Tulisan
Dina Y. Sulaeman ini dimuat di situs baru yang keren,http://www.nefosnews.com
Dalam tulisan berjudul Gita dan Jempol Kaki Soekarno ini,
saya menulis, sbb.
Sejumlah
ekonom dari Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), baru-baru ini
memprediksi bahwa tahun depan nilai rupiah akan terus melemah, seiring dengan
perekonomian Indonesia yang bakal semakin memburuk. Salah satu akar masalah
adalah Indonesia terlalu mengandalkan konsumsi dan tingkat impor jauh lebih
tinggi daripada ekspor. (Tempo, 25/12/2013)
Prediksi
ini seolah kontradiktif dengan gegap gempita konferensi WTO di Bali yang baru
berlalu. Yang paling berbahagia, agaknya Memperindag Gita Wirjawan, Sang Chairman sidang. Bayangkan saja,
organisasi yang menjadi panglima pasar bebas dunia itu sudah bersidang sejak
Putaran Doha (12 tahun yang lalu), tapi tak berhasil melahirkan kesepakatan.
Namun, di Bali, Gita berhasil memimpin sidang yang melahirkan kesepakatan. Tentu
saja, Gita memuji-muji Paket Bali; menyebutnya menguntungkan bagi negara
berkembang dan miskin, karena “Mendapatkan manfaat untuk membuat akses bebas
dari barang dan jasa untuk meningkatkan perdagangannya.” (Jurnas, 8/12/2013)
Dalam
kacamata Gita, pasar bebas adalah jalan untuk mencapai kemajuan ekonomi. Pasar
bebas memang memberi kesempatan kepada kita untuk mengekspor produk ke luar
negeri, maupun berinvestasi di mana pun. Namun sebaliknya, juga memaksa kita
untuk membuka pintu rumah lebar-lebar, mengizinkan arus modal, barang dan jasa
masuk. Dalam perspektif pasar bebas, yang penting roda perekonomian berputar,
tak penting siapa yang menguasai modalnya. Karena itu, dalam pandangan mereka,
tak penting petani Indonesia tak berproduksi, yang penting adalah kebutuhan
pangan tercukupi (meski dengan cara impor).
Lalu,
apa hubungannya dengan jempol kaki Bung Karno?
Silahkan
baca saja di website-nya ya..:)
Btw,
masih ingatkah, apa itu NEFOS?
Gagasan
pembentukan “Kekuatan Ketiga” memang baru dikumandangkan Bung Karno secara
konseptual pada pertengahan 1960-an, yang kemudian populer disebut NEFOS atau
The New Emerging Forces. Kekuatan ketiga yang bukan sekadar tidak ingin
terseret ke kubu AS-Inggris maupun kubu Soviet-China.
NEFOS
merupakan kontra skema kapitalisme global. Sebuah gerakan pro aktif “Perang
Asimetrik” melawan skema kapitalisme global negara-negara maju melalui perang
non militer.
Sayang,
harus terhenti sebelum menemukan format pas, menyusul tergusurnya Bung Karno,
Ben Bella, U Nu, Nkrumah dan Sihanouk.
Lebih
sayang lagi, NEFOS yang harusnya jadi harta karun, seakan dengan sadar dikubur
hidup-hidup menyusul tergusurnya Bung Karno dan munculnya Rezim Orde Baru
Soeharto. Dan celakanya, Orde Reformasi kadung “amnesia sejarah” untuk
menghidupkan, apalagi merevitalisasi NEFOS.
Selengkapnya,
silahkan membaca tulisan Hendrajit, NEFOS Modal Songsong Perang Asia
Timur Raya Jilid III.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar