Demi
menyingkirkan Soekarno, Suharto menunggangi pergolakan di tanah air dan
mengorganisir pembantaian jutaan pendukung PKI. Dia sebenarnya bisa mencegah
peristiwa G30S, tetapi memilih diam, lalu memanfaatkannya.
Suharto banyak berurusan
dengan pemberontakan Darul Islam selama meniti karir militernya. Pasca
kemerdekaan ia juga aktif memberantas kelompok kiri di antara pasukannya. Tahun
1959, ia nyaris dipecat oleh Jendral Nasution dan diseret ke mahkamah militer oleh
Kolonel Ahmad Yani karena meminta uang kepada perusahaan-perusahaan di Jawa
Tengah. Namun karirnya diselamatkan oleh Jendral Gatot Subroto.
Seperti banyak prajurit
yang lain, Suharto mencurigai kedekatan Soekarno dan pimpinan Partai Komunis
Indonesia (dalam gambar D.N. Aidit). Terutama sejak pemberontakan komunis di
Madiun 1948, eksistensi PKI sangat bergantung pada dukungan Soekarno. Tanpanya
PKI akan lumat oleh tentara. Permusuhan ABRI dan PKI tidak cuma beraroma
politis, melainkan juga dipenuhi unsur kebencian.
Suharto sibuk membenahi
karir ketika permusuhan ABRI dan PKI mulai memanas. Buat mencegah PKI
memenangkan pemilu dan menguasai pemerintahan, ABRI yang saat itu dipimpin duet
Ahmad Yani dan A.H. Nasution mengajukan mosi menjadikan Soekarno sebagai
presiden seumur hidup. Saat itu, konstelasi politik sudah mulai bergeser:
Soekarno tidak lagi melihat ABRI sebagai sekutu utamanya, melainkan PKI.
Meniru gerakan kaum
komunis di Tiongkok, PKI berupaya memperluas kuasa dengan niat mempersenjatai
petani dan praktik land reform. Soekarno menyetujui yang kedua dengan
mengesahkan UU Pokok Agraria 1960. Tiga tahun kemudian, PKI melakukan aksi
sepihak dengan merebut tanah milik para Kyai di Jawa dan membagikannya pada
petani miskin. Langkah itu menciptakan musuh baru buat PKI, yakni kelompok
Islam.
Enam jam sebelum peristiwa
G30S, Kolonel Abdul Latief mendatangi Soeharto buat mengabarkan perihal rencana
Cakrabirawa menculik tujuh Jendral. Latief saat itu mengira, Suharto adalah
loyalis Soekarno dan akan memberikan dukungan. Kesaksian Latief menyebut,
Suharto cuma berdiam diri. Setelah peristiwa penculikan jendral, Suharto yang
menjabat Panglima Kostrad lalu mengambil alih komando ABRI.
Pada 30 September, pasukan
pengamanan Presiden, Cakrabirawa, mengeksekusi tujuh dari 11 pimpinan ABRI yang
diduga kuat ingin mengkudeta Soekarno. Suharto lalu memerintahkan pembubaran
PKI dan penangkapan orang-orang yang terlibat. Letnan Kolonel Untung, komandan
Cakrabirawa yang sebenarnya kenalan dekat Suharto dan ikut dalam operasi
pembebasan Irian Barat, ditangkap, diadili dan dieksekusi.
Pergerakan Suharto setelah
G30S semata-mata diniatkan demi melucuti kekuasaan Soekarno. Ia antara lain
mengirimkan prajurit RPKAD buat menguasai Jakarta, termasuk Istana Negara.
Panglima Kostrad itu juga lihai menunggangi sikap antipati mahasiswa terhadap
Sukarno yang dimabuk kuasa. Saat Soekarno bimbang ihwal keterlibatan PKI dalam
G30S, mahasiswa turun ke jalan menuntutnya mundur dari jabatan.
Di tengah aksi demonstrasi
mahasiswa di Jakarta, ABRI memobilisasi kekuatan buat memusnahkan pendukung PKI
di Jawa dan Bali. Dengan memanfaatkan kebencian kaum santri dan kelompok
nasionalis, tentara mengorganisir pembunuhan massal. Jumlah korban hingga kini
tidak jelas. Pakar sejarah menyebut antara 500.000 hingga tiga juta orang
tewas. Tidak semuanya simpatisan PKI.
Selain menangkap dan
mengeksekusi, massa dikerahkan menghancurkan toko-toko, kantor dan rumah milik
mereka yang diduga pendukung komunis. Sebagian yang mampu, memilih untuk
mengungsi ke luar negeri. Termasuk di antaranya Sobron, adik kandung pimpinan
PKI D.N. Aidit yang hijrah ke Tiongkok dan lalu ke Perancis dan bermukim di
sana hingga wafat tahun 2007.
Setelah peristiwa G30S,
Suharto yang notabene telah menjadi orang nomor satu di kalangan militer,
membiarkan Soekarno berada di jabatannya, sembari menata peralihan kekuasaan.
Selama 18 bulan, Suharto menyingkirkan semua loyalis Soekarno dari tubuh ABRI,
menggandeng parlemen, mahasiswa dan kekuatan Islam, serta mengakhiri
konfrontasi Malaysia. Kekuasaan Soekarno berakhir resmi di tangan MPRS.