
Bagaimana seandainya mereka tergugah dengan kecenderungan yang sehat terhadap
jenis lain yang Allah SWT ciptakan untuk mereka? Bukankah di dalam rumah mereka
terdapat kaum wanita? Seharusnya wanitalah yang menjadi kecenderungan mereka,
bukan malah mereka cenderung kepada sesama pria.
"Dia
berkata: 'Hai kaumku, inilah putri-putri (negeriku) mereka lebih suci bagimu,
maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap
tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal" (QS. Hud: 78).
"Inilah
putri-putri (negeriku)." Apa yang dimaksud dengan pernyataan tersebut?
Nabi Luth (as) ingin berkata kepada mereka: "Di hadapan kalian terdapat
wanita-wanita di bumi. Mereka lebih suci bagi kalian dalam bentuk kesucian jiwa
dan fisik. Ketika kalian cenderung kepada mereka, maka kecenderungan itu
merupakan pelaksanaan dari fitrah yang sehat." "Maka bertakwalah
kalian kepada Allah." Nabi Luth (as) berusaha menjamah jiwa mereka dari
sisi takwa setelah menjamahnya dari sisi fitrah. Bertakwalah kepada Allah SWT
dan ingatlah bahwa Allah SWT mendengar dan melihat serta akan murka dan
menyiksa orang-orang yang durhaka. Seharusnya orang yang berakal sehat
menghindari murka-Nya.
"Dan
janganlah kalian mencemarkan namaku terhadap tamuku ini." Ini adalah usaha
gagal dari beliau yang mencoba menggugah kemuliaan dan tradisi mereka sebagai
orang badui yang harus menghormati tamu, bukan malah menghinakannya.
"Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?" Tidakkah di antara
kalian terdapat orang yang mempunyai pikiran yang sehat? Tidakkah di antara
kalian terdapat laki-laki yang berakal? Apa yang kalian inginkan jika memang
terwujud, maka itu hakikat kegilaan. Akal adalah sarana yang tepat bagi kalian
untuk mengetahui kebenaran. Sesungguhnya perkara tersebut sangat jelas
kebenarannya jika kalian memperhatikan fitrah, agama, dan harga diri."
Kaumnya
menunggu hingga beliau selesai dari nasihatnya yang singkat lalu mereka tertawa
terbahak-bahak. Kalimat Nabi Luth (as) yang suci itu tidak mampu mengubah
pendirian jiwa yang sakit, hati yang beku, dan pikiran yang bodoh: "Mereka
menjawab, 'Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan
terhadap putri-putrimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang
sebenarnya kami kehendaki'" (QS. Hud: 79).
Demikianlah
tampak dengan jelas bahwa kebenaran tersembunyi di balik pengkaburan, suatu hal
yang diketahui oleh dunia semuanya. Mereka tidak mengatakan kepadanya apa yang
mereka inginkan karena dunia mengetahuinya dan selanjutnya ia juga mengetahui,
yakni isyarat yang buruk pada perbuatan yang buruk. Nabi Luth (as) merasakan
kesedihan dan kelemahannya di tengah-tengah kaumnya. Dengan marah Nabi Luth (as)
memasuki rumahnya dan menutup pintu rumahnya. Ia berdiri mendengarkan tawa dan
celaan serta pukulan terhadap pintu rumahnya. Sementara itu, orang-orang asing
yang dijamu oleh Nabi Luth (as) tampak duduk dalam keadaan tenang dan terpaku.
Nabi Luth (as) merasakan keheranan dalam dirinya ketika melihat ketenangan
mereka. Dan pukulan-pukulan yang ditujukan pada pintu semakin kencang.
Mulailah
kayu-kayu pintu itu tampak rusak dan lemah, lalu Nabi Luth (as) berteriak dalam
keadaan kesal: "Luth (as) berkata, 'Seandainya aku mempunyai kekuatan
(untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat
(tentu aku lakukan)'" (QS. Hud: 80).
Nabi
Luth (as) berharap akan mendapatkan kekuatan sehingga dapat melindungi para
tamunya. Beliau mengharapkan seandainya terdapat benteng yang kuat yang dapat
melindunginya, yaitu benteng Allah SWT yang di dalamnya para nabi dan
kekasih-kekasih-Nya dilindungi. Berkenaan dengan hal itu, Rasulullah berkata
saat membaca ayat tersebut: "Allah SWT menurunkan rahmat atas Nabi Luth
(as). Ia berlindung pada benteng yang kokoh." Ketika penderitaan mencapai
puncaknya dan Nabi Luth (as) mengucapkan kata-katanya yang terbang laksana
burung yang putus asa, para tamunya bergerak dan tiba-tiba bangkit. Mereka
memberitahunya bahwa ia benar-benar akan terlindung di bawah benteng yang kuat:
"Para utusan (malaikat) berkata, 'Hai Luth (as) sesungguhnya kami adalah
utusan-utusan Tuhanmu, sekali-sekali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu"
(QS. Hud: 81).
Jangan
berkeluh kesah wahai Luth (as) dan jangan takut. Kami adalah para malaikat, dan
kaum itu tidak akan mampu menyentuhmu. Tiba-tiba pintu terbelah. Jibril (as) bangkit
dan ia menunjuk dengan tangannya secara cepat sehingga kaum itu kehilangan
matanya. Lalu mereka tampak serampangan di dalam dinding dan mereka keluar dari
rumah dan mereka mengira bahwa mereka memasukinya. Jibril as menghilangkan mata
mereka.
Allah
SWT berfirman: "Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar
menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu kami butakan mata mereka, maka
rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya pada esok harinya mereka
ditimpa azab yang kekal" (QS. al-Qamar: 37-38).
Para
malaikat menoleh kepada Nabi Luth (as) dan memerintahkan kepadanya untuk
membawa keluarganya di tengah malam dan keluar. Mereka mendengar suara yang
sangat mengerikan dan akan menggoncangkan gunung. Siksa apa ini? Ini adalah
siksa dari bentuk yang aneh. Para malaikat memberitahunya bahwa istrinya
termasuk orang-orang yang menentangnya. Istrinya adalah seorang kafir seperti
mereka, sehingga jika turun azab kepada mereka, maka ia pun akan menerimanya.
Keluarlah
wahai Luth karena keputusan Tuhanmu telah ditetapkan. Nabi Luth (as) bertanya
kepada malaikat, "Apakah sekarang akan turun azab kepada mereka?" Para
malaikat memberitahunya bahwa mereka akan terkena azab pada waktu Subuh.
Bukankah waktu Subuh itu sangat dekat? Allah berfirman SWT: "Pergilah
dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah
ada seorang pun di antara kalian yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya
dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya
azab kepada mereka adalah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?"
(QS. Hud: 81).
Nabi
Luth (as) keluar bersama anak-anak perempuannya dan istrinya. Mereka keluar di
waktu malam. Dan tibalah waktu Subuh. Kemudian datanglah perintah Allah SWT: "Maka
tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke
bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang
terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu
tiadalah jauh dari orang-orang yang lalim" (QS. Hud: 82-83).
Para
ulama berkata: "Jibril (as) menghancurkan dengan ujung sayapnya tujuh kota
mereka. Jibril mengangkat semuanya ke langit sehingga para malaikat mendengar
suara ayam-ayam mereka dan gonggongan anjing mereka. Jibril membalikkan tujuh
kota itu dan menumpahkannya ke bumi. Saat terjadi kehancuran, langit menghujani
mereka dengan batu-batu dari neraka Jahim. Yaitu batu-batu yang keras dan kuat
yang datang silih berganti. Neraka Jahim terus menghujani mereka sehingga kaum
Nabi Luth (as) musnah semuanya. Tiada seorang pun di sana. Semua kota-kota
hancur dan ditelan bumi sehingga terpancarlah air dari bumi. Hancurlah kaum
Nabi Luth (as) dan hilanglah kota-kota mereka. Nabi Luth (as) mendengar
suara-suara yang mengerikan. Istrinya melihat sumber suara dan dia pun
musnah."
Allah
SWT berfirman tentang kota-kota Luth: "Lalu Kami keluarkan orang-orang
yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di
negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang berserah diri. Dan Kami
tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa
yang pedih" (QS. adz-Dzariyat: 35-37). "Dan sesungguhnya kota itu
benar-benar terletak dijalan yang masih tetap (dilalui manusia)" (QS.
al-Hijr: 76). "Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekkah) benar-benar
akan melalui (bekas-bekas) mereka di waktu pagi, dan diwaktu malam. Maka apakah
kamu tidak memikirkannya" (QS. ash-Shaffat: 137-138).
Yakni
ia adalah bukti kekuasaan Allah SWT yang zahir. Para ulama berkata: "Bahwa
kota-kota yang tujuh menjadi danau yang aneh di mana airnya asin dan deras
airnya lebih besar dari derasnya air laut yang asin. Dan di dalam danau ini
terdapat batu-batu tarbang yang mencair. Ini mengisyaratkan bahwa batu-batu
yang ditimpakan pada kaum Nabi Luth (as) menyerupai butiran-butiran api yang
menyala. Ada yang mengatakan bahwa danau yang sekarang bernama al-Bahrul Mayit
yang terletak di Palestina adalah kota-kota kaum Nabi Luth (as)."
Tamatlah
riwayat kaum Nabi Luth (as) dari bumi. Akhirnya, Nabi Luth (as) menemui Nabi
Ibrahim (as). Beliau menceritakan berita tentang kaumnya. Beliau heran ketika
mendengar bahwa Nabi Ibrahim (as) juga mengetahuinya. Nabi Luth (as) terus melanjutkan
misi dakwahnya di jalan Allah SWT seperti Nabi Ibrahim (as).
Wah cerita lain agaknya dengan buku suci Yahudi / Kristen lot bukan nabi dia diselamatkan karena Ibraham yang memohon kepada Tuhan bukan karena kebaikan Lot , tapi ya sudah lah mungkin inilah perbedaan informan pemulaan dan informan akhir!
BalasHapus