Oleh
Annuri Furqon
Yahudi.
Satu kata itu menjadi satu makian konspiratif bagi muslim, tidak hanya kalangan
fundamentalis, tetapi juga tradisionalis. Setiap ada budaya yang dilihat sebagai
sesuatu yang menggerogoti tradisi keislaman selalu dikaitkan dengan upaya
Yahudi dalam melemahkan iman masyarakat muslim. Demikian, ungkap Martin Van
Bruinessen dalam sebuah ceramah yang disampaikan pada Institut Dialog Antar
Iman (DIAN), Jogjakarta tahun 1993.
Tetapi,
tahukah kita, bahwa ada seorang etnis Yahudi kelahiran Andalusia pada abad
kelima belas masehi adalah salah satu penyebar Islam di pulau Jawa. Dialah
Maulana Abdulmalik Israel yang semula seorang Yahudi yang konversi menjadi
muslim, demikian dituliskan oleh Kyai Haji Muhammad Solikhin, seorang ulama
yang mengasuh pesantren di Boyolali, dalam triloginya tentang Syeikh Siti
Jenar-nya. Bahkan, dalam buku yang ditulis oleh Ibnu Batutah, konon Maulana
Malik Israel adalah salah satu anggota dari dewan Wali Sanga angkatan pertama,
selain Syeikh Subakir, Syeikh Hassanuddin dan beberapa penyebar Islam pertama
di Jawa. Maulana Malik Israel adalah seorang sufi yang meninggalkan tradisi
Andalusia, tempat kelahirannya, sehingga tidak melulu mengandalkan rasionalisme
yang telah menyebabkan kejatuhan Andalusia.
Maulana
Malik Israel bersama anggota dewan Wali Songo menyebarkan Islam hingga akhirnya
hayatnya. Konon, beliau dikuburkan di sebuah bukit kecil di tepi Teluk Banten,
Bojonegara, Kab. Serang, utara Kota Cilegon. Tampaknya, bukit itu dipilih
pertama kali oleh Maulana Malik Israel sebagai ulama yang lebih tua dari Syeikh
Sholeh bin Abdurrahman seorang penyebar Islam yang hidup pada masa Maulana
Hassanuddin. Bukit itu berada pada lokasi yang memiliki titik pandang yang
cukup indah ke arah barat sehingga dapat menjadi proyeksi tafakur pada saat
menyepi. Masyarakat menyebut bukit itu dengan Gunung Santri. Konon, daerah itu
adalah tempat santri belajar kepada guru ulama tersebut.
Pada
masa selanjutnya, daerah itu disebut dengan nama Kampung Beji. Sebuah kampung
yang kemudian menjadi basis pergerakan perlawanan masyarakat Banten terhadap
Hindia Belanda pada akhir abad ke-19 hingga masa kemerdekaan. Salah satu
inspirator perlawanan itu adalah Sultan Ageng Tirtayasa, musuh utama VOC.
Namun,
inspirasi itu masuk dalam beberapa bentuk, antara lain melalui keturunan
Maulana Abdul Malik Israel yang tersebar di hampir seluruh tanah Banten. Salah
satu keturunannya adalah Syeikh Jamaluddin (cucunya Sang Maulana) yang dimakamkan
di dekat Pelabuhan Merak. Keturunan Maulana Malik Israel konon dinikahi oleh
kakek dari Syarif Hidayatullah. Artinya, secara tidak langsung Syarif
Hidayatullah sebagian dari dirinya berdarah Israili, selain berdarah Azmat Khan
Husaini. Jejak dari penghormatan kepada Maulana Malik Israel ini disebutkan
dalam silsilah Maulana Hassanuddin yang disebutkan dalam Sejarah Banten dengan
nama Sultan Bani Israel. Inspirasi itu, selain melalui darah genetik, adalah
tradisi wasilah dalam doa yang dipanjatkan dalam setiap memulai doa, hizib atau
munajat oleh masyarakat Banten.
Dus,
Yahudi bagi orang Islam tidak melulu distigmakan oleh muslim sebagai musuh
pengrusak iman ummat Islam, tetapi ada juga seorang Yahudi yang mendapatkan
penghormatan sebagaimana para wali penyebar Islam di Jawa lainnya. Wallahmu
A’lam Bisshowab! (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar