Minggu, 23 November 2014

Galeri Asyura, Wilayah, dan Arbain

Abadikan Revolusi Imam Husain as. 
Rabindranath Tagore. 
Abraham Lincoln.
Thomas Carlyle. 
Muhammad bin Abu Bakar. 
Abu Dzar al Ghifari. 
Tentang Pentingnya Keluarga.

Sabtu, 22 November 2014

Kajian Ulil-Amr



Nash dan hujjah Ulil Amri, contohnya, ada dalam Surat AN-NISA’: 59

يَأَيهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَ أَطِيعُوا الرَّسولَ وَ أُولى الأَمْرِ مِنكمْ

“Hai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah, dan taatlah kamu kepada Rasul-Nya dan Ulil amri kamu.”

Yang dimaksud “Ulil-amri” dalam ayat ini adalah Ali bin Abi Thalib (as) dan Ahlul bait Nabi saw.
Dalam Tafsir Al-Burhan tentang ayat ini disebutkan suatu riwayat yang bersumber dari Jabir Al-Anshari (ra), ia berkata: Ketika Allah menurunkan ayat ini aku bertanya: Ya Rasulallah, kami telah mengetahui Allah dan Rasul-Nya, tetapi siapakah yang dimaksud dengan Ulil-amri yang ketaatannya kepada mereka Allah kaitkan dengan ketaatan kepada-Nya dan Rasul-Nya?

Rasulullah saw menjawab: Wahai Jabir, mereka itu adalah para penggantiku: Pertama, Ali bin Abi Thalib, kemudian Al-Hasan, kemudian Al-Husein, kemudian Ali bin Al-Husein, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Muhammad bin Ali yang dalam Taurat gelarnya masyhur Al-Baqir. Wahai Jabir, kamu akan menjumpai dia, sampaikan salamku kepadanya. Kemudian Ash-Shadiq Ja’far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja’far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Al-Hasan bin Muhammad, kemudian dua nama Muhammad dan yang punya dua gelar Hujjatullah di bumi-Nya dan Baqiyatullah bagi hamba-hamba-Nya yaitu Ibnul Hasan, dialah yang Allah perkenalkan sebutan namanya di seluruh belahan bumi bagian barat dan timur, dialah yang ghaib dari para pengikutnya dan kekasihnya, yang keghaibannya menggoyahkan keimamahannya kecuali bagi orang-orang yang Allah kokohkan keimanan dalam hatinya.”

Dalam Tafsir Al-‘Ayyasyi tetang ayat ini menyebutkan bahwa: Imam Muhammad Al-Baqir (as) berkata tentang ayat ini: “Mereka itu adalah para washi Nabi saw.”

Tentang ayat ini Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata: “Mereka adalah para Imam dari Ahlul bait Rasulullah saw.”

Tentang ayat ini Imam Muhammad Al-Baqir (as) berkata: “Mereka adalah para Imam dari keturunan Ali dan Fatimah hingga hari kiamat.”

Dalam kitab Yanabi’ul Mawaddah disebutkan suatu riwayat dari Salim bin Qais Al-Hilali, ia berkata bahwa Imam Ali bin Abi Thalib (as) berkata: “Yang paling dekat bagi seorang hamba terhadap kesesatan adalah ia yang tidak mengenal Hujjatullah Tabaraka wa Ta’ala. Karena Allah telah menjadikannya sebagai hujjah bagi hamba-hamba-Nya, dia adalah orang yang kepadanya Allah perintahkan hamba-hamba-Nya untuk mentaatinya dan mewajibkan untuk berwilayah kepadanya.

Salim berkata: Wahai Amirul mukmin, jelaskan kepadaku tentang mereka (Ulil-amri) itu.
Amirul mukminin (as) berkata: “Mereka adalah orang-orang yang ketaataannya kepada mereka Allah kaitkan pada diri-Nya dan Nabi-Nya.” Kemudian ia berkata: “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada Ulil-amri kalian.”
Salim bin Qais berkata: Wahai Amirul mukminin, jadikan aku tebusanmu, jelaskan lagi kepadaku tentang mereka itu.

Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib (as) berkata: “Mereka adalah orang-orang yang oleh Rasulullah saw disampaikan di berbagai tempat dalam sabda dan khutbahnya, Rasulullah saw bersabda: ‘Sungguh aku tinggalkan pada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan tersesat sesudahku: Kitab Allah dan ‘itrahku, Ahlul baitku’.”

Riwayat hadis ini dan yang semakna dengan hadis tersebut terdapat dalam: [1] Tafsir Ad-Durrul Mantsur tentang ayat ini. [2] Tafsir Ath-Thabari tentang ayat ini. [3] Tafsir Fakhrur Razi, jilid 3 halaman 357, tentang ayat ini. [4] Yanabi’ul Mawaddah, oleh Syaikh Sulaiman Al-Qundusi Al-Hanafi, halaman 134, cet. Al-Haidariyah; halaman 114 dan 117, cet. Istanbul. [5] Syawahidut Tanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 1, halaman 148, hadis ke 202, 203 dan 204. [6] Ihqaqul Haqq, oleh At-Tustari, jilid 3, halaman 424, cet. pertama, Teheran. [7] Faraid As-Samthain, jilid 1, halaman 314, hadis ke 250.

Kritik Allamah Thabathaba’i terhadap Fakhrur Razi

Fakhrur Razi mengatakan: Pembatasan kata Ulil-amri dengan kata minkum menunjukkan salah seorang dari mereka yakni manusia biasa seperti kita, yaitu orang yang beriman yang tidak mempunyai keistimewaan Ishmah Ilahiyah (jaminan kesucian dari Allah). Yang perlu diragukan adalah pendapat yang mengatakan: Mereka (Ulil-amri) adalah satu kesatuan pemimpin, yang ketaatan kepada masing-masing mereka hukumnya wajib.

Ar-Razi lupa bahwa makna ini sudah masyhur digunakan dalam bahasa Al-Qur’an, misalnya: “Janganlah kamu mentaati orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah)” (Al-Qalam: 8), “Janganlah kamu mentaati orang-orang kafir.” (Al-Furqan: 52), dan ayat-ayat yang lain dalam bentuknya yang bermacam-macam: kalimat positif, kalimat negatif, kalimat berita, kalimat perintah dan larangan.

Ringkasan Kritik Allamah Thabathaba’i terhadap Tafsir Al-Manar

Syeikh Rasyid Ridha mengatakan: Ulil-amri adalah Ahlul halli wal-Aqdi yaitu orang-orang yang mendapat kepercayaan ummat. Mereka itu bisa terdiri dari ulama, panglima perang, dan para pemimpin kemaslatan umum seperti pemimpin perdagangan, perindustrian, pertanian. Termasuk juga para pemimpin buruh, partai, para pemimpin redaksi surat kabar yang Islami dan para pelopor kemerdekaan.

Inikah maksud dari Ulil-amri? Pendapat ini dan yang punya pandangan seperti ini telah menutupi makna Al-Qur’an yang sempurna dengan makna yang tidak jelas. Ayat ini mengandung makna yang jelas yaitu Ismah Ilahiyah (jaminan kesucian dari Allah) bagi Ulil-amri. Karena ketaatan kepada Ulil-amri bersifat mutlak, dikaitkan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Apakah yang mempunyai sifat kesucian (‘ishmah) adalah para pemimpin lembaga-lembaga itu sehingga mereka dikatagorikan sebagai orang-orang yang ma’shum? Yang jelas tidak pernah terjadi para Ahlul hilli wal-‘Iqdi yang mengatur urusan ummat, mereka semuanya ma’shum. Mustahil Allah swt memerintahkan sesuatu yang penting tanpa mishdaq (ekstensi) yang jelas. Dan mustahil sifat ‘ishmah dimiliki oleh lembaga yang orang-orangnya tidak ma’shum, bahkan yang sangat memungkinkan mereka berbuat kezaliman dan kemaksiatan. Pendapat mereka ini jelas salah dan mengajak pada kesesatan dan kemaksiatan. Mungkinkah Allah mewajibkan kita taat kepada orang-orang seperti mereka? 


Kajian Hadits Palsu –Telaah Ibn al Jawzi




Ibnu Jawzi: Maraknya Pemalsuan Hadis Keutamaan Abu Bakar di Kalangan Pengemban “Sunnah”

Pemalsuan hadis keutamaan Abu Bakar dengan tujuan untuk menandingi hadis-hadis sahih keutamaan Imam Ali as. adalah kebiasaan banyak dari mereka yang mengklaim diri mereka sebagai pengemban sunnah Nabi saw.. Selain rangsangan Mu’awiyah dan ketamakan untuk mendapatkan dunia serta niatan “mulia” mengunggulkan Khalifah Pertama mereka, para pemalsu itu berlomba-lomba menampakkan kepiawaian mereka dalam memproduksi hadis palsu untuk melampiaskan fanatisme mereka.

Jumlah mereka sangat banyak, dan hasil pemalsuan mereka juga menyebar, sampai-sampai para ulama sedikit kesulitan mengidentifikasi hadis-hadis palsu tersebut.

Dalam kitabnya, al Mawdhû’ât, Ibnu al Jawzi,1/225 menegaskan demikian:

قد تعصب قوم لا خَلاق لهم، يدّعون التمسّك بالسنّة، فوضعوا لابي بكر فضائل، وفيهم من قصد معارضة الرافضة بما وضعت لعلي (عليه السلام)، وكلا الفريقين على الخطاء، وذانك السيدان غنيّان بالفضائل الصحيحة الصريحة عن إستعارة وتحرص..

Sekelompok kaum yangt tidak bernilai, yang mengaku-ngaku berpegang teguh dengan Sunnah telah bersikap fanatik buta dengan membuat-buat secara palsu hadis-hadis keutamaan Abu Bakar. Di antara mereka ada yang bermaksud menandingi kaum Rafidhah tentang kepalsuan yang mereka buat untuk Ali as.. Kedua kelompok ini berada di atas kesalahan. Kedua tuan ini sudah cukup dengan hadis-hadis sahih dan tidak butuh terhadap kepalsuan.

Ibnu Jawzi, seorang alim yang dikagumi para ulama Ahlusunnah akan kejelian analisa dan penelitian serta kejujurannya telah menegaskan dengan tanpa tedeng aling-aling bahwa di antara mereka yang mengaku-ngaku berpegang teguh dengan Sunnah telah membuat-buat kepalsuan atas nama Nabi mulia saw. hadis-hadis yang tidak pernah beliau sabdakan tentang keutamaan Abu Bakar.

Siapakah sebenarnya yang dimaksdu oleh Ibnu Jawzi dengan yang menmgaku-ngaku berpegang teguh dengan Sunnah?

Adakah selain ulama hadis yang sering membanggakan diri mereka sebagai Agen Resmi Sunnah Nabi saw., dan menuduh selain mereka sebagai Ahli Bid’ah dan kaum Penyimpang!

Sebagian dari mereka itu membuat-buat kepalsuan dengan tujuan menandingi hadis-hadis keutamaan Imam Ali as. Yang telah disabdakan Nabi saw. Dan diriwayatkan para ulama hadis Ahlusunnah dengan sanad-sanad yang sahih! Walaupun kemudian Ibnu Jawzi menuduh bahwa yang memancing para pemalsu itu untuk membuat-buat kepalsuan adalah sikap Syi’ah yang terlebih dahulu memalsu hadis keutamaan Imam Ali as.

Dan pengakuan Ibnu Jawzi ini adalah sebuah bukti nyata dari keluarga besar Ahlusunnah, dan itu sudah cukup!

Adapun tuduhannya bahwa pemalsuan itu adalah reaksi dari aksi pemalsuan Syi’ah adalah tidak bisa diterima sebab ia adalah tuduhan terhadap lawan yang harus dibuktikan dan tidak sekedar tuduhan yang dilontarkan tanpa dasar pembuktian. Dan andai benar itu tidak dengan serta merta membersihkan “nama baik” para ulama hadis Sunni yang terlibat langsung maupun tidak dalam pemalsuan hadis keutamaan Abu Bakar!

Yang penting di sini bahwa Ibnu Jawzi telah mengakui bahwa banyak dari ulama hadis dari kalangan Ahlsunnah yang telah memalsu hadis!

Setelah itu Ibnu Jawzi menyebutkan lima belas (15) hadis palsu tentang keutamaan Abu Bakar, dan setelahnya ia menambahkan:

وقد تركت أحاديث كثيرة يروونها في فضل أبي بكر، فمنها صحيح المعنى لكنّها لا تثبت منقولاً، ومنها ما ليس بشيء، وما زال أسمع العوام يقولون عن رسول الله (صلى الله عليه وآله وسلم) أنّه قال (ما صبّ الله في صدري شيئاً إلاّ وصببته في صدر أبي بكر) و (إذا اشتقت الى الجنّة قبلت شيبة أبي بكر) و (كنت أنا وأبو بكر كفرسي رهان سبقته فأتبعني ولو سبقني لاتبعته) في أشياء وما رأينا لها أثراً [ لا ] في الصحيح ولا في الموضوع، ولا فائدة في الاطالة بمثل هذه الاشياء).

Dan aku telah tinggalkan banyak sekali hadis yang mereka riwayatkan tentang keutamaan Abu Bakar, diantaranya ada yang sahih maknanya, tetapi tidak terbukti telah dinukil. Diantaranya ada yang tidak bernilai sedikitpun. Dan aku senantiasa mendengar dari kaum awam mereka mengatakan dari rasulullah saw. Bahwa beliau bersabda:

ما صبّ الله في صدري شيئاً إلاّ وصببته في صدر أبي بكر

“Allah tidak menuangkan dalam dadaku sesuatu ilmupun melainkan Aku tuangkannya ke dalam dada Abu Bakar.”

Dan:

إذا اشتقت الى الجنّة قبلت شيبة أبي بكر

“Jika aku rindu kepada surga aku mencium uban Abu Bakar.”

Dan:

كنت أنا وأبو بكر كفرسي رهان سبقته فأتبعني ولو سبقني لاتبعته

“Aku dan Abu Bakar bak dua ekor kuda pacuan, aku mendahuluinya maka ia mengikutiku, andai ia mendahuliku pastilah aku mengikutinya.”

Serta masih banyak lainnya. Dan kami tidak pernah menyaksikannya dalam kitab Shahih maupun dalam hadis Mawdhu’. Dan tidak ada manfaatnya berpanjang-panjang dalam membicarakan hal seperti itu. (Al Mawdhûât,1/237)

Komnetar Ibnu Jawzi di atas tegas-tagas mengatakan kepada kita bahwa hadis-hadis palsu keutamaan AbuBakar yang diproduksi kelompok ini terlalu banyak untuk bias dihitung. Tiga hadis yang ia sebutkan hanyalah sekedar contoh, demikian juga dengan lima belas hadis yang ia sebutkan sebelumnya. Jadi adalah memalukan klaim sebagian penulis “Ahlus Sunnah” yang mengatakan bahwa tidak ada di antara para ulama ataupun parawi “Ahlus Sunnah” yang terlibat dalam pemalsuan hadis Nabi saw. 


Jumat, 21 November 2014

Asas-asas Modern Tata-Negara dan Politik Imam Ali –Bagian Ke-2




Pengantar: Hal yang terpenting dalam pengelolaan sebuah negara, sejak dulu, sesungguhnya tidak jauh berbeda, yaitu bagaimana meningkatkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat tanpa harus membahayakan keamanan dan keselamatan masyarakat itu sendiri. Beberapa prinsip dasar dalam manajemen dan pengelolaan negara, bisa disebut antara lain: bagi umat beragama, selain memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan-Nya juga harus melindungi hak setiap warga tanpa perbedaan-perbedaan status maupun latar belakang etnisnya. Memperhatikan orang-orang miskin dan tak berdaya, memberi bantuan, perlindungan, memberlakukan keadilan bagi mereka serta pada akhirnya mewujudkan kedamaian, kesejahteraan, rasa aman, serta kesempatan untuk menjadi manusia yang sebaik-baiknya.

asas-asas itulah yang diterapkan dan diperjuangkan Imam Ali bin Abi Thalib (as) sebagaimana tercermin dalam surat nasihatnya kepada Malik Ashtar, Gubernur di bawah kepemimpinannya, pada tahun 655 M, yang menurut sejumlah pakar tata-negara dan teoritikus politik, merupakan sebuah contoh dokumen yang berisi prinsip-prinsip dasar tentang pengelolaan dan manajemen pemerintahan yang justru sangat modern dan melampaui jamannya, dan tetap relevan untuk konteks saat ini.

Surat Imam Ali yang ditujukan kepada Malik Ashtar ini banyak menginspirasi para ahli dunia –bahkan menjadi banyak acuan bagi para pemimpin, melintasi ruang dan waktu. Tercatat surat ini mampu melintasi Eropa di masa Renaissance, hingga seorang Edward Powcock (1604 – 1691), Profesor di Oxford, menerjemahkan surat ini ke dalam bahasa Inggris untuk pertama kalinya dan pada tahun 1639 dan disebarluaskan melalui serial kuliahnya yang disebut “Rethoric”. (Prof. A. Korkut Ozal, Komisaris BMI, AKOZ VAKF Foundation – Turki). Dan berikut asas-asas dan prinsip-prinsip Tata-Negara dan Kepemimpinan sebagaimana tercermin dalam suratnya kepada Malik Ashtar –yang adalah juga asas-asas tentang bagaimana seorang negarawan memimpin (Bagian Kedua):

Hakim

Hakin yang engkau pilih hendaknya orang yang terbaik dari seluruh rakyatmu, yaitu orang yang berani, tidak mudah diintimidasi, tidak terlalu sering berbuat salah, dan jika tergelincir dalam kesalahan, ia cepat kembali dan sadar. Apabila engkau sudah mendapatkan orang yang layak untuk menjadi hakim, penuhilah kesejahteraannya!

Pegawai Pengadilan

Pilihlah mereka melalui mekanisme seleksi yang fair. Jangan memilih mereka karena kecondongan atau kepentingan pribadi sebab dua hal itu adalah sumber kejahatan dan pengkhianatan. Pilihlah mereka yang telah berpengalaman, memiliki rasa malu, berasal dari keluarga shaleh, dan memiliki pengetahuan mendalam tentang Islam.

Petugas Pajak

Awasilah petugas pajak! Sebab, bagusnya mereka adalah kebaikan bagi semua. Perhatianmu memakmurkan bumi hendaknya lebih besar dari pada perhatianmu untuk memungut pajak. Sebab, pajak hanya dapat dipungut jika bumi sudah makmur.

Bantulah Mereka yang Tertimpa Bencana

Para Pejabat

Amatilah para pejabat dan pegawaimu! Pilihlah di antara mereka untuk menjadi penghubung rahasiamu. Yakni orang-orang yang berkarakter dan berintegritas tinggi serta dapat kau percaya penuh.

Berhati-hati Memilih Pegawai

Menjatuhkan pilihan kepada mereka, hendaknya tidak berdasarkan firasat, buah mimpi, atau prasangka baik. Ujilah mereka dengan pekerjaan yang telah dikerjakan oleh orang-orang sebelumnya. Pilihlah yang terbaik, supaya mereka dapat memberikan pengaruh bagi rakyat.

Perdagangan dan Industri

Terapkanlah sebuah sistem yang baik bagi mereka yang terlibat perdagangan dan industry. Bantu mereka dengan nasihat dan petunjuk yang baik.

Cegah Penimbunan Barang

Cegah mereka dari tindakan menimbun barang dagangan, karena Rasulullah saw. melarang perbuatan itu. Transaksi yang dilakukan hendaknya transaksi yang mudah dan tidak kaku, sesuai prinsip keadilan dengan harga yang tidak merugikan kedua belah pihak.

Fakir Miskin

Demi Allah, jagalah baik-baik hak mereka. Sudah menjadi tanggung jawab untuk melindungi hak mereka. Tetapkanlah bagian yang telah menjadi jatah mereka dalam Baitul Mal, di mana pun mereka berada, baik dekat maupun jauh.

Tugas Sucimu: Anak Yatim dan Manula

Carilah berkah Allah dengan memberi apa yang seharusnya pada mereka, dan tempatkan mereka pada dirimu sebagai satu tugas yang mulia dan suci karena mereka tidak dapat hidup mandiri dan hanya mampu berkeliling mencari derma/sedekah.

Dengarkan Mereka yang Tertindas

Temuilah mereka yang rendah dan tertindas secara berkala dalam sebuah majelis terbuka Dengarkan keluhan mereka dengan hatimu. Jauhkan tentara, pejabat, atau anggota kepolisian maupun dinas rahasia dari sisimu pada saat itu, sehingga para wakil dari orang-orang miskin itu dapat menyampaikan permasalahannya tanpa rasa takut.

Yang Perlu Engkau Tangani Langsung

Adalah menerima rekomendasi dari pejabatmu tentang ganti rugi yang dikeluhkan oleh pegawai rendahanmu. Tuntaskan semuanya di hari itu juga, hari lain ada tugas dan kewajibannya sendiri.

Hubungan dengan Tuhan

Jadikan sebagian besar waktumu untuk berhubungan dengan Allah, meskipun semua aktivitasmu dalam mengurus rakyat sesungguhnya juga untuk Allah (tentu jika niatmu benar dan keadaan rakyatmu jauh dari kedzaliman).

Tidak Dibenarkan Menutup Diri

Menutup diri adalah salah satu bentuk kesusahan yang akan mengurangi pengetahuanmu dalam menyelesaikan berbagai urusan juga akan membuatmu tidak mengetahui apa yang mereka tutupi, sehingga yang besar jadi kecil, yang kecil jadi besar, buruk jadi baik, baik jadi buruk dan kebenaran akan bercampur dengan kebatilan.

Teman Dekat

Tajamkanlah matamu, pada orang-orang yang sejak dulu atau sekonyong dekat denganmu, akan cenderung menggunakan posisinya untuk mengambil atau mengorupsi milik dan hak orang lain serta berlaku tidak adil.

Saudaramu atau Sahabatmu

Pastikan keadilan bagi orang-orang dekatmu dan bagi mereka yang bukan orang dekatmu! Carilah jalan terbaik dalam menerapkan keadilan itu!

Perjanjian Damai

Jangan menolak perjanjian damai yang diusulkan musuh-musuhmu dalam perkara yang diridhai Allah sebab perjanjian itu dapat memberikan ketenangan pada pasukanmu, menenangkan pikiranmu, dan memberikan keamanan bagi negaramu. Namun tetaplah waspada terhadap musuh-musuhmu setelah itu, karena sewaktu-waktu musuh akan mencari kelengahanmu.

Pegang Janji dan Kesepakatanmu

Buatlah perjanjian perdamaian atas dasar niat dan prasangka baik. Jangan membuat perjanjian yang mengandung cela dan jangan membatalkan perjanjian itu setelah Engkau menyepakatinya.

Hindari Pertumpahan Darah

Jangan menumpahkan darah tanpa alasan yang dibolehkan agama. Tak ada sesuatu yang lebih cepet mendatangkan azab, yang lebih cepat menghancurkan negara, daripada menumpahkan darah tanpa alasan yang jelas.

Perintah Terakhir

Hindari membanggakan diri sendiri dan meyakini apa yang kamu kagumi dari dirimu, serta mencintai pujian. Hindari menyebut-nyebut kebaikanmu pada rakyatmu, melebih-lebihkan hasil pekerjaanmu, atau memberikan banyak janji kepada mereka namun tidak kamu tepati.

Jangan ragu untuk menuntaskan suatu hal sebelum waktunya. Jangan bersikeras di saat kau melakukan sesuatu yang salah, dan jangan berlambat bila kau harus mengoreksi sebuah kesalahan.

Jangan menghindar dari konsekuensi kewajiban yang harus kau penuhi. Tahanlah kemarahanmu.